BASTRAKPropinsi Daerah Tingkat I Jambi merupakan daerah agraris, baik dilihat dari struktur PDRB maupun dari struktur tenaga kerja Struktur demikian itu, tampaknya akan tetap bertahan dalam jangka panjang, mengingat adanya kebijakan Pemerintah Daerah Tingkat I Jambi mengembangkan sektor pertanian, utamanya sub-sektor perkebunan. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang sejauh mana dampak pengembangan sub-sektor perkebunan terhadap perekonomian daerah ini.
Penelitian ini menggunakan pendekatan malaria regional, untuk menganalisis dampak pengembangan sub-sektor perkebunan, khususnya komoditas karet dan komoditas kelapa sawit terhadap perekonomian Daerah Tingkat I Propinsi Jambi. Konsep pemikiran teoritis yang melandasi analisis dalam penelitian ini adalah konsepsi pembangunan pertanian-industri yang dewasa ini lebih dikenal dengan konsep agroindustri dan agribisnis. Konsepsi demikian ini dipayungi oleh pemikiran tentang pembangunan yang berdimensi pertumbuhan dengan pemerataan (growth with distribution).
Sejalan dengan kerangka pemikiran demikian itu, maka analisis dalam penelitian ini diawali dengan kajian tentang pertumbuhan dan transformasi struktural perekonomian Daerah Tingkat I Propinsi Jambi. Dalam hal ini pendekatan analisis yang dipergunakan adalah model transformasi struktural yang dikembangkan oleh Muhammad Arsjad Anwar. Pendekatan tersebut menekankan pada pergeseran kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap PDF3 (yang dalam penelitian ini adalah PDRB), serta pergeseran kontribusi sub-sub sektor dalam sektor pertanian dan dalam sektor industri terhadap sektor masing-masing. Dengan analisis ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi, transformasi struktural dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Analisis mengenai dampak pengembangan sub-sektor perkebunan khususnya karet dan kelapa sawit, menggunakan teknik Stint Share. Dengan teknik analisis ini dimaksudkan untuk melihat eksistensi pertumbuhan subsektor perkebunan dalam posisinya sebagai bagian dari perekonomian daerah Jambi dan dalam posisinya sebagai bagian dari perekonomian nasional.
Untuk mengetahui aspek keterkaitan industri kedua komoditas yang dianalisis (karet dan kelapa sawit), dipergunakan model Input-Output Regional. Karena Dati I Propinsi Jambi sampai saat penelitian ini dilaksanakan belum memiliki Publikasi Tabel Input-Output Regional, maka dipergunakan Tabel Input-Output Regional Propinsi Dati I Riau, dengan pertimbangan antara lain bahwa, baik di Propinsi Riau maupun di Propinsi Jambi, kedua komoditas yang dianalisis same sama merupakan komoditas yang dirancang untuk menjadi komoditas unggulan bagi perekonomian rakyat daerah ini.
Hasil analisis tentang pertumbuhan dan transpormasi struktural daerah Jambi selama 1983-1994 menunjukkan bahwa (a) pertumbuhan ekonomi daerah Jambi tergolong sangat tinggi; (b) telah terjadi transformasi struktural dalam perekonomian daerah Jambi, dilihat dari pergeseran kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB dan sub-sektor dalam sektor pertanian dan sektor industri terhadap masing-masing sektor yang bersangkutan. Namun demikian, jika diperhatikan aspek kesejahteraan yang dilihat dari perkembangan. gini ratio, ternyata justru kurang mengalami perubahan dan cenderung memburuk. Untuk hal tersebut, menurut batasan dalam penelitian ini, disebabkan oleh belum adanya keterkaitan dan kedalaman industri yang cukup berarti dalam struktur perekonomian daerah Jambi. Kesimpulan ini diperkuat oleh kenyataan bahwa selama periode yang diamati, struktur perdagangan internasional daerah ini yang tidak mengalami perubahan, atau tetap bertahan pada perdagangan komaditas yang berbasis sumberdaya alam berupa kayu olahan dan karet olahan. Kedua kelompok komoditas tersebut masih dalam tahapan produksi yang awal sehingga niiai tambahnya relatif rendah.
Hasil analisis yang menggunakan teknik Shift-Share m.enunjukkan bahwa pertambuhan sektor-sektor ekonomi dan sub-sektor perkebunan selama periode yang diamati cukup menggembirakan, baik dilihat dari variabel output maupun variabel employment. Dari hasil analisis ditemukan bahwa kebijakan pengembangan sub-sektor perkebunan, khususnya komoditas karet dan kelapa sawit, cukup beralasan.
Sementara itu hasil analisis keterkaitan industri atas sektor karet dan sektor kelapa sawit menemukan bahwa dalam transaksi non-kompetitif, kedua komoditas ini mempunyai keterkaitan ke belakang yang lemah tetapi keterkaitan ke depan yang cukup kuat. Meskipun dalam konteks transaksi kompetitif menunjukkan keterkaitan ke depan pun kurang memuaskan. Namun demikian, karena karet dan kelapa sawit: (a) cukup mempunyai keunggulan dalam keterkaitan ke depan pada transaksi domestik; (b) merupakan lapangan usaha bagi sebagian besar penduduk pedesaan di daerah Jambi; (c) komoditas ekspor; dan (d) bahan baku bagi berbagai industri hilir, sehingga mempunyai peranan yang berarti terhadap perekonomian regional dan perekonomian nasional, maka rekomendasinya adalah tetap meningkatkan pengembangan kedua komoditas Sejalan dengan itu, maka dalam jangka menengah dan jangka panjang pengembangan komoditas karet dan kelapa sawit hendaklah diimbangi dengan kebijakan-kebijakan makro dan mikro yang memungkinkan tumbuhkembangnya industri industri hilir dan industri penunjangnya di daerah ini, sehingga akan memberi dampak multiplier secara luas terhadap perekonomian daerah dan perekonomian nasional.
Hasil analisis pertumbuhan dan transformasi struktural dan hasil analisis keterkaitan, memperkuat kesimpulan bahwa struktur perekonomian daerah Jambi belum didukung oleh keterkaitan dan kedalaman industri yang memadai. Kedua hasil analisis tersebut menurut hemat penulis merupakan faktor pernyebab mengapa gird ratio Propinsi Jambi tidak membaik. Kenyataan tersebut menjadi pertanyaan, jika dikaitkan dengan konsep pembangunan pertanian-industri yang tertuang dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah Tingkat I Jambi.
Di sisi lain, ternyata dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan sub-sektor perkebunan ini, masih ditemukan berbagai kendala kelembagaan. Kendala dimaksud lebih bersifat `birokratis' dan `egosektoral', yang antara lain berpangkal dari keputusan yang masih sentralistis. Keadaan yang mengakibatkan Bappeda sebagai lembaga yang bertanggungjawab mengkoordinir perencanaan pembangunan di daerah menjadi serba sulit.
ABSTRACTBased on the economic and employment structure, Jambi is known as an agriculture-based economy. Rubber and Palm Oil are the main commodities which produced by rural people in this province. That is why local government of Jambi Province develops these two commodities as the strategy to increase the regional economic performance, especially in term of economic growth and income distribution.
Using regional macroeconomic approach, the aim of this research is to analyze the impact of the development of plantation sector to the regional economic performance of Jambi Province. Theoretically, this research is based on the concept of agro industry and agribusiness as the implementation of `growth with distribution' development strategy.
This research began with the analysis of Jambi economic structural transformation. The analysis stressed on the shift of industries output share to the Gross Regional Domestic Product, and the shift of sub-sectors in agriculture sector and manufacturing sector each. Using this model, it is expected to be able to analyze the relationship between regional economic growth, structural change and social welfare.
Shift-share analysis used to analyze the growth of plantation sector (rubber and palm oil) in term of output and employment, and as the part of regional and national economic.
Subject to the absence of Jambi Input-Output Table, therefore this research, was make use of Riau Province Input-Output Table in order to analyze the industrial linkage of rubber and palm oil with other sectors in the economy. It is also expected to know whether this sector is leading sector or not in the economy.
Concerning the analysis of economic growth and structural change, will found out that during 1983 to 1994, Jambi economic has : (a) high growth; and (b) well economic structural change. But according to gini ratio, the income distribution is not good enough. The problem is considered the influence of less linkage and deepening of the industry. That conclusion is proved by the export structure which never change from natural-based commodities, such as wood and rubber, while both of commodities has relatively low value added.
The growth of economic sector and plantation sub-sector in term of output and employment, indicates that the development of plantation is reasonable.
Going on the basis of non-competitive transaction of Input-Output Analysis, founded out that the commodities has weakly backward linkage but strongly enough in forward linkage. And, based on competitive transaction, both commodities has weakly backward and forward linkage, but causing by : (a) strongly forward linkage; (b) the main income source for most of rural people in Jambi; (c) the export commodities; and (d) raw material for several downstream industries, therefore it is recommended to increase the development of both of the commodities.
In order to increase the role and contribution of the commodities to the economy, macro and micro policies are suggested, for both in medium and long term planning. The policies are needed to accommodate the investment activities in Jambi, especially in downstream industries, because the industries has consequences in create multiplier effect for the economy, both regional and national.
The result of structural change analysis, growth analysis, and industry linkage analysis, takes support the conclusion that the growth and structural change of Jambi regional economic has not been supported by linkage and deepening of industry, therefore all this condition clarified why the `gini ratio' of this province is not getting better. That is being main problem related to Jambi's development strategy which has put on the concept of agriculture-based industry and rural economic-based development strategy.