ABSTRAKMasalah pencemaran lingkungan khususnya yang disebabkan oleh adanya sampah di DKI Jakarta pada saat ini menunjukkan kecenderungan yang semakin serius. Kondisi ini diperberat lagi dengan adanya pertambahan jumlah penduduk yang relatif pesat melalui arus urbanisasi. Diperkirakan sampai pada akhir abad ini jumlah penduduk yang bermukim di Jakarta akan mencapai sekitar 16 juta jiwa. Hal inilah yang akan memacu munculnya pemukiman kumuh di DKI Jakarta, terjadinya pencemaran lingkungan, dan timbulnya berbagai penyakit.
Adanya sampah yang tidak terangkut ini khususnya untuk wilayah Kota Jakarta Pusat, diperkirakan mencapai 508,3 m3 atau 100,9 ton per hari, atau kurang lebih 17 % dari seluruh produksi sampah (Dinas Kebersthan DKI Jakarta, 1993). Hal ini tentu akan menimbulkan permasalahan tersendiri, terutama pencemaran lingkungan yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit di masyarakat.
Untuk itu upaya perbaikan sistem pengelolaan sampah khususnya di daerah-daerah kumuh merupakan hal yang mutlak untuk menciptakan lingkungan kesehatan yang lebih baik. Hal ini merupakan tindakan preventif untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih sehat.
Dalam penelitian ini ditarik hipotesis sebagai berikut :
1. Sistem pengelolaan sampah rumah tangga di daerah pemukiman kumuh masih belum efektif dan efisien, sehingga akan lebih banyak sampah yang tidak terkelola / terangkut sampai ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
2. Penduduk yang bermukim di daerah kumuh memiliki risiko yang lebih besar terhadap kemungkinan timbulnya prevalensi penyakit.
Adapun penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan kumuh wilayah Kota Jakarta Pusat. Melalui sistem pengelolaan sampah yang lebih baik diliarapkan akan mampu menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui secara nyata keterkaitan antara sistem pengelolaan sampah khususnya di daerah kumuh dengan kondisi kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah kumuh tersebut
2. Memberikan masukan masukan (inputs) bagi para penentu kebijakan (decision makers) untuk menetapkan alternatif-alternatif pemecahan masalah dalam pengelolaan sampah di daerah kumuh yang paling efektif dan efsien untuk mengurangi timbulnya prevalensi penyakit.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Jakarta Pusat dengan alasan karena daerah ini merupakan daerah terpadat penduduknya, dengan tingkat kepadatan 232 jiwa per hektar pada tahun 1994 (Kantor Statistik Kodya Jakarta Pusat, 1995) dan paling banyak pemukiman kumuhnya dibandingkan dengan empat wilayah kota lainnya di DKI Jakarta.. Tingkat kepadatan penduduk yang demikian itu akan menimbulkan suatu masalah sendiri, khususnya terhadap kondisi kesehatan masyarakat, akibat adanya produksi sampah padat.
Berdasarkan analisis data diperoleh hasil-hasil penelitian sebagai berikut :
1. Sebagian responden menyatakan bahwa ada timbunan sampah yang tidak terambil oleh petugas kebersihan yang jumlalmya paling banyak mencapai 25 % dari jumlah produksi sampah. Timbunan sampah yang tidak terambil tersebut dirasakan mengganggu kehidupan warga di sekitarnya, terutama karena bau yang tidak sedap dan khawatir dapat menimbulkan penyakit. Di daerah kumuh Kebon Kacang, jumlah sampah yang tidak terangkut, tidak ada kaitannya dengan jumlah penderita penyakit. Sedang di daerah kumuh Kampung Rawa jumlah sampah yang tidak terangkut ini ada hubungan nyata dengan jumlah penderita penyakit.
2. Di daerah kumuh Kebon Kacang, persentase anggota keluarga yang menderita penyakit dalam satu bulan terakhir mencapai 30,21 %. Dari jumlah penderita ini, 60 % berjenis kelamin pria, dan sisanya berjenis kelamin wanita. Jenis penyakit yang paling banyak diderita adalah penyakit batuk / pilek, mencapai 62,07 %. Umur para penderita penyakit paling banyak terjadi pada kelompok umur dibawah 10 tahun.
3. Di daerah kumuh Kampung Rawa, persentase anggota keluarga yang menderita penyakit dalam satu bulan terakhir mencapai 34,26 %.
4. Dari jumlah penderita ini, 54 % berjenis kelamin pria, dan sisanya berjenis kelamin wanita. Jenis penyakit yang paling banyak diderita adalah penyakit kulit / gatal-gatal, mencapai 28,57 %. Umur Para penderita penyakit paling banyak terjadi pada kelompok umur antara 30 - 40 tahun dan 40 - 50 tahun.
5. Untuk daerah kumuh Kebon Kacang terungkap bahwa jumlah penderita penyakit sangat lemah kaitannya dengan variabel-variabel, seperti jumlah sampah tidak terangkut, produksi sampah, luas bangunan rumah, tingkat penghasilan, jumlah anggota keluarga, frekuensi pengambilan sampah, maupun tingkat pendidikan. Di antara variabel-variabel tersebut, hanya variabel-variabel sampah tidak terangkut, produksi sampah, dan tingkat pendidikan yang memiliki kaitan paling dekat dengan jumlah penderita penyakit, mencapai 18,5 % saja.
Untuk daerah kumuh Kampung Rawa terungkap bahwa jumlah penderita penyakit sangat lemah kaitannya dengan variabel-variabel, seperti jumlah sampah tidak terangkut, produksi sampah, has bangunan rumah, tingkat penghasilan, jumlah anggota kehnnga, frekuensi pengambilan sampah, maupun tingkat pendiddtan.. Di antara variabel-variabel tersebut, hanya variabel tingkat penghasilan yang memiliki kaitan paling dekat dengan jumlah penderita penyakit, mencapai 17,64 % saja.
Secara umum sistem pengelolaan sampah ini kecil peranannya dalam mengakibatkan terjadinya kasus penyakit. Sistem pengelolaan sampah yang dilakukan pada saat ini khususnya di daerah kumuh Jakarta Pusat belum dapat digolongkan efektif dan efisien.
Upaya untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah ini dapat dilakukan dengan penyuluhan kepada warga masyarakat untuk mengupayakan minimisasi limbah. Adanya kesadaran untuk usaha minimalisasi ini perlu ditumbuhkembangkan. Perlu pula upaya dari Pemerintah Daerah untuk menambah sarana pembuangan sampah dengan penutup yang rapat untuk menghindari kontak dengan binatang-binatang sebagai vektor penyakit.
ABSTRACTThe Relationship Between Solid Waste Management and the Public Health Condition in Slum Area (Case Study of Kebon Kacang and Kampung Rawa, Central Jakarta)The problem of environmental pollution especially caused by solid waste in Jakarta tend more serious. This condition is exaggerated by the fast population growth through urbanization. Until the end of this century the total population of Jakarta was predicted reach to a high of 16 million people. This condition will cause the broader of slum area, environmental pollution, and trigger several diseases.The untransported solid waste in Central Jakarta is calculated to a high of 508,3 m3 or 100,9 ton per day, or more less 17 % of the total solid waste1. To know the relationship between solid waste management system especially in slum area and the society health condition who live in that area.2. To give inputs to the decision makers to decide the best alternatives problem solving within the solid waste management in slum area in order to alleviate the prevalence of diseases.The research was conducted in Central Jakarta with the reasons that this area is including the densest populated with the level of dense reach to a high of 232 people per hectare in 1994 (Kantor Statistik Kodya Jakarta Pusat, 1995), and the greatest slum houses compared to the fourth other municipality in Jakarta, With the level of population density & the solid waste production will cause environmental problems, especially to the society health.Base on the data analysis, the results of research is described in the following 1. There are several respondent acknowledge that not all of solid waste production were managed or transported to Ultimate Waste Disposal The highest amount of untransported solid waste reach 25 % from the total solid waste production. The untransported solid waste were disturbed the people who lived in the surroundings, especially of the smelt and afraid of the transmitted diseases. In the slum area of Kebon Kacang, the total of untransparted solid waste have no relationship to the total of people who suffer disease. Whereas, in slum area of Kampung Rawa, the total of =transported solid waste have a significance relationship to the total of people who suffer disease.2. In the slum area of Kebon Kacang, the percentage of household member who suffer disease within recent one month reach to a high of 30,21 %. From this total of people, 60 % were gents and the rest were ladies. The most disease incidence was cough or cold, reach 62,07 %. The most of people who suffer disease was aged under group of 10 year.3. In the slum area of Kampung Rawa, the percentage of household member who suffer disease within recent one month reach to a high of 34,26 %. From this total of people, 54 % were gents and the rest were ladies. The most disease incidence was skin disease or itchy, reach 28,57 %. The most of people who suffer disease was aged under group between 30 - 40 year and 40 - 50 year.4. In the slum area of Kebon Kacang, the total of people who suffer disease have slight relationship with the variables : =transported solid waste, solid waste production, area of house, level of income, member of family, solid waste taking frequency, and education level. Among that variables, only variables : untransported solid waste, solid waste production, and education level have greatest relationship to the total of people who suffer disease, reach 18,5 %.5. In the slum area of Kampung Rawa, the total of people who suffer disease have slight relationship to the variables : untransported solid waste, solid waste production, area of house, level of income, member of family, solid waste taking frequency, and education level. Among that variables, only variables income level have greatest relationship with the total of people who suffer disease, reach 17,64 %.In general the solid waste management system have little role within causing the disease. The solid waste management system especially in slum area of Central Jakarta can not be classified effective and efficient.The efforts to improve the solid waste management can be done by doing extension to the society to do waste minimalization. It is needed that the Local Government increase the facilities of solid waste bin complete with cap in order to avoid contact of animals as disease vector.