ABSTRAK Kyai sebagai pemimpin agama, bukan hanya terdapat di pedesaan akan tetapi juga di perkotaan. Perbedaan antara keduanya disebabkan oleh perbedaan corak masyarakat yang dihadapi. Secara garis besar yang membedakan kota dengan desa adalah : kepadatan penduduk, di kota lebih padat dari pada di desa; masyarakat dan kebudayaan di kota lebih kompleks dan heterogen di bandingkan dengan kebudayaan dan masyarakat desa; kota adalah pusat kegiatan pelayanan, sedangkan desa adalah yang dilayani atau untuk menjamin kelangsungan pelayanannya akan bahan mentah atau tenaga kasar manusia.
Perbedaan corak kehidupan masyarakat seperti yang diungkapkan di atas, menyebabkan bentuk hubungan antara kyai dengan masyarakat jamaahnya pun menjadi berbeda. Di kota hubungan antara kyai dengan masyarakat jamahnya adalah hubungan antara pemberi jasa dengan yang menerima jasa. Sedangkan di desa hubungan antara kyai dengan masyarakat jamaahnya adalah hubungan antara patron dan klien, yakni seperti hubungan antara pemilik tanah dan penggarapnya.
Oleh sebab itu, bagi kyai kota menerima imbalan atas jasa pelayanan keagamaan yang telah diberikannya merupakan suatu kemestian. Sedangkan bagi kyai desa atau kyai yang terdapat dipedesaan, menerima imbalan atas pelayanan keagamaan yang telah diberikannya terhadap masyarakat jamaahnya, tidaklah suatu kemestian. Hal ini juga disebabkan karena kyai di pedesaan adalah berasal dari keturunan kaya. Sedangkan kyai kota untuk kasus kyai "KHAZ" menunjukkan hal yang sebaliknya, ia justru berasal dari keturunan keluarga miskin.
Kyai kota, karena pendidikan formal yang dilaluinya, ia mampu menggunakan strategi-strategi tertentu dalam menghadapi masyarakat jamaahnya. Kyai kota untuk kasus kyai "KHAZ" misalnya, ia mempunyai kemampuan untuk menciptakan pra kondisi baik melalui media massa atau media elektronik, agar jamaahnya mempunyai kesan positif terhadapnya. Ia juga mampu memahami corak masyarakat yang dihadapinya serta memenuhi kebutuhan integratifnya. Selain itu, kyai kota juga dapat membina hubungan baik dengan berbagal kalangan, baik dari kalangan penguasa, pengusaha atau pun dari kalangan seniman. Ia mampu menjaga kenetralannya dalam bidang politik, yang tidak memihak pada salah satu aliran politik saja, melainkan mengayomi semua penganut aliran politik. Begitu juga, kyai kota dalam kasus kyai "KHAZ", ia mampu menggunakan kiat-kiat agar tetap menarik, seperti penggunaan retorika, analogi, dan humor dalam setiap ceramah agama yang disampaikannya.