Didalam industri perbankan dana diibaratkan sebagai darah di dalam tubuh manusia, berarti pengelolaan dana merupakan hal yang sentral dan perlu mendapat perhatian serius dari pengelola bank. Berkenaan dengan hal itu, peranan pengelolaan likuiditas menjadi sangat penting mengingat pula kepercayaan yang diemban industri perbankan itu sendiri.
Besar kecilnya penyediaan alat likuid akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat disatu pihak dan dilain pihak dapat menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan pendapatan bunga. Bank Alco sebagai bank yang mempunyai misi menjadi bank besar dengan cabang yang banyak dan letaknya tersebar di seluruh propinsi mempunyai karakteristik tersendiri didalam pengelolaan likuiditasnya. Pengelolaan likuiditas, apabila mengambil konsep value chain, akan dimulai dari pemeliharaan saldo kas, kemudian pengelolaan saldo giro pada BI dan penempatan dana pada cadangan sekunder.
Didalam pemeliharaan kas pada Bank Alco belum mempunyai tolok ukur guna mencapai saldo kas yang optimal. Dengan menggunakan pendekatan kinerja yang lalu (Past Historical Approach) didapat penekanan terhadap saldo kas yang pada gilirannya penghematan saldo kas yang didapat dapat dimanfaatkan untuk ditempatkan di pasar uang. Atas penempatan tersebut didapat kontribusi bagi profitabilitas.
Sedangkan menyangkut pengelolaan saldo giro pada BT berkenaan pula dengan kewajiban minimum giro pada BI yang harus senantiasa dipelihara bank (dikenal dengan ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM). Pengelola GWM pada Bank Alco dipegang oleh pialang pasar uang (dealer money market) yang juga sekaligus bertugas untuk menempatkan kelebihan dana yang sementara belum digunakan ke sektor kredit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengelolaan likuiditas yang dilakukan oleh pialang (dealer) menyangkut 2 fungsi yaitu fungsi mengelola aliran dana (cash flow) dan fungsi jual beli dana (trading). Dengan kedua fungsi tersebut, maka seyogyanya kedua fungsi tersebut dilakukan oleh 2 jabatan, yaitu pengelola aliran dana (cashflow) dan pengelola jual beli dana (trading). Sehingga pengelolaan GWM maupun pengelolaan penempatan pada cadangan sekunder dapat lebih optimal.