Terbitnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 serta Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Daerah dan ditindaklanjuti dengan keluarnya (1) PP No. 105 Tahun 2000, (2) PP No. 108, (3) PP No. 109 Tahun 2000, (4) PP No. 110 Tahun 2000, dan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah menimbulkan kewajiban bagi daerah untuk menerbitkan suatu pertanggungjawaban berupa laporan keuangan dan memberikan implikasi yang mengarah pada perlu dilakukannya paradigma baru dalam pengelolaan keuangan daerah dengan konsep budgeting reform, dimana perencanaan APBD harus berorientasi kepada kepentingan publik, disusun dengan pendekatan kinerja untuk seluruh jenis pengeluaran maupun pendapatan sehingga mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas.
Dalam kaitannya dengan "Evaluasi Standar Analisa Belanja (SAB) Belanja Operasional dan Pemeliharaan (BOP) Kegiatan Pelatihan Dinas Pendidikan Kota Bogor" dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang seberapa jauh dasar-dasar penetapan Belanja Operasional dan Pemeliharaan (BOP) yang sesuai dengan TUPOKSI dan Kepmendagri No 29 Tahun 2002.
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan masukan bagi dasar-dasar penentuan kebijakan Belanja Operasional dan Pemeliharaan (BOP) Kegiatan Pelatihan, sehingga setiap komponen BOP dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan publik.
Titik berat kajian analisis dari mekanisme penyusunan anggaran Belanja Operasional dan Pemeliharaan diarahkan kepada upaya memecahkan masalah atau mencari jalan keluar dari hambatan berupa perbedaan persepsi dan pemahaman terhadap mata anggaran, Pengajuan anggaran yang tidak terinci secara jelas dan tidak memiliki tolok ukur kinerja, kesesuaian dengan TUPOKSI dan pelayanan masyarakat, serta penetapan kebijakan satuan biaya yang tidak menyeluruh (partial), sehingga untuk mengantisipasi permasalahan tersebut diperlukan suatu rancang bangun yang akan memberikan gambaran struktur standar yang dibutuhkan serta sesuai aturan yang berlaku.
Hasil pengukuran indikator kinerja terhadap 39 (tiga puluh sembilan) kegiatan menunjukkan bahwa yang termasuk kegiatan pelatihan terdapat 7 (tujuh) kegiatan yang menggambarkan aktivitas dan menggambarkan Hasil Spesifik sehingga perlu didanai oleh belanja langsung dari Belanja Operasional dan Pemeliharaan (BOP) dan dapat ditentukan indikator dan target kinerjanya
Hasil evaluasi kode rekening yang digunakan pada kegiatan pelatihan yang tercantum pada Dokumen Anggaran Satuan Karla (D3SB11 ) dan APBD menjelaskan bahwa Pemerintah Daerah Kota Bogor menggunakan Kode rekening tersendiri dengan satu kode rekening untuk semua jenis belanja dalam kegiatan pelatihan. Kode rekening yang dibuat tidak sesuai dengan peraturan Kepmendagri No 29 tentang penyusunan Kode Rekening setiap jenis belanja harus memiliki satu kode rekening khusus.
Evaluasi jenis belanja yang digunakan pada kegiatan pelatihan secara keseluruhan menunjukkan 89,8 % dipergunakan untuk Belanja Barang dan Jasa. Sedangkan evaluasi jenis kelompok belanja menunjukkan bahwa Belanja Pemimpin Kegiatan (kelompok Belanja Pegawet), Belanja Akomodasi-uang saku-konsumsi (Kelompok Belanja Barang Dan Jasa), dan Belanja Perjalanan Dinas untuk Golongan III memiliki persentase penggunaan yang tinggi sebesar 43,57%, 53,91 %, dan 54 %.
Hasil evaluasi variabel belanja menjelaskan bahwa tidak semua variabel jenis belanja terdapat pada setiap kegiatan pelatihan. Hal ini menjelaskan bahwa setiap kegiatan mempunyai karakteristik jenis belanja tersendiri sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Disisi lain ketidakseragaman jenis belanja dalam pelatihan memberikan kesempatan untuk melakukan standarisasi baik dari kelompok belanja, variabel jenis belanja dan rancang bangun yang bisa dipakai dalam menentukan jenis belanja pada setiap kegiatan.
Kepmendagri No 29 Tahun 2002 memiliki beberapa kelemahan, diantaranya kode rekening yang terdapat dalam Kepmendagri No 29 Tahun 2002 belum sepenuhnya mengakomodir variabel - variabel belanja Kegiatan Pelatihan Dinas Pendidikan Kota Bogor. Hal ini akan menyulitkan dalam pemeriksaan keuangan pada akhir kegiatan secara administrasi dan dimungkinkan terjadinya ketidak tepatan alokasi dan alokasi ganda.
Kelemahan lain yang terdapat pada Kepmendagri No 29 tahun 2002 adalah penetapan standar analisa belanja yang tidak mengidentifikasi/memisahkan secara jelas penggunaan dana yang berasal dari Belanja Aparatur Daerah yang dialokasikan pada Belanja Tidak Langsung, padahal dimungkinkan tidak semua dana yang berasal dari Belanja Aparatur Daerah teralokasikan dan digunakan dalam kegiatan pelatihan tersebut. Sehingga untuk memperbaiki pengalokasian dana tersebut, perlu dilakukan pengelompokan dan pemisahan belanja - belanja yang digunakan selama kegiatan pelatihan dilakukan.
Untuk memperbaiki penetapan anggaran kinerja khususnya Belanja Operasional dan Pemeliharaan Kegiatan Pelatihan Dinas Pendidikan Kota Bogor dari sisi Standar Analisa Belanja, maka Dinas Pendidikan Kota Bogor harus memiliki standar Baku untuk penetapan indikator (kualitatif dan kuantitatif), dan tata Cara evaluasi dan pelaporan setelah kegiatan berlangsung.
Selain hal diatas, Dinas Pendidikan Kota Bogor harus melakukan tata ulang dan membuat standarisasi dalam menentukan Kode Rekening Belanja Operasional dan Pemeliharaan, dan variabel - variabel belanja kegiatan pelatihan yang disesuaikan dengan karakteristik pelatihan yang tidak bertentangan dengan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No 29 Tahun 2002.