Peningkatan Gas-gas Rumah Kaca (GRK) akibat kegiatan manusia alamiah dapat menyebabkan perubahan iklim bumi yang memberi pengaruh merugikan pada lingkungan hidup dan kehidupan manusia.
Peranan konsentrasi GRK yang stabil di atmosfir mempunyai arti yang sangat penting bagi keberlanjutan kehidupan di bumi, di mana adanya GRK khususnya CO2. dan CH4 yang berlebihan akan dapat meningkatkan panas bumi, dengan meningkatnya panas bumi akan dapat menyebabkan naiknya permukaan air laut. Bila hal ini terjadi maka akan dapat mengancam kehidupan negara kita sebagai negara kepulauan dimana pemukiman, pertanian dan lain-lainnya berada di kawasan pesisir.
Indonesia mempunyai peranan strategis dalam struktur iklim geografis dunia karena sebagai negara tropis equator yang mempunyai hutan tropis basah terbesar kedua di dunia dan negara kepulauan yang memiliki laut terluas di dunia mempunyai fungsi sebagai penyerap GRK yang besar.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk :
1. Mendapatkan suatu cara prakiraan rosot dan emisi C02 di sektor kehutanan sesuai kondisi hutan tropis Indonesia.
2. Mendapatkan suatu model komputer untuk meramalkan rosot dan emisi C02 di masa mendatang sesuai dengan kondisi hutan Indonesia.
3. Mendapatkan suatu pilihan mitigasi untuk memperoleh net C02 yang lebih besar di sektor kehutanan.
Dari permasalahan tersebut, hipotesa yang diajukan adalah :
1. Ada kecenderungan Total rosot C02 dan Total emisi C02 meningkat akibat kegiatan manusia dan alam.
2. Peningkatan net C02 di sektor kehutanan lebih besar, bila dilakukan minimisasi emisi C02.
Metode.
Untuk menghitung besar Rosot CO2. dan Emisi C02 di Sektor Kehutanan dipakai model diagram alir Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dengan teknik pengambilan sampel lnventori, sementara untuk meramalkan besar rosot CO2 dan emisi C02 tersebut dipakai model komputer Program Powersim yang dimodifikasi dari diagram alir model IPCC (1995) tersebut di atas.
Hasil Inventori
Perhitungan Rosot dan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dipakai dengan metode IPCC (1995) di Sektor Kehutanan dengan tahun basis 1990 yang membagi 3 (tiga) kegiatan yaitu: 1. Perubahan stok biomassa dan hutan; 2. Konversi hutan dan alang-alang; 3. Pengelolaan lahan yang diabaikan.
1. Perubahan Stok Biomassa dan Hutan
Hasil perhitungan Rosot CO2. dan Emisi CO2 diperoleh emisi sebesar 1.569.519,73 kiloton CO2. (kt. C02).
Pemisahan (sequestration) CO2 dari pertumbuhan kembali hutan produksi dan konversi pada tahun 1990 sebesar 93% dipisahkan dan dan hutan tanaman industri hanya 4%, dengan demikian hutan dapat merupakan rosot CO2. Dalam studi ini, biomassa yang dipakai sebagai kayu bakar diasumsikan 10% dari produksi biomassa hutan tanaman, 15% dan produksi hutan produksi dan konversi serta 15% dari produksi hutan bakau.
Jumlah biomassa untuk kayu bakar yang sebesar 10% tersebut adalah 2.541,12 kilo ton (kt).
Selanjutnya, komsumsi kayu untuk kegunaan lainnya pada tahun 1990 sebanyak 22.632,25 kt, jika ditambahkan dengan komsumsi kayu bakar= 2.541,12+ 22.632,25 kt= 25.173,37 kt, sedang kayu yang diambil dari penebangan hutaan sekitar 24.726,13 kt, jadi total komsumsi kayu dari Stok= 447,24 kt atau total komsumsi kayu- total kayu tebangan, jadi Pemisahan Karbon= 428.050,84 kt yang ekivalen dengan 428.050,84 x 44/12 kt CO2= 1.569.51,73 kt CO2.
2. Konversi Hutan dan Alang-alang
Hasil inventori untuk konversi hutan Alang-alang diperoleh sebesar 1055,16 Kha.
Emisi CO2 dari Pembakaran hutan alang-alang, Proses pembusukan dan Pelepasan karbon tanah, untuk jati dan non jati, kebanyakan biomassanya dibakar di luar hutan (umumnya dipakai sebagai bahan bakar kayu) besarnya sekitar 24.726,13 kiloton karbon (kt.C) dan Pembakaran di dalam hutan 2.541,12 kt.C. Bila digabungkan keseluruhan maka komsumsi kayu bakar sekitar 24.726,13+ 2.541,12= 27.267,25 kt.C.
Menurut survei Departemen Kehutanan tahun 1977, komsumsi rerata kayu bakar= 0,81 m3/tahun/orang, jika massa jenis kayu bakar= 0,45 t/m3. Maka dengan populasi Indonesia yang berjumlah sekitar 180 juta jiwa, total konsumsi kayu bakar- 0,81x 0,45x 180.000.000= 65.610 kt. Bila ditaksir komsumsi kayu bakar dalam perhitungan ini sebesar 27.267,25 kt, maka berarti sekitar 42% atau 7.267,251 65.610 x 100%= 42%.
Total karbon yang dilepas dari pembakaran biomassa di luar dan di dalam hutan sekitar 10.014,08 kt.C dan 21.048,25 kt.C . Selanjutnya karbon yang dilepaskan dari proses pembusukan dihitung sebesar 16.617 kt.C dan dart tanah sekitar 21.776,62 kt.C. Jadi total karbon yang dilepaskan dari hutan alang-alang yang dikonversi sekitar 69456,94 kt.C atau ekivalen dengan 69456,94 x 44112 = 254676,87 kt. CO2.
Di dalam perhitungan Karbon yang dilepaskan dari tanah, diasumsikan bahwa kandungan karbon tanah 1,7% dan semua jenis tanah adalah tanah mineral. Kenyataannya ada tanah hutan yang mempunyai tipe tanah gambut sekitar 50- 60%.
3. Pengelolaan Lahan yang Diabaikan
Perhitungan pengambilan karbon oleh pohon pada program afforestration lebih besar daripada reforestration yaitu, sebesar 19,66 kt.C/tahun untuk program afforestration dan 16,59 kt.C/tahun untuk program reforestration.
Pengambilan karbon dari biomassa permukaan tanah pada program afforestration dan lahan yang diabaikan di bawah 18 tahun atau sekitar 3 (tiga) kali dari reforestration yang terjadi. Total pengambilan karbon dari lahan yang diabaikan sekitar 78.722,05 kt atau ekivalen dengan 78.722,05 x 44112 kt. CO2= 228.830,85 kt. CO2.
Dalam analisis ini, laju pertumbuhan tahunan biomassa di atas permukaan tanah untuk afforestration diasumsikan sama dengan laju pertumbuhan Acacia Spp. dan untuk reforestration sama dengan laju pertumbuhan Pinus Spp. Hal ini dimotivasi dari spesies yang dominan di hutan tersebut.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa hutan Indonesia berpotensi sebagai rosot CO2. Total pengambilan karbon sekitar 437.388,55 Gg yang ekivalen dengan 1.603 juta ton CO2.
Dengan memodefikasi diagram alir model IPCC (1995) dibentuk model komputer Program Powersim, kernudian dilakukan simulasi model dengan memakai data hasil inventori model IPCC dengan tujuan untuk meramalkan besar Rosot CO2. dan Emisi CO2. di masa mendatang dan menentukan pilihan mitigasi untuk memperoleh Net CO2 yang lebih besar.
Di dalam model ini Net CO2 dipengaruhi 2 (dua) variabel utama yaitu, Rosot CO2 dan Emisi CO2, jadi untuk memperoleh Net CO2 yang besar ada 2 (dua) pilihan yaitu Maksimasi Rosot CO2 dan Minimisasi Emisi CO2.
Kesimpulan
1. Ada kecenderungan Rosot C02 dsn Emisi C02 meningkat akibat kegiatan manusia di sektor kehutanan
2 .Net C02 diperoleh lebih besar, bila dilakukan Minimisasi Emisi C02, sehingga pilihan mitigasi diperoleh dengan minimisasi C02
Hal ini dipilih karena dengan pelipatgandaan data yang sama dari besaran yang sensitip mempengaruhi Rosot dan Emisi diperoleh Net CO2 yang besar pada minimisasi Emisi CO2.
Daftar Pustaka: 44 (1960 - 1996 )
Mitigation Option in the Forestry Sector Based on Model SimulationHuman/ natural activities have substantially increased Greenhouse gases (GHGs) which leads to changes in the earths climate, rendering adverse effects on the environmental and human life.
The role of stable GHGs concentration in the atmosphere is important to sustain life on the earth, the presence of GHGs, especially excessive CO2 and CH4 concentrations will increase heat on the earth. This increase in global warming will cause the sea level to rise. Should this happen it would threaten our country. Being an archipelago nation, therefore human settlements, agriculture, etc are on the coastal zone.
Indonesia has a strategic role in global geographic climate structure because as a nation on the equatorial tropics, possessing the second largest tropical rain forests in the world as well as the archipelago country with the largest ocean in the world that has the potential function of huge GHGs uptake.
Based on the facts above, this study is intended to:
1. Find estimates of CO2 emissions and sinks in the forests sector by condition for Indonesian tropic forest
2. Find a computer model to forecast CO2 emissions and sinks by condition Indonesian tropical forest
3. Find a mitigation option in the forestry sector.
The hypothesis proposed in this research included:
1. The total CO2 emissions and sinks are increasing due to human activities
2. The net increase of CO2 in the forestry sector, is greater when the CO2 minimized emission as a mitigation option.
3.Find a mitigation option in the forestry sector.
Methodology:
To calculate the CO2 sinks and emissions in the forestry sector, the method used is the flow diagram intergovernmental Panel on Climate Change (IPPC) by inventory sampling technique. While to forecast the magnitude of CO2 sinks and emissions the computer model by powersim program with modifications of IPCC model flow diagram (1995) was used.
Result of Inventory
Calculation of GHGs emission and removal, the IPCC method was used (1995) at the Forestry Sector with 1990 as basis and was classified into 3 (three) activities namely: 1. Change in Forest and Other Woody Biomass Stocks; 2. Forest and Grassland Conversion; 3. Abandonment of Managed land.
1. Change in Forest and Other Woody Biomass Stocks
The results of GHGs emission and removals calculation, an emission of about 1,569,519.73 kt. CO2 was obtained. Sequestered CO2 from production and conversion forests regrowth in 1990 was about 93% while that sequestered by industrial forest plantation was only 4%. Thus the role of these forests as a sinks of CO2 is very significant.
In this study, biomass used for fuel wood was assumed to be 10% of plantation forest biomass production, 15% of the produce of production and conversion forests and 15% of mangrove biomass production. It was found that the total fuel wood consumption was 2,541.12 kt, about 10% of the total biomass consumption.
Furthermore, wood consumption for commercial purposes in 1990 was found to be 22,632.25 kt. If it were added to fuel wood consumption, total wood consumption would be 25,173.37 It Thus, the net C-removal was about 428,050.84 kt, which is equivalent to 428,050.84 x 44/12 kt. C02= 1,569, 519.73 kt. CO2.
2. Forest and Grassland Conversion
Results of the inventory analysis forforest and grassland conversion were about 1,055 Kha.
The GHGs released due to forest and grassland conversion were from burning activities, decay processes and released. soil carbon. For Tectona grandis and Non Tectona grandis, most of the biomass were burnt off-site while for others were burnt on-site. The total biomass burnt off-site (commonly used for fuel) was about 24,726.13 kt. If it is combined with the fuel wood consumption mentioned, the total fuel wood consumption would be 27,267.25 kt.
A survey conducted by Departemen Kehutanan (1977) found that the average fuel wood consumption was about 0.8 m3lcaplyear. if the mass of fuel wood type in question is assumed to be 0.45 tonfm3 and the Indonesian population were 180 millions, thus the total fuel wood consumption would be 65,610 kt (180,000,000 * 0.81 * 0.45). Since the estimated fuel wood consumption in this study was 27,267.25 kt, therefore the percentage of Indonesian population who use wood as the source of fuel would be about 42% or (27,267.25/65,610 x 100%) 42%.
The total C-released from on-site and off-site burning were about 21,049.25 and 10,104.08 kt respectively.
Furthermore, C-released due to decomposition process was 16,617 kt, while that from soil was 21,776.62 kt. Thus the total C-released due to forest and grassland conversion was about 254,676.87 kt CO2.
In the calculations of soil carbon released, it was assumed that carbon content of soil was the same for all sites, i.e, 1. % and all soil types were mineral soils. In fact, some of the forests are also found to be peat soils about 50- 60%.
3. Abandoned Management of land.
The calculation of carbon uptake by trees in afforestration program is higher than that by trees in reforestation, namely about 19.66 and 16.59 kt.C/year, respectively. Ground/ Land surface biomass carbon uptake in the afforestration program of abandoned land over the previous 18 years was about three times of that occurring in the reforestation. In total, carbon uptake from abandoned land was about 78,772.05 kt, equivalent to 78,772.05 x 44112 kt. C02= 228,83.85 kt.C02
In this analysis, the annual rate of ground surface biomass growth for afforestration was assumed to be the same as the annual growth rate of Acacia spp. and for reforestation it was assumed to be the same as Pinus.spp. This was motivated by the dominant species in the forest.
The results of this study indicated that Indonesian forests are potential as sink for CO2. Total C-uptake was about 437,338.55 Gg, which is equivalent to 1,603 million ton CO2.
By modifying the IPCC (1995) flow diagram hence, powersim program computer models were build up. The objective in doing so is to predict the magnitude of CO2 sinks and emissions in the future and to determine mitigation options to obtain a much greater net CO2.
In these models, net CO2 is influenced by two main variables namely CO2 sinks and CO2 emissions, so that to obtain maximum net CO2 there are two options, namely maximize CO2 sinks or minimize CO2 emissions.
Conclusion:
1. The total CO2 emissions and sinks are increasing by human activities in the forestry sector
2. Based on the simulation models, maximum net CO2 is . obtained by minimizing CO2 emissions. So that the mitigation option is obtained by minimizing CO2 emissions.
This was chosen because by minimizing CO2 emissions option with doubling the same data from sensitive magnitude in fluencing sinks to maximizing net CO2 by minimizing CO2 emissions.
Total References : 45 ( 1960 - 1996 )