Tesis ini bertujuan terperoleh gambaran kognitif anak-anak di Indonesia, khususnya anak-anak di Kelurahan Kwitang, Jakarta Pusat mengenai lingkungan kota. Penelitian ini menguunakan suatu desain studi kasus yang akan menghasilkan gambaran persepsi anak mengenai lingkungan kota.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data dan informasi pengamatan terlibat, wawancara semi terstruktur dan menggambar. Informal penelitian adalah anak-anak usia 9-12 tahun, murid kelas IV, V, dan VI SDN Kenari 01 Pagi, SDN Kenari 02 Petang, SDN Kenari 03 Pagi, SDN Kenari 04 Petang, SDN Kenari 05 Pagi dan SDN Kenari 06 Petang. Lokasi penelitian di Kelurahan Kwitang, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
Dalam penelitian ini anak-anak menguraikan narasi sesuai dengan persepsi dan pengalamannya dari tiap-tiap lingkungan tempat mereka berinteraksi dan bersosialisasi secara sosial, yaitu lingkungan tempat tinggal, lingkungan komuniti, lingkungan sekolah, lingkungan bermain, pelayanan transportasi, dan pelayanan kesehatan. Di lingkungan tempat tinggal, ketenangan dan kenyamanan karena ada orang tua yang menjaga, sanitasi rumah bersih, dan adanya air bersih. Sementara, di lingkungan komuniti tergambar organisasi RT-RW, lingkungan yang aman, karena ada Pos Kamling dan penerangan jalan yang mendukung Sistem Keamanan Lingkungan, pengelolaan sampah dan pemeliharaan saluran pembuangan air kotor. Gambaran lingkungan sekolah adalah anak merasa nyaman dan aman bersekolah, karena gedungnya kokoh dan berpagar besi, sanitasi lingkungan terawat; metode pembelajaran yang klasikal, sehingga tidak melatih anak untuk berdiskusi. Di lingkungan bermain, tidak ada fasilitas tempat bermain sehingga anak-anak berinisiatif menggunakan jalan, taman, bantaran kali dan halaman sekolah sebagai tempat bermain. Hal ini mempunyai resiko kecelakaan. Dalam pelayanan transportasi transportasi kota Jakarta, membuat anak-anak belum merasa tenang dan nyaman, karena pelayanannya tidak memperhatikan keselamatan mereka, dan desain kendaraan tidak sesuai dengan kebutuhan anak. Selain itu pelayanan transportasi belum ramah terhadap anak. Terakhir, berkaitan dengan pelayanan kesehatan, anak menggambarkan penyakit yang sering mereka derita terkait dengan resiko lingkungan seperti air kotor, makanan yang kurang higiene, dan sanitasi yang buruk.
Penyakit yang sering diderita oleh anak adalah diare, infeksi saluran pernapasan atas, dan kulit. Apabila anak-anak sakit, mereka sering dirujuk oleh orang-tua mereka ke klinik dan atau puskesmas sesuai dengan kemampuan keuangan keluarga.
Pelibatan anak-anak dalam sejenis penelitian demikian membesarkan hati mereka. Hal tersebut terungkap dari antusiasme mereka dalam menggambarkan berbagai keadaan seperti lingkungan perumahan, lingkungan komuniti, lingkungan sekolah, lingkungan bermain, pelayanan transportasi, dan pelayanan kesehatan. Kemampuan mereka menggambarkan situasi di atas menandakan anak-anak ini peka terhadap lingkungan kotanya, dalam batas-batas kemampuan dan pemahaman mereka tentang lingkungannya.
Pengabaian kebutuhan anak dalam pembangunan kota merupakan persoalan lingkungan yang dirasakan anak. Banyak hal yang dibutuhkan, namun belum tersedia dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan membangun sarana kebutuhan masyarakat (orang dewasa), pemerintah kota menganggap kebutuhan anak telah terwakili dan terpenuhi dengan sendirinya. Pengabaian pemerintah kota terhadap anak bukan hanya pada kebijakan dan anggaran terbatas, tetapi juga pada pelayanan dan penyediaan sarana kota yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
Perasaan tenang, nyaman, dan aman dengan lingkungan tempat tinggal, lingkungan komuniti, lingkungan sekolah mereka, serta tempat pelayanan kesehatan merupakan gambaran persepsi anak mengenai lingkungan kota di satu sisi dengan kasus Kelurahan Kwitang, sedangkan perasaan terganggu dengan sampah yang menumpuk, saluran pembuangan air kotor yang mampat karena masih adanya warga yang membuang sampah sembarangan, dan jalan-trotoar yang rusak di beberapa titik di lingkungan tersebut merupakan gambaran sisi lain. Permukiman yang padat di kelurahan ini adalah kekhawatiran yang lain anak jika terjadi kebakaran seperti sebelumnya, sehingga menjadi trauma untuk mereka. Masih pada sisi yang sama, fasilitas pada lingkungan bermain dan pelayanan transportasi, menurut mereka juga belum cukup memenuhi kebutuhan anak.
Kajian ini terbatasi oleh beberapa faktor, sehingga masih ada "ruang penjelasan" yang terbuka untuk diisi peneliti lain. Keterbatasan ini antara lain disebabkan oleh tidak tinggalnya saya bersama anak-anak (informan), sehingga tidak mengetahui dengan baik pola asuh yang diterapkan di masing-masing keluarga anak. Saya pun tidak mengikuti kegiatan anak selama 24 jam penuh, sehingga pola kegiatan dan bermain anak tidak terekam secara utuh. Walaupun informan dalam penelitian ini adalah anak, namun saya tidak mendalami psikologi anak secara khusus, sehingga saya tidak mengetahui Bahasa tersirat anak yang ingin diungkapkan. Selain itu, saya juga tidak mendalami sosiologi secara khusus, sehingga saya tidak bisa memberikan gambaran yang rinci mengenai kehidupan masyarakat di lingkungan tersebut.
This Thesis aimed to study cognitive description of Indonesian children, particularly those living in urban area in Kwitang Sub District in Central Jakarta. The study used a specially designed methods that captured children's perception through interviews and pictures.The study used a qualitative approach by means of data collecting, involving observation, semi-structured interviews, and drawing. Participants of the study was 9 -12 year-old students on grade 4, 5 and 6 at six (6) Kenari Elementary Schools, a state-owned elementary schools located in Kwitang, Senen District, Central Jakarta. Three of these schools operated in the morning (07.00-12.00) and the other three operated in the afternoon (13.00-17.00)The study found that all of participating children depicted their surroundings based on their perception and experiences. Those are internal family, schools, neighborhoods, playing grounds, transportation and health service. The study indicated that parents' income influenced their development. Moreover, it showed that good waste management and drainage of the environment supported their physical growth and health. Children described community work ("kerja bakti") organized by community leaders in their neighborhood had a crucial role to keep environment clean. In their school environment, children felt that secured and comfortable because of its permanent building, and good sanitation, despite their dissatisfaction with their schools' rest room. Classical method of learning was found to discourage children to get used to discussion. School facilities do not have adequate playing ground so that the children usually use street, park, and limited schoolyard as their playing ground. This posed them with risks to get accident. For transportation services, the children could not choose kind of transportation. Public vehicles were not designed and friendly to cater their needs. From health perspective, most children's diseases were related to the hygiene and sanitation of their houses, neighborhood, schools, and playing grounds. The study found that poor drainage and sanitation, non-hygienic foods, and air pollution were factors that affect children's health. Common diseases found in children were diarrhea, respiratory diseases, and dermatitis. Community Health Unit (Puskesmas), a government health service provider at district level, provided medical services for most of the sick children.Involving children in this study made them full of pride. It was appeared through their enthusiasm in depicting their neighborhood, community environment, school environment, playing area, transportation and health service. Their ability in picturing the condition indicated their awareness and recognizing to their urban surrounding.Negligence of children's needs in developing a city was a problem that was able to realize by children. There were many condition those needed by children but not available. By developing infrastructure for people (adult), city council assumed that children's need had already been fulfilled. It was not only on policy and limited budget, but also on city service that influence to children development.Children those live in Kelurahan Kwitang felt two paradoxical conditions. They felt comfortable and safe with their neighborhood, community environment, school environment, and health service. On the other hand, they felt uncomfortable with piled of garbage, bad drainage, and smashed pedestrian. Moreover, children worried about dense residential because it tends to conflagration as it happened before. In addition, they stated that they do not have playing ground and access to transportation service.This study was limited by some factors so that there was open "explanation room" that can be explored by other researcher. The limitation due to I, as a researcher, did not live in the Kelurahan Kwitang to observe child-rearing pattern in the family. I did not observe children for 24 hours so that child activity was not fully recorded. Instead of informant in the study was children, but I did not study psychology deeply. Therefore, I was not able to catch invisible gesture of children that would more reveal children's mind. In addition, I was not study sociology either so that I could not give specific picture of community life.