Dampak dari krisis berkepanjangan di Indonesia adalah jumlah penduduk miskin diperkirakan meningkat 40% dari total jumlah penduduk. Jumlah penduduk penyandang masalah sosial cenderung makin bertambah jika pertumbuhan ekonomi masih sekitar 3-4% dan laju pertumbuhan penduduk 1,5 sampai dengan 2,5% setiap tahun. Pada tahun 2002 dilaporkan bahwa sekitar 37,4 juta keluarga di seluruh Indonesia tergolong miskin dan 12,4 juta diantaranya tergolong fakir miskin. Dalam situasi sekarang kemampuan negara untuk menanggulangi kemiskinan khususnya melalui APBN sangat terbatas.
Pemerintah harus jeli melihat potensi dana-dana masyarakat yang belum tergarap dengan baik. Diantaranya adalah zakat. Zakat adalah kewajiban seorang muslim untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk diberikan kepada orang yang sedang mengalami kesulitan. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, potensi dana zakat di Indonesia sudah dapat diperkirakan sangat besar. Potensi dana zakat secara nasional diperkirakan mencapai Rp 4 triliun setiap tahun. Namun dana zakat yang berhasil dihimpun oleh Lembaga Pengelola Zakat Milik Pemerintah seperti BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Shadaqah) yang terdapat di seluruh Indonesia dan tersebar di 27 Propinsi, 271 Kabupaten dan Kota, 3.550 Kecamatan, dan 48.101 Kelurahan dan Desa pada tahun 1997 hanya sebesar Rp 216,8 milyar.
Menurut hasil penelitian di Jakarta pada tahun 2002 BAZIS DKI Jakarta baru menyerap 5 persen dari dana zakat yang terdapat di Jakarta. Jika berpatokan dari penerimaan zakat BAZIS DKI Jakarta sebesar Rp. 8.226.691.255,97 (sekitar 8,2 miliar rupiah), maka potensi zakat di Jakarta diperkirakan sedikitnya Rp. 164,53 miliar.
Sedikitnya jumlah zakat yang disalurkan melalui BAZIS DKI Jakarta oleh masyarakat disebabkan masyarakat masih kurang percaya terhadap BAZIS DKI Jakarta. Karena itu BAZIS DKI Jakarta perlu mengembangkan strategi kebijakan yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat membayar zakat. Untuk itu diajukan empat pilihan strategi kebijakan yaitu: (1) Stretegi kebijakan meyakinkan muzakki (masyarakat wajib zakat) bahwa zakatnya sampai ke tangan mustahik (orang yang berhak menerima zakat); (2) Strategi kebijakan meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan yang dapat dipercaya; (3) Strategi kebijakan meyakinkan muzakki bahwa pengelolaan zakatnya diawasi dan dikerjakan oleh orang-orang yang kredibel; dan (4) Strategi kebijakan membuat program-program penyaluran zakat yang terbukti efektif dapat meningkatkan taraf hidup mustahik.
Untuk mengatahui strategi kebijakan mana yang paling tepat maka dianalisis dengan menggunakan AHP. Dalam analisis AHP, BAZIS DKI Jakarta memprioritaskan strategi kebijakan pembuatan program-program penyaluran zakat yang terbukti efektif dapat meningkatkan taraf hidup mustahik dengan nilai bobot (0,31).
Untuk mengimplementasikan startegi kebijakan, BAZIS DKI Jakarta dihadapkan kepada empat kendala yaitu kendala SDM (Sumber Daya Manusia), sarana, anggaran dan peraturan. Untuk mengatahui kendala mana yang paling diprioitaskan untuk diatasi maka juga diggunakan AHP. Dalam analisis AHP BAZIS DKI Jakarta memprioritaskan mengatasi kendala SDM dengan nilai bobot terbesar (0,51).