Balian Manak istilah lain dari dukun bayi atau dukun bersalin dalam kehidupan masyarakat Bali merupakan tenaga terpercaya dalam reproduksi dan pelayanan kebidanan. Mereka diminta bantuannya pada masa kehamilan, pertolongan persalinan serta mengurus dan melindungi ibu dan bayinya dalam masa nifas. Di Bali Balian manak pada umumnya pria yang berusia 45 tahun ke atas, dengan latar belakang cara mendapatkan keahlian secara turun-temurun, dengan berguru (aguru waktra) dan membaca lontar-lontar (usadha), serta merasa terpanggil melalui wahyu (wangsit) yang mereka dapatkan dari dewa-dewa atau kekuatan-kekuatan supranatural.
Pada umumnya tingkat pendidikan Balian rendah, demikian pula pengetahuan mereka tentang obstetri dan ginekologi sangat rendah, jika timbul komplikasi atau kelainan-kelainan dalam kasus kehamilan mereka kesulitan untuk mengatasinya. Pengetahuan pedukunan yang dipraktekkannya terkait dengan konsepsi dan kepercayaan masyarakat tentang kehamilan serta konsepsi sehat sakit dan atribusi suatu penyakit dengan latar budaya masyarakat bersangkutan.
Pada sisi lainnya keterbatasan sistem pelayanan kesehatan modern (Puskesmas) untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat memberikan alternatif bagi masyarakat untuk menetapkan pilihan dan kepercayaannya pada praktisi medis tradisional (prametra) dalam mendapatkan perawatan kesehatan. Intervensi Puskesmas dalam program pelatihan dan pembinaan terhadap Balian manak, merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Unicef; Pelaksanaan programnya melalui pendekatan Puskesmas (provider) terhadap prametra (resipien) untuk turut serta secara kooperatif dan kolabobatif meningkatkan sistem pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standard kesehatan.
Evaluasi sosial merupakan suatu evaluasi atau penilaian terhadap perencanaan dan pelaksanaan program dari sudut pandang masyarakat yang menjadi sasaran program; berlandaskan pada paradigma aksioma naturalistik, sehingga dikenal dengan "naturalistic evaluation ". Evaluasi naturalistik, berkenaan dengan suatu proses evaluasi yang diawali dengan masukan-masukan program (programme inputs), yang berpengaruh terhadap keluaran-keluaran program (programme outputs), memberikan konskuensi langsung terhadap akibat-akibat program (programme ffects) dan dampakdampak program (programme impacts). Evaluasi jenis ini disamping dapat mengungkapkan hasil-hasil program (out-come) berorientasi pada target (target oriented) seperti evaluasi yang dilakukan pada umumnya, juga dapat mengungkapkan tentang akibat dan dampak program.
Penelitian ini menekankan pada pendekatan kualitatif (naturalistic) dengan menggunakan metode triangulasi. Dalam pada itu penggunaan pendekatan kualitatif menjadi lebih dominan, dengan ditunjang oleh metode kuantitatif, dalam upaya untuk dapat meningkatkan validitas dan trustworthiness. Temuan-temuan yang dapat diungkapkan berkenaan dengan hal tersebut, mencakup sistem pelayanan yang diberikan oleh 42 orang balian terlatih (Balian Kit), dengan mengintegrasikan pengetahuan tentang perawatan kesehatan modern dengan pengetahuan budaya pedukunannya. Integrasi sistem pelayanan kesehatan tersebut disamping berfungsi sebagai "label" bagi balian itu sandhi, dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mendapatkan dua jenis perawatan pada seorang balian.
Walaupun perwujudan pengetahuan dan sikap dalam perilaku berkenaan dengan sistem pelayanan kesehatan modern tidak secara sempurna, namun dapat diintegrasikan dalam pengetahuan budaya pedukunan, terwujud sebagai perawatan sekala-niskala (fisik dan mental). Pengintegrasian pengetahuan baru dengan pengetahuan budaya pedukunan, yang dikonsepsikan sebagai perawatan sekala-niskala, merupakan suatu wujud keterpaduan model penjelasan suatu penyakit (explanatory model) dari dua sistem pelayanan kesehatan modern dan balian. Balian dengan Kit Dukun sebagai wujud keterpaduan tersebut memang diyakini oleh masyarakat, balian dan praktisi media modern dapat peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak.
Berbagai macam kendala dan potensi (barrier-stimulant) yang ditemukan baik pada budaya provider maupun resipien, merupakan hambatan dalam "komunikasi inovasi kesehatan", yang dikenal dengan "komunikasi budaya". Hambatan-hambatan yang berasal dari budaya provider (dokter dan bidari Puskesmas) berkaitan dengan budaya profesionalisme dan birokratisme, merupakan hambatan mendasar yang menghambat terjadinya koordinasi dan kolaborasi program. Demikian pula ketidak mampuan provider dalam menterjemahkan program dengan bahasa, konsep-konsep dan simbol-simbol dalam budaya setempat, juga merupakan hambatan dalam komunikasi budaya. Dilain pihak kendala yang berasal dari budaya resipien (balian dan masyarakat) yang sering diungkapkan oleh praktisi medis, modern sebagai sifat yang kaku dan tertutup, kebodohan dan keterbelakangan, hambatan geografis dan ekonomi masyarakat, yang kalau dapat dipahami secara lebih baik dapat merupakan potensi dalam mengatasi kendala yang ada pada resipien itu sendiri.
Pemantauan prosesual untuk menemukan hambatan dan kekurangan yang berasal dari organisasi birokrasi penyelenggara program (delivery system), demikian pula hambatan dan kekurangan dalam proses pencapaian program, berkenaan dengan pemahaman budaya resipien, menterjemahkan program dengan bahasa dan konsep yang dapat dipahami oleh balian, mengikut sertakan balian dalam organisasi instruktur pelaksanaan program serta melibatkan institusi formal dan informal di desa sebagai media dalam mensosialisasikan program. Pembenahan atau perbaikan-perbaikan kearah kelengkapan program tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh provider, berkenaan dengan beban tugas yang dikatan melebihi kemampuan (over-load), serta kontinuitas pendanaan yang tidak stabil, merupakan. hambatan dan kekurangan yang dialami oleh provider.
Dampak program berkaitan dengan peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak, yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dikatakan terjadi peningkatan. Peningkatan ini terlihat dari komponen "status kesehatan" yang menggambarkan tingkat sehat, sakit dan mati dari penduduk. Komponen "status lingkungan" menggambarkan penataan lingkungan fisik, biologik dan sosiobudaya yang berpengaruh terhadap status kesehatan penduduk. Peningkatan status kesehatan dan status lingkungan terjadi relatif cepat, baik sebagai dampak langsung dari intervensi program maupun sebagai dampak dan program-program lainnya yang saling berhimpitan.
Dalam pada itu partisipsi aktif masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan, baik dalam kehidupan diri, kelompok keluarga, serta dalam kehidupan masyarakat secara lebih luas, berpedoman pada falsafah hidup Tri Nita Karma (tiga cara untuk mencapai kesejahteraan hidup), serta penyebarluasan program-program kesehatan dengan menggunakan institusi-institusi formal dan informal di desa sebagai media komunikasi dan interaksi.