ABSTRAKLatar belakang masalah: Penderita Xeropthalmia yang mengancam kebutaan anak secara nasional di Indonesia secara berangsur-angsur menunjukkan penurunan dari 1.2% tahun 1978 menjadi 0.34% pada tahun 1992 (LITBANG GIZI DEPKES, 1992). Upaya pemerintah melalui Departemen Kesehatan ialah dengan memberikan vitamin A dosis tinggi kepada anak usia 12-59 bulan. Melihat kejadian Xeropthalmia sifatnya kluster (ada beberapa wilayah yang masih perlu mendapat perhatian khusus) seperti Sulawesi Tenggara (0.61 %) dan Sulawesi Selatan (2.92%) yang prevalensinya masih diatas standar WHO (0,5 %); maka hal ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, sehingga perlu diupayakan penanggulangan.
Tujuan dan manfaat penelitian: Penelitian ini bertujuan ingin mencari variabel-variabel penentu yang berpengaruh terhadap kejadian Xeropthalmia, Berta memperkirakan besarnya perlindungan dari kejadian Xeropthalmia pada kelompok yang mendapat vitamin A dan yang tidak mendapat vitamin A. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan diharapkan dapat berguna bagi pengelola program dalam upaya menentukan target sasaran intervensi penanganan dampak kekurangan vitamin A.
Metodologi penelitian: Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari penelitian survai nasional Xeropthalmia tahun 1992. Unit analisis yang dipergunakan adalah individu (anak usia 6-72 bulan) dengan besar sampel 1321 responden di wilayah Jawa dan 391 responden di wilayah Sulawesi. Hipotesa yang diajukan adalah; pertama secara bersama-sama variabel bebas mempengaruhi variasi kejadian Xeropthalmia, kedua perkiraan perlindungan dari kejadian Xeropthalmia pada anak yang mendapat vitamin A lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak mendapat vitamin A. Analisis yang digunakan adalah, univariat untuk melihat gambaran frekuensi responden menurut berbagai karakteristik, bivariat untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan outcome, sedangkan untuk membuktikan hipotesa akan digunakan analisis statistik regresi logistik.
Hasil Penelitian: Di wilayah Jawa, variabel yang diduga berhubungan dengan outcome ternyata tidak ada yang berhubungan secara bermakna. Sedangkan di wilayah Sulawesi, variabel yang berhubungan secara bermakna adalah pemberian vitamin A (P=0,002; 95 %CI=0,02-0,62), makananyang dikonsumsi (P =0,003; 95 %CI =0,14-0,74), riwayat kesehatan (P =0,00-E; 95 %CI =0,00-0,16) dan pemberian air susu ibu/pendamping air susu ibu (P=0,048; 95%CI=0,07-1,11).
Kesimpulan & Saran: Kemungkinan penyebab tidak terjadinya hubungan secara bermakna di Jawa adalah respondennya terlalu homogen (98.8% tidak menderita Xeropthalmia), hal ini mungkin karena adanya bias selection dalam pemilihan lokasi (hanya kecamatan terjangkau saja) atau dalam penentuan umur responden (6-72 bulan). Walaupun begitu dari analisis ke dua Iokasi tersebut bisa ditemukan bahwa semua variabel bebas yang secara konseptual berhubungan tersebut ternyata menurut perhitungan statistik mempunyai dampak melindungi terhadap kejadian Xeropthalmia. Dengan demikian untuk mencegah atau meningkatnya kejadian Xeropthalmia secara nasional diperlukan upaya-upaya sebagai berikut: Penyuluhan tentang gizi anak, keluarga dan kesehatan mata; selain itu peningkatan program pemberian vitamin A perlu digalakkan karena terbukti bahwa anak yang mendapat vitamin A dapat terlindungi dari kejadian Xeropthalmia.