Dewasa ini masalah kejahatan tidak semata-mata dilihat sebagai masalah dalam hukum pidana, tetapi hal itu dikaji dalam kerangka berpikir yang lebih luas, yaitu dipadang pula sebagai masalah sosial. Hal itu menyebabkan penanggulangan kejahatan harus dikaitkan dengan persoalan-persoalan lain di luar hukum pidana, terutama dengan masalah kebijakan. Sebagai konsekuensinya aparat peradilan pidana dalam melaksanakan tugasnya mesti benar-benar memperhatikan berbagai kebijakan yang ditetapkan terhadap suatu kejahatan tertentu karena selain sebagai pedoman yang menentukan ke arah mana penegakan hukum pidana itu harus dilakukan. Hal itu juga menjadi batu ujian apakah upaya penanggulangan yang dilakukan telah benar efektif dan efesien. Adakalanya ditentukan untuk mengadakan penegakan hukum sepenuhnya terhadap suatu kejahatan, tetapi adakalanya pula kepada aparat peradilan pidana diberikan wewenang diskresi.
Subsistem kepolisian sebagai "gatekeepers" sistem peradilan pidana memainkan peran sentral karena proses peradilan pidana diawali dari subsistem ini. Adanya wewenang diskresi mengakibatkan kepolisian merdeka untuk menentukan apakah suatu tindak pidana akan disidik dan akan diteruskan kepada subsistem peradilan pidana setanjutnya atau tidak. Meskipun demikian, subsistem kepolisian juga sedapat mungkin mengupayakan pencegahan terhadap terjadinya suatu kejahatan. Dalam hal ini aparat kepolisian juga dipandang sebagai "goat prevention officers".
Terhadap tindak pidana narkotika dan psikotropika ada beberapa kebijakan khas yang berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas Polri. Terhadap peredaran gelap narkotika dan psikotropika Polri dituntut untuk dapat mengadakan penegakan hukum secara tegas, untuk itu Polri "dipersenjatai" dengan berbagai wewenang tambahan agar lebih proaktif memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Bagi Polri dibuka kemungkinan kerja sama internasional dalam menghadapi masalah ini, baik bersifat bilateral, regional maupun multilateral. Terhadap penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, Polri lebih banyak melakukan pendekatan kesejahteraan mengingat karakter khas tindak pidana ini yang memandang pelaku sekaligus korban dan kecenderungan pelakunya adalah anak-anak dan remaja atau generasi muda pada umumnya.