Thesis ini dilatar belakangi oleh adanya pandangan yang pro dan kontra terhadap pragmatisme, di samping adanya daya tarik terhadap pandangan pragmatisme Richard Rorty, yang terang-terangan mendekonstruksi epistemologi, dan pandangannya yang menyentuh isu postmodernisme. Thesis ini ingin menjawab permasalahan: Bagaimanakah pandangan Richard Rorty tentang pragmatisme, sehingga ia dianggap sebagai penerus tradisi pragmatisme Amerika bahkan sebagai pendiri neopragmatisme?; Bagaimanakah kritiknya terhadap epistemologi? Apakah benar pragmatismenya menyentuh issu postmodernisme?
Thesis ini penting dan diharapkan bermanfaat bagi dunia akademis, umumnya dalam bidang filsafat, juga bagi masyarakat luas, karena Richard Rorty mengajak kita untuk selalu membuka diri dan memperbaharui diri lewat dialog secara terus menerus daripada mempertahankan status quo dan merasa puas terhadap hasil-hasil yang telah dicapai.
Tujuan yang ingin dicapai dalam thesis ini adalah mengungkapkan pokok-pokok pikiran Richard Rorty tentang pragmatisme dan kritiknya terhadap epistemologi; juga ingin mengetahui sejauh mana pragmatismenya menyentuh issu postmodernisme. Metode yang digunakan adalah: metode hernrneneutik; metode analisis-sintesis; metode historis, dan metode kids.
Pragmatismenya merupakan reaksi terhadap pandangan Descartes, Locke, dan Kant. Pemikirannya dipengaruhi oleh Wittgenstein, Heidegger, dan Dewey. Pemikirannya juga berkaitan dengan para filsuf pragmatis sebelumnya, utamanya Dewey, sekaligus sebagai penerus ide-ide Dewey. Meskipun demikian, pragmatismenya memiliki kekhasan.
Bagi Rorty, kesadaran bukanlah entitas yang menilai status ontologis di mana proses mental berlangsung. Oleh sebab itu, epistemologi yang berdasarkan pemikiran demikian tidak diperlukan. Pragamatisme atau neopragmatismenya nampak dari cara memperlakukan kesadaran dan epistemologi.
Setelah kematian epistemologi, hernmeneutikalah yang berperan. Filsafat yang diperlukan sekarang bukan filsafat sistematis, melainkan filsafat edifikasi. Dari pandangannya tentang epistemologi dan filsafat, ternyata ia juga seorang postmodernis.