Keberhasilan pembangunan yang telah diamanatkan melalui TAP MPR dan GBHN tahun 1993 ditentukan dan ditunjang oleh dana yang sifatnya sektoral dalam APBN dan regional dalam APBD TK. I, APBD TK. II Kabupaten juga partisipasi masyarakat yang berbentuk swadaya masyarakat.
Dalam pengentasan kemiskinan pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan taraf hidup di desa tertinggal yaitu Inpres No. 5 Tahun 1993 sedangkan dalam pelaksanaannya telah ditingkat Propinsi dikeluarkan Instruksi Gubernur No. 13 Tahun 1994 dan Surat Keputusan Gubernur No. 144 Tahun 1994.
Penanggulangan kemiskinan di dalam operasionalnya memerlukan adanya suatu kerja sama yang meliputi anggaran koordinasi, perencanaan, pengaturan monitoring dan evaluasi namun dalam teknisnya masih ada kendala baik yang sifatnya intern maupun ekstern.
Dalam penelitian di Propinsi Jawa Barat pada tahun 1990 masih terdapat penduduk miskin sekitar 4,8 juta jiwa dari jumlah penduduk 27,2 juta; hal tersebut menjadi suatu beban yang cukup berat dalam pelaksanaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei-deksriptif dimana sumber data di peroleh dari desa tertinggal yaitu Desa Buah Bata Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. Teknik pengumpulan data melalui studi lapangan dan studi pustaka serta teknik wawancara dan kuesioner.
Program IDT No. 5 Tahun 1994 dalam pemanfaatannya tanpa adanya penunjang dari dana anggaran sektoral pusat dan regional tingkat Propinsi, Kabupaten serta swadaya masyarakat tidak mungkin cepat tercapai dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dalam program Pengentasan Kemiskinan di Desa Tertinggal.