ABSTRAKPenyakit diare sampai saat ini masih tetap sebagai permasalahan kesehatan masyarakat yang perlu ditanggulangi secara- terus menerus. Peran serta masyarakat mempunyai andil yang besar dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare. Hal ini menjadi sangat penting, karena kegiatan tersebut sangat bertumpu pada perilaku dari masyarakat. Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan, khususnya di daerah penelitian Kelurahan Semanan I, Kecamatan Kalideres Jakarta Barat.
Jenis disain penelitian ini adalah `analyzed cross sectional", yang bertujuan untuk mengetahui perilaku pencarian pengobatan penderita diare, faktor-faktor yang mungkin berhubungan dan faktor dominan yang mempengaruhinya. Penelitian dilakukan terhadap sejumlah 3.636 jiwa dan yang berhasil diteliti perilaku pencarian pengobatan diare adalah 419 kasus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka maiden diare selama dua minggu untuk semua kelompok umur di Kelurahan Semanan I adalah 12,5%, dan kejadian diare adalah 0,59 kali per orang selama satu tahun. Sedangkan episode diare balita terjadi 3,7 kali per anak selama satu tahun. Penderita diare yang terbanyak adalah kelompok umur balita dan bayi, masing-masing 60,9% dan 22,4%. Lama sakit diare bervariasi yang banyak dipilih adalah berobat ke bidan (14,3%), Puskesmas (12,6%), tidak mencari pengobatan sama sekali (11,2%), perawat (6,9%), pengobatan tradisionil/dukun bayi (6,7%), kader kesehatan (4,3%), dokter (2,9%) dan klinik kesehatan (2,2%). Tempat rujukan yang dianggap lebib layak adalah Puskesmas, Praktek Dokter dan Bidan. Penelitian ini mendapatkan bahwa Puskesmas merupakan tempat rujukan yang paling banyak dikunjungi dibanding fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yaitu 74,3%. Faktor-faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan adalah sebagai berikut : pada lapisan pertama antara tidak mencari versus mencari pengobatan adalah; sikap pengobat, pekerjaan, persepsi akibat dan lama sakit. Sedangkan pada lapisan ke dua antara mengobati sendiri versus ke pengobat adalah; persepsi gawat, sikap pengobat, pengetahuan penyakit, lama sakit dan biaya berobat Selanjutnya pada lapisan ke tiga antara ke pengobat tradisionil versus ke pengobat modern adalah; kepercayaan gaib dan lama sakit dan pada lapisan ke empat antara pilihan ke fasilitas pelayanan Puskesmas versus pelayanan swasta adalah; jarak, persepsi gawat, pendidikan, persepsi akibat dan sikap pengobat.
Sudah waktunya bahwa kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat tidak hanya dititik beratkan pada pelayanan pengobatan di Puskesmas, namun secara proaktif kegiatan pelayanan kesehatan perlu lebih diarahkan pada promosi kesehatan dan pelayanan prevensi sekunder yaitu mendorong masyarakat untuk berobat yang benar, terutama terhadap yang rentan menderita diare.