Penelitian tentang gaya tulisan media cetak dengan studi kasus pada harian Kompas menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan kualitatif. Unit analisisnya adalah tulisan tajuk Kompas yang diambil dari rentang waktu tahun 1991-2001. Disain dalam metode penelitian studi kasus adalah single case multilevel analisis. Ada tiga tahapan analisis: mikro, yaitu pada teks tajuk; messo, yaitu pada struktur internal Kompas; dan anlisa pada level makro, yaitu pada struktur kekuasaan politik dan masyarakat.
Dari hasil studi pada tingkat teks ditemukan bahwa gaya tulisan tajuk Kompas memiliki karakter sebagai gaya yang tidak straight to the point. Dan gaya ini sangat menonjol pada era Orde Baru. Cara Kompas mengkritik lewat tajuknya dikenal sebagai cara yang tidak langsung, memutar. Gaya ini sedikit berubah, artinya tajuk kompas menjadi sedikit lebih lugas, pada era reformasi. Namun karakter aslinya tetap ada.
Gaya tulisan ini merupakan sebuah simbol antara kebebasan agensi, yaitu para pelaku dalam tubuh media cetak Kompas, yang berupaya melalui kebebasannya untuk mewujudkan apa yang menjadi visi dan filosofi yang dianutnya melalui tulisan tajuk dengan opini maupun kritik-kritiknya di satu pihak, dan tekanan struktur di lain pihak. Visi dan filosofi Kompas adalah humanisme dan demokrasi. Ekspresi dari kebebasan melalui tulisan tajuk untuk mewujudkan humanisme dan demokrasi itu harus berhadapan dengan kekuatan struktur yang menekan.
Jadi tulisan tajuk kompas itu berada pada posisi in between. Saling pengaruh antara struktur dan agensi itu dalam istilah Bourdieu dinamakan Habitus. Karena itu, Cara membaca kritik Kompas lewat tajuk-tajuknya, mengandaikan sebuah kemampuan to read between the lines, Ketika Kompas menghimbau secara normatif, itu artinya ada yang tidak beres dengan kenyataan. Sebaliknya, jika tajuk menulis sesuatu yang faktual, itu artinya secara normatif ada pelanggaran. Jadi tulisan itu bergerak antara yang normatif, melalui himbauan atau ajakan, dan yang faktual. Gaya penyampaian seperti ini, dalam teori speech act Jean Austin digambarkan sebagai say something in saying something. Itulah yang disebut sebagai perlocutionary act. Adanya saling interaksi itu, maka tajuk dan seluruh halaman Kompas dapat disebut sebagai public sphere (Habermas), juga dapat dilihat, menurut kacamata Bourdieu, sebagai field, yaitu arena untuk saling bersaing dan mempengaruhi antara agensi dan struktur.
Karena Jakob Oetama adalah tokoh paling berpengaruh di Kompas yang berlatarbelakang budaya Jawa, maka peran budaya dan latarbelakang pendidikan Jakob merupakan faktor lain yang juga ikut memberi warna pada gaya tulisan tajuk Kompas.
Melalui kritik-kritik yang disampaikan dalam tajuk, walaupun dengan gayanya yang halus dan memutar, Kompas sesungguhnya ingin membangun demokrasi dan sekaligus menguak mitos-mitos dan ideologi para penguasa. Persoalannya adalah sejauhmana itu bisa efektif. Bahasanya yang begitu halus dan rumit, membuat Kompas dikesankan sebagai bahasanya kaum elit. Bahkan, dengan cara mengkritik seperti ini jangan-jangan, demikian salah satu kecurigaan yang muncul, Kompas bukannya menguak mitos dan ideologi tetapi malah menciptakan mitos dan ideologi baru.