Pembangunan industri diarahkan untuk menuju kemandirian perekonomian nasional, meningkatkan kemampuan bersaing, dan menaikkan pangsa pasar dalam negeri dan pasar luar negeri dengan selalu memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, dalam rangka melaksanakan pembangunan yang berasaskan pembangunan yang berkelanjutan. Kecuali pertumbuhan ekonomi, ternyata telah terjadi pula akibat negatif yaitu perusahaan industri (pabrik-pabrik) masih saja melakukan pencemaran lingkungan, di antaranya dengan cara membuang limbah cairnya ke dalam air (sungai} yang melampaui baku mutu limbah cair. Diduga bahwa hal itu disebabkan karena pengaturan hukum tentang izin pembuangan limbah cair ke dalam air dan kegiatan industri kurang memadai. Masalah yang diteliti pada pokoknya di rumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah pengaturan hukum tentang cara penetapan baku mutu limbah cair yang dituangkan dalam izin pembuangan limbah cair ke dalam air?
Bagaimanakah konsistensi (sinkronisasi) ketentuan tentang penetapan baku mutu limbah cair yang dituangkan dalam izin pembuangan limbah cair ke dalam air dengan peraturan perundang-undangan terkait?
Bagaimanakah penegakan hukum tentang ketentuan izin pembuangan limbah cair ke dalam air dari kegiatan industri?
Bagaimanakah dampak ekonomis pengaturan hukum pemberian izin pembuangan limbah cair ke dalam air dari kegiatan industri?
Penelitian dilaksanakan dengan metode penelitian hukum normatif dan empiris, yang berlokasi di Kotamadya Ujung Pandang dan Jakarta. Hasil penelitian ini pada pokoknya sebagai berikut:
1. Pengaturan hukum tentang cara penetapan baku limbah cair yang akan dituangkan dalam izin pembuangan limbah cair ke dalam air dari kegiatan industri berdasarkan PP No.20 tahun 1990 sebagai salah satu aturan pelaksanaan UULH adalah kurang memadai, yaitu berlaku secara umum untuk industri yang sejenis tanpa mengatur/memperhitungkan jumlah perusahaan industri pabrik yang akan membuang limbah cairnya ke sungai yang telah ditentukan, dan tidak adanya pengaturan bahwa sungai tertentu ditetapkan sebagai tempat pembuangan limbah cair. dan kegiatan industri (pabrik). Pengaturan demikian itu tidak dapat dipakai untuk mengantisipasi perkembangan jumlah kegiatan industri (pabrik) di masa yang akan datang, yaitu dengan semakin besarnya jumlah pabrik yang akan membuang limbah cairnya ke sungai tersebut, maka dapat diperkirakan bahwa ambien sungai tersebut akan terlampaui/sungai tersebut akan tercemar.
2. Tidak terdapat sinkronisasi peraturan antara PP No.20 tahun 1990 dengan Perda Kotamadya Dati II Ujung Pandang No.5 Tahun 1993 dan petunjuk pelaksanaan Perda tersebut, dalam Pasal 26 ayat (3) PP No.20 tahun 1990 menyatakan, bahwa izin pembuangan limbah cair dicantumkan dalam izin Ho, sedang Perda tersebut tidak mencantumkan izin pembuangan limbah cair ke dalam air sebagai syarat pemberian izin tempat usaha Ho. Demikian pula keputusan Menteri Perindustrian No.150 Tahun 1995 pada Pasal 2 ayat (4) tidak mencantumkan izin pembuangan limbah cair ke dalam air sebagai syarat pemberian izin usaha industri, karenanya dengan izin usaha industri sebagai dasar hukum bagi perusahaan industri untuk berproduksi sebesar-besarnya tanpa memiliki izin pembuangan limbah cair ke dalam air yang berakibat tercemarnya air (sungai).
3. Penegakan hukum mengenai ketentuan izin pembuangan limbah cair ke dalam air di Kotamadya Ujung Pandang masih sangat lemah, baik dari aspek administratif, dari aspek perdata maupun dari aspek pidana.
4. Dampak ekonomis pengaturan pemberian izin pembuangan limbah cair ke dalam air dari kegiatan industri, yaitu biaya pengadaan dan pengoperasian alat pengolah limbah cair bagi perusahaan industri di Kotamadya Ujung Pandang, berpengaruh terhadap biaya produksi bagi perusahaan industri yang bersangkutan.