Perubahan struktur dalam skala global telah memaksa setiap negara yang ingin membangun ekonominya bersedia membuka hubungan interpendensi global dengan segala segala konsekwensi multilateralnya. Deregulasi ekonomi yang dilakukan pemerintah Indonesia sejak tahun 1986, telah memungkinkan dunia usaha dapat mengeksploitasikan keunggulan komparatif ekonomi nasional. Demikian pula skala produksi nasional dapat ditingkatkan serta menjadi efisien dengan semakin meningkatnya keunggulan komparatif ekonomi nasional.
Sesuai dengan undang-undang Republik Indonesia No.:8 tahun 1971, ARCO Indonesia sebagai investor asing, telah disyahkan Pemerintah Indonesia sebagai Kontractor Production Sharing (KPS) Pertamina dengan tujuan mengalihkan resiko biaya operasi pencarian/eksplorasi sampai penemuan cadangan commercial. ARCO Indonesia sebagai KPS Pertamina secara formal telah melaksanakan kebijakan Pemerintah R.I. dalam pengadaan barang dan jasa melalui Procurement Policies and Procedure Manual (PPPM) dan Bulletin Procedure Pertamina no.: 077. Tetapi jika dilihat sistem dan proses pengadaan barang dan jasa di ARCO Indonesia terdapat pengulangan pada Department Contract Adminstration (CAD), dimana end users/originator serta Departmental Contract Administrator(DCA) telah melakukan proses persiapan sampai menjadi sebuah kontrak sesuai dengan Keppress 16 tahun 1994 / Bulletin Procedure Pertamina no: 077. Ini mengakibatkan sistem dan proses yang tidak efisien karena banyak biokrasi yang ditempuh sehingga menimbulkan ekses negatif terhadap perusahaan.
Penelitian ini menggunakan kajian pustaka dan observasi langsung keobjek perusahaan ARCO Indonesia dengan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa ARCO Indonesia sebagai KPS Pertamina, untuk menghindari duplication job demi peningkatan efisiensi dalam sistem dan proses pelayanan kontrak, perlu adanya perancangan kembali/reengineering terhadap sistem dan proses yang dipakai saat ini.