ABSTRAKWilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan merupakan salah satu daerah yang ditetapkan sebagai pusat wilayah pengembangan industri nasional. Salah satu potensi Industri yang cukup menonjol di wilayah ini adalah industri batik, yang dikategorikan sebagai industri sekunder dan dilakukan oleh industri kecil dan menengah.
Secara keseluruhan dalam wilayah Dati II Pekalongan terdapat 783 perusahaan industri batik skala kecil dan menengah. Pada tahun 1994, kelompok industri ini menghasilkan total produksi senilai Rp. 164,95 milyar dan mampu menyerap 32,42% dari seluruh angkatan kerja. Di samping sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, industri batik juga memberikan kontribusi yang tidak kecil terhadap devisa, sebab sebagian dari hasil produksinya juga telah dipasarkan ke luar negeri.
Dari total industri batik di atas, pada industri batik skala kecil memilki jumlah yang lebih banyak dibanding dengan skala menengah yaitu 507 (64,75%) yang tersebar dalam beberapa sentra indusri kecil. Adapun Penyerapan tenaga kerjanya sebesar 13,67% dart total angkatan kerja.
Pada satu sisi perkembangan industri batik yang cukup pesat di Kodya Dati II Pekalongan, memberikan dampak positif berupa penyedia lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, memberikan sumbangan terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah seta memberikan kontribusi terhadap devisa negara. Namun pada sisi lain juga memberikan dampak negatif, memberikan kontribusi terhadap pencemaran di beberapa sungai yang mengalir di wilayah Kodya Dati II Pekalongan yaitu Kali Loji, Kali Banger dan Kali Bremi. Sebab hampir keseluruhan pengusaha industri batik (khususnya skala kecil) membuang limbah tanpa pengolahan terlebih dahulu langsung ke badan air penerima antara lain ke beberapa sungai tersebut di atas.
Pencemaran terutama bersumber dari limbah cair yang berupa zat wama yang dihasilkan sisa bahan pewama, proses pencucian dan pembilasan kain batik. Wama menipakan indikator pencemaran air. Pembuangan air limbah berwama tidak hanya merusak estetika badan air penerima tapi juga meracuni biota air. Di samping itu kepekatan wama dapat menghalangi tembusnya sinar matahari sehingga akan mengurangi proses fotosintesis di dalam air, sehingga oksigen yang dibutuhkan untuk kehidupan biota air akan berkurang.
Penyebab lain kondisi pencemaran tersebut di atas antara lain upaya peningkatan kesadaran hukum dan penegakan hukum sulit dilaksanakan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain antara lain faktor peraturannya (hukum) , aparat penegak hukum dan pengusaha . Pada faktor peraturannya terlihat terdapat beberapa peraturan hukum yang memberi pengecualian terhadap industri batik yaitu perkecualian terhadap kewajiban AMDAL berdasarkan KEP-12/MENLH/3/1994 tentang Jenis Usaha yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL dan pengecualian khusus terhadap industri kecil batik antara lain perkecualian terhadap ijin (Pasal 13 (3) Uu No.5 tahun 1984), perkecualian terhadap kewajiban melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumberdaya alam serta pencegahan kerusakan dan pencemaran akibat kegiatan industri (pasal 21 ayat (3) Uu No.5 tahun 1984). Pada aparat penegak hukumnya masih belum adanya kesiapan yang matang dalam melaksanakan penegakan hukum dan pada pengusahanya masih rendahnya kesadaran hukumnya pengusaha.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan mekanisme penegakan hukum terhadap pengusaha industri kecil batik di Pekalongan, mengetahui bagaimana kesadaran hukum pengusaha yang dilihat dari indikator pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap terhadap hukum dan pola perilaku hukum pengusaha. Mengetahui apakah faktor pendidikan, informasi dan pendapatan dapat mempengaruhi kesadaran hukum pengusaha. Dan mengetahui hubungan antara penegakan hukum dengan kesadaran hukum pengusaha.
Untuk mendukung penelitian ini dipergunakan dua hipotesis, antara lain kesadaran hukum pengusaha dipengaruhi oleh pendidikan, informasi serta pendapatan dan terdapat hubungan antara kesadaran hukum dengan penegakan hukum lingkungan. Untuk menganalisis dan membuktikan hipotesis di atas, maka dalam penelitian ini akan diukur dan dianalisis sejumlah variabel antara lain: (1) untuk pembuktian hipotesis I, terdiri variabel bebas: tingkat pendidikan; tingkat Informasi yang diperoleh; tingkat pendapatan. variabel terikat: pengetahuan hukum; pemahaman hukum; sikap terhadap hukum; pola perilaku hukum, (2) untuk pembuktian hipotesis II, terdiri Bari tingkat keberhasilan penegakan hukum (variabel bebas) dan bngkat kesadaran hukum pengusaha (variabel bebas).
Penentuan sampel dilakukan secara purposive dengan kriteria pengusaha yang berada Sentra industri kecil batik yang berdekatan dengan sungai yang limbahnya diperkirakan dapat mempengaruhi perairan sungai (Kali Loji, Kali Banger dan Kali Bremi). Besarnya sampel ditentukan berdasarkan proporsi sebanyak 60 orang pengusaha (10,5% dari populasi).
Penelitlan ini merupakan penelitian deskriptif dengan mengunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan penyebaran kuisioner kepada responden (pengusaha) dan melakukan wawancara secara mendalam untuk meiengkapi kuesioner. Data Sekunder diperoleh dari staff kepustakaan, laporan dari Instansi yang terkait antara lain Dinas Perindustrian, Kantor Statistik, Bagian Hukum dan Bagian Perekonomian Kodya Pekalongan).
Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan komputer dengan Program SPSS 6.0 for Window. Dengan mengunakan pendekatan deskriptif analitis, maka digunakan distribusi frekuensi dan persentil untuk mengidentifikasi karakteristik Industri batik yang meliputi keadaan sosial ekonomi responden, kegiatan produksi batik, kondisi kesadaran hukum responden dan keberhasilan penegakan hukumnya. Untuk melihat hubungan antara faktor yang diperidrakan mempengaruhi kesadaran hukum (pendidikan, informasi dan pendapatan) dan penegakan hukum dengan kesadaran hukum digunakan Chi Square, dan untuk melihat keeratannya dilihat dari koefisien kontingensinya.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Penegakan hukum lingkungan telah dilakukan terhadap pengusaha industri kecil batik di Pekalongan baik secara preventif maupun represif. Secara preventif dilakukan melalui upaya-upaya: (i) sosialisasi hukum (melalui penyuluhan, pembinaan, media massa dan media elektronik ); (II) perijinan dan (iii). kerjasama dalam upaya pengelolaan lingkungan, yaitu dengan pembuatan IPAL terpadu. Secara represif masih terbatas penerapan sanksi berdasarkan PERDA No. 8 tahun 1991 terhadap pelanggaran pembuangan limbah cair. Secara menyeluruh penegakan hukum belum berhasil jika dilihat dari rendahnya ketaatan hukum sebagian besar pengusaha.
2. Secara umum pengusaha industri kecil batik Pekalongan memiliki tingkat kesadaran hukum yang rendah. Hal ini terlihat dari indikator kesadaran hukum yang rendah yaitu: (i) pengetahuan terhadap perilaku yang diatur oleh hukum rendah; (ii) pemahaman terhadap isi peraturan hukum yang rendah; (iii) sikap terhadap hukum yang kurang favorabel dan (iv) perilaku yang kurang sesuai dengan hukum.
3. Tingkat pendidikan pengusaha kurang berpengaruh terhadap kesadaran hukum pengusaha, jika dilihat dari indikator kesadaran hukum. Dalam kaitan ini tingkat pendidikan yang pernah diperoleh oleh pengusaha (dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi) ternyata tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan hukum; tingkat pemahaman hukum; dan sikap terhadap hukum. Khusus untuk pola perilaku hukum pengusaha, temyata dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Implikasi dari hal tersebut, bahwa pengusaha yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah mempunyai kecenderungan berperilaku yang kurang sesuai dengan ketentuan hukum, demikian sebaliknya, pengusaha yang berpendidikan tinggi akan cenderung berperilaku yang sesuai dengan ketentuan hukum. Dalam kaitan ini secara tidak langsung tingkat pendidikan pengusaha akan menjadi faktor pendorong dalam berusaha. Bagi pengusaha yang berpendidikan tinggi akan terdorong dan termotivasi untuk melanggengkan usahanya antara lain dengan mentaati dan mematuhi segenap ketentuan yang hukum yang berlaku khususnya yang terkait dengan bidang usahanya.
4. Informasi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kesadaran hukum pengusaha. Hal tersebut dapat dilihat darti adanya pengaruh antara tingkat Informasi yang didapatkan pengusaha dengan seluruh indikator kesadaran hukum, yaitu berpengaruh terhadap pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap terhadap hukum dan pola perilaku hukum. Pada kenyataannya tingkat informasi yang diperoleh pengusaha masih rendah, sehingga tingkat kesadaran hukum pengusaha juga rendah, dan sebailknya tingkat Informasi yang tinggi diperoleh sebagian kecil pengusaha menyebabkan kesadaran hukum yang tinggi.
5. Dihnjau dari keseluruhan indikator kesadaran hukum pengusaha temyata tingkat pendapatan Adak berpengaruh secara nyata, yaltu tingkat pendapatan tidak berpengaruh terhadap pengetahuan hukum. pemahaman hukum, sikap terhadap hukum dan pola perilaku hukum. Orientasi pengusaha batik pada dasamya memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder rumah tangganya.
6. Tingkat kesadaran hukum pengusaha temyata berhubungan dengan keberhasilan penegakan hukum dengan derajat hubungan yang kurang kuat, yaitu salah satu sebab ketidakberhasilan penegakan hukum terhadap industri kecil batik karena adanya kesadaran hukum yang rendah dari sebagian besar pengusaha.
E. Daftar Pustaka : 56 (1977 -1996)
ABSTRACTKotamadya Pekalongan is one of many areas decided to be the local area center for national industry development. One of the industrial potentials that is prominent in this area is the batik industry. It is categorized as secondary industry which is carried out by small and medium scale industries.Kotamadya Pekalongan has in total 783 small and medium scales batik industrial enterprises. In 1994, this industrial group produced a total of Rp. 164.95 billion and capable of accommodating 32.42 % of the total work force. Besides accommodating the largest number of work force, the batik industry also contributed towards foreign exchange, the amount of which is not small, because part of the produce is marketed abroad.Some of the small scale ones area greater in number compared to the medium scale industry, namely 507 (64.75 %) scattered In several small industrial centers. The absorption of the work force by them is 13.67 % of the total.On the one hand, the batik Industry's rapid development in the second level city of Pekalongan have a positive impact in the form of providing work, promoting community income, contributing towards regional economic growth as well as contributor towards foreign exchange. However, on the other side of the coin It gave a negative impact, particularly towards Increasing the pollution of several rivers that flow in the second level city of Pekalongan, namely Loll river, Banger and Bremi river. This Is due to the fact that almost the entire batik industry entrepreneurs (specially the small scale ones) released their waste without subsequent processing but directly into the recipient water body instead. Pollution, particularly came from liquid waste in the form color substances, washing processes and rinsing of batik material. Color constitutes and indicator of water pollution. Disposal of colored liquid waste not only destroyed the recipient water body esthetics but Intoxicate the water biotic as well. In addition, the intensity of color can hamper the penetration of sun light so those photosynthesis processes In the water and oxygen needed by water biotic life became reduced.Other causes of pollution i.e. legal awareness promotion and law enforcement are difficult to be carried out due to the influence of several factors like regulation itself, the law enforcement apparatus and the entrepreneurs. In the case of the regulation itself it can be seen that several regulations provided exemptions towards the batik industry, namely exemption towards the duty of environmental Impact assessment/AMDAL based on KEP-39/MENLH/8/1996 on the type of enterprise that must be completed with AMDAL and special exception towards batik small scale industry, among others: exemption towards towards batik small scale industry, among others: exemption towards permit (article 13 (3) Act No. 5 year 1984), exception towards the duty carrying out balancing and conservation endeavors of natural resources as well as preventing damage and pollution as a result of industrial activities (article 21 clausule (3) Act No. 5 year 1984). The law enforcing apparatus is still not yet ready in carrying out law enforcement and entrepreneur is still entertaining low level legal awareness.The study has as objectives to know the procedures and law enforcement mechanism towards batik small scale industry's entrepreneurs in Pekalongan; to know the entrepreneur's legal awareness seen from the aspects of legal knowledge, legal comprehension, attitude towards the law and legal behavior pattern of the entrepreneur. Finally to know relationship between law enforcement and legal awareness of the entrepreneur.To support this study two hypotheses were formulated, namely : the entrepreneurs legal awareness influenced by education, information and income. And, there is interaction between legal awareness and environmental law enforcement. To analyze and proved the hypothesis, hence, in this study the following were measured and analyzed, namely: Independent variables consisting of: level of education, level of information obtained and income level. Dependent variables, namely: legal awareness with the following indicators: knowledge towards law, comprehension towards the contents of laws and appropriate behavioral pattern with the law.Sample determination was carried out purposively with the criteria that the entrepreneur is staying at the batik small scale industry center that is near by the river which wastes was estimated to influence the river waters (Loji, Banger and Bremi rivers). The samples were determined.This study is a descriptive research by using primary as well as secondary data. The primary data was obtained by distributing questioners to respondents (entrepreneurs) and conducting In-depth Interviews to supplement the questioners. The secondary data was obtained by conducting literature study, reports of related Institutions like Industrial service, office of statistics, legal and economic department of the Pekalongan city administration.The data obtained was analyzed using a computer with SPSS Program for Window. By using the analytic descriptive approach, hence, frequency distribution was used to identity characteristics of the batik industry covering respondent's sodo-economic condition, batik production activities, legal awareness of respondents and law enforcement achievement. To see the relationship between factors expected to influence legal awareness (education, Information and income) and law enforcement with legal awareness, thence, the Chi Square test was used.Considering the results of the study, hence, several conclusions can be drawn, namely that1. Environmental law enforcement has been undertaken towards small scale batik industrial entrepreneurs in Pekalongan, both, preventive as well as repressive. Preventive measures were undertaken by way of legal socialization (by way of CIE, guidance, mass and electronic media), cooperation in integrated IPAL formulation and permits. Repressively, it is still limited to the field of administrative law, namely PERDA no. 8 year 1991 enforcement against liquid waste disposal. in its entirety it could be said that the law enforcement cannot as yet be considered as successful as can be seen from the low legal loyalty of the majority of entrepreneurs be considered as successful as can be seen from the low legal loyalty of the majority of entrepreneurs.2. In general, Pekalongan small scale industry entrepreneurs have a low level legal awareness. This can be seen from the several law enforcement indicators, namely: (i) legal knowledge of entrepreneurs is low; (ii) low level comprehension of contents of legal regulations; (iii) attitude towards the law which is not yet favorable and (iv) behavior pattern that is not yet in line with the law.3. Entrepreneur's educational level has lithe influence on this legal awareness, if viewed from the legal awareness indicator aspect. In this connection, the level of general education ever obtained (from the primary up to tertiary education) turned out to have no influence on the level of legal knowledge; level of comprehension on the contents of legal regulations; legal attitude. In general, the important determinant factor is the fact that general education curriculum, do not contain environmental legal aspects. But, in the case of entrepreneur's legal behavior pattern, it turned out to be influenced by the level of education. The implication is that entrepreneurs who are of low educational level tend to behave less in accordance to legal stipulations. The reverse is true, namely entrepreneurs oh high educational level will become the driving force in entrepreneurship. Entrepreneurs of high educational level will be pushed and motivated to conserve their enterprise by, among others, observing all existing legal stipulations, particularly those related to their field of trade.4. If viewed from the respective legal awareness indicators, namely: (i) educational level towards environmental legal stipulations; (ii) comprehension level of environmental legal stipulations; (iii) attitude towards environmental legal stipulations and (iv) legal behavior pattern, it turned out that the role of information Is very influential. In fact, the converse is true namely that high information level obtained will lead to high legal awareness.5. Viewed from the entire entrepreneur's legal awareness indicator, it turned out that income level has no Influence factually. Basically, the batik entrepreneur's orientation is to get the biggest profit to meet their primary and secondary household needs.6. The entrepreneurs legal awareness level turned out to have relationship with law enforcement achievement. The failure of law enforcement towards small scale batik industry is due to the presence of low legal awareness among the majority of the entrepreneurs.E. Total of references : 54 (1977 until 1996)