Permasalahan kemiskinan pascakonflik sosial sudah berlangsung beberapa tahun, akan tetapi proses untuk merehabilitasi masyarakat tersebut belum berhasil secara optimal. Masyarakat pascakonflik sosial membutuhkan suatu upaya pemberdayaan yang dapat meningkatkan kemampuan masyarakat itu kembali ke keadaan semula, bahkan lebih baik.
Tesis ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai pemberdayaan masyarakat pascakonflik sosial melalui program Community Based Livelihood Initiatives (CBLI) di desa Lalubi, kecamatan Crane Timur, kabupaten Halmahera Selatan, propinsi Maluku Utara. Program ini dijalankan oleh sebuah lembaga non pemerintah, yaitu Yayasan Tanggul Bencana (YTB).
Permasalahan ini diambil karena sudah begitu banyak pola pemberdayaan masyarakat yang dilakukan, baik oleh pemerintah maupun lembaga non pemerintah. Semuanya itu turut berperan dalam pembangtinan, sekecil apa pun peran mereka, termasuk program CBLI yang ditangani oleh YTB.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan berusaha untuk menggali informasi secara mendalam mengenai pola pemberdayaan masyarakat melalui program CBLI. Pemilihan informan merupakan informan yang lebih mengetahui secara teknis dan Iangsung sebagai sumber data yang dicari. Untuk pengumpulan data tersebut menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth interview), partisipan observasi, dan studi dokumentasi. Ketiga teknik itu digunakan untuk saling melengkapi sehingga dapat mengungkapkan realita sesungguhnya dari berbagai jawaban informan.
Adapun teori yang dijadikan rujukan dan kerangka analisis dalam penelitian ini adalah konsep pemberdayaan oleh tentang pendekatan pemberdayaan dalam upaya menumbuhkembangkan peranan stakeholders dan mengembangkan metodologi pembinaan dalam pelaksanaan pemberdayaan itu sehingga menjadikan masyarakat berdaya yang berarti juga kemandirian masyarakat. Selain itu konsep Intervensi Kesejahteraan Sosial menurut Cox (2001) yang merupakan tahapan pemberdayaan dari tahapan persiapan, pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan terminasi program.
Hasil penelitian menunjukkan suatu hubungan peranan yang terjadi antara peran pemerintah desa, peran tokoh agama, peran organisasi non pemerintah yang dalam hal ini adalah YTB mempunyai peranan dalam penyediaan sarana dan prasarana serta program yang realistis bagi kebutuhan masyarakat.
Hasil penelitian dari wawancara mendalam adalah melalui pendekatan kelompok terjadi proses penguatan di dalam masyarakat. Masyarakat menentukan sendiri pengurus kelompoknya, membuat aturan-aturan, membuat sanksi-sanksi yang disepakati, pemecahan masalah secara musyawarah, kesadaran untuk mengembalikan dana pinjaman, dan adanya tabungan kelompok.
Dikaitkan dengan kebijakan YTB, hasil penelitian mendalam dari program CBLI belum sepenuhnya sesuai dengan konsep pemberdayaan yang mengarah kepada kemandirian, yang terlihat sangat kuat adalah pemberdayaan ekonomi. Akan tetapi variabel adanya menumbuhkembangkan kerja sama dan keterpaduan antara unsur stakeholders, menumbuhkembangkan fungsi partisipasi masyarakat dalam kelompok sasaran, peningkatan kesadaran, dan peningkatan motivasi sudah berjalan dengan baik. Sedangkan peningkatan sumber daya manusia (intelektual) melalui peningkatan ketrampilan belum sesuai dikarenakan kebutuhan yang baru berjalan dari proses pelaksanaan program hanya kepada pembimbingan administrasi pembukuan yang sederhana.
Penelitian ini juga menemukan, bahwa proses pelaksanaan program CBLI memiliki tahapan-tahapan dan relevan dengan tahapan Intervensi Kesejahteraan Sosial yang dirumuskan oleh Cox (2001). Meskipun dalam aktivitasnya berbeda, tetapi secara substansi pola penanganan program CBLI dan Cox relatif sama.
Kendala yang dihadapi lembaga dalam pemberdayaan masyarakat melalui program CBLI terkait dengan koordinasi secara strulctural dari pemerintah daerah dalam mengembangkan pembangunan di desa Lalubi, faktor internal dari WG yang secara personal hanya ditangani oleh satu orang saja, yang mengakibatkan CO hanya menunggu petunjuk dari WG, dan pada kelompok sasaran, dimana motivasi dan kepercayaan terhadap anggota kelompok yang lain belum sepenuhnya.
Berdasarkan temuan penelitian tersebut, maka disarankan agar lembaga melakukan konsolidasi pengurus WG yang difasilitasi oleh YTB, CO juga diberikan kepercayaan dalam mengelola kelompok. Saran kepada Kelompok Sasaran adalah pertemuan kelompok perlu terus dijaga agar menghindari ketidakpercayaan dan turunnya motivasi untuk mengembangkan diri, kelompok juga perlu menjaga aturan-aturan kelompok yang disepakati bersama, dan perlunya saling membantu dan mendukung semacam rantai agar anggota kelompok yang sudah menjalankan usaha dapat membeli dan menjual sehingga terjadi putaran uang yang lancar. Saran kepada Pemerintah Daerah adalah meningkatkan koordinasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.