Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder terhadap sebagian data penelitian "Studi Pengumpulan Data Prevalensi Anemi Gizi pada Ibu Hamil", yang dilakukan oleh Pusat .Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI pads bulan Oktober 1992 sampai dengan Agustus 1993.
Rancangan penelitian yang dilakukan adalah cross-sectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu hamil yang berada di wilayah kabupaten Serang dan Tangerang, Jawa Barat dan sebagai unit analisis adalah ibu hamil. Pengambilan sampel ibu hamil ditentukan dengan teknik "multistage cluster sampling" . Jumlah desa terpilih yaitu sebanyak 16 desa (16 cluster) untuk masing-masing kabupaten. Di dalam masing-masing cluster terdapat 12 sampai 15 ibu hamil, sehingga jumlah sampel yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebanyak 438 ibu hamil.
Pengumpulan data dilakukan oleh tenaga analis kimia, bidan dan ahli gizi. Data yang dikumpulkan meliputi kadar hemoglobin, data identitas ibu hamil, pengetahuan gizi dan data konsumsi makanan. Data yang terkumpul disimpan dalam data base dengan menggunakan program Dbase M. Pengolahan data dan analisis data selanjutnya untuk keperluan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSSIPC versi 4.1.
Analisis data dilakukan secara bertahap yang terdiri dari 1) analisis univariat dengan menggunakan distribusi frekuensi, 2) analisis bivariat untuk melihat hubungan dan beda proporsi antara variabel dependen dengan independen digunakan uji statistik chii-square. Uji phi, cramers v dan koefisien kontingensi digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Sedangkan perhitungan odds rasio (OR) digunakan untuk menilai estimasi risiko terjadinya keluaran sebagai pengaruh adanya variabel independen, 3) analisis multivariat dilakukan untuk rncngestimasi kemungkinan terjadinya anemi gizi pada ibu hamil yang dipengaruhi secara bersama-sama oleh variabel umur ibu, umur kehamilan, jarak kehamilan, paritas ibu dan body mass index (kelompok faktor internal), pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan gizi ibu, pemilikan KMS ibu hamil dan pemeriksaan kehamilan (kelompok faktor eksternal). Analisis dilakukan dengan menggunakan uji statistik multiple regressi logistic.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel dari kelompok faktor internal yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya anemi gizi pada ibu hamil adalah paritas ibu dan umur kehamilan. Sedangkan umur ibu, jarak kehamilan dan body mass index tidak terbukti sebagai faktor risiko terhadap terjadinya anemi gizi pada ibu hamil. Ibu hamil dengan paritas lebih dari 2 anak kemungkinan mempunyai risiko 1.85 kali lebih tinggi untuk terjadinya anemi gizi dibandingkan dengan ibu hamil yang mempunyai paritas 2 anak atau kurang. Ibu hamil dengan umur kehamilan Z 26 minggu kemungkinan mempunyai risiko anemi gizi 1.68 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil dengan umur kehamilan < 26 minggu .
Dari faktor ekstemal temyata variabel pengetahuan gizi ibu merupakan faktor risiko untuk terjadinya anemi gizi pada ibu hamil. Sedangkan variabel pendidikan pekerjaan ibu, pemilikan KMS ibu hamil dan pemeriksaan kehamilan tidak kelihatan sebagai faktor risiko untuk terjadinya anemi gizi pada ibu hamil pada penelitian ini. lbu hamil dengan pengetahuan gizi rendah mempunyai risiko 2.39 kali lebih tinggi untuk terjadinya anemi gizi dibandingkan dengan ibu hamil yang mempunyai pengetahuan gizi tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan :
Pada pemeriksaan kehamilan di posyandu atau puskesmas, sebaiknya sebelum pemeriksaan kehamilan dilakukan identifikasi faktor risiko oleh petugas kesehatan, dengan tujuan untuk mencari ibu hamil dengan ciri-ciri sebagai berikut 1) ibu hamil dengan umur kehamilan >26 minggu, 2) ibu hamil dengan paritas > 2 anak dan 3) ibu hamil dengan pengetahuan gizi rendah. Ibu hamil dengan ciri-ciri tersebut sebaiknya mendapat perhatian dari kader atau petugas kesehatan lain untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi. Pada tingkat posyandu maka kader dapat mengawasinya melalui KMS ibu hamil. Pada tingkat desa monitoring dilakukan oleh bidan desa. Pada tingkat puskesmas dapat dilakukan oleh staf puskesmas dan dengan pendelegasian kepada bidan desa.
Peranan posyandu, sebagai bagian dari pelayanan tingkat pertama yang memungkinkan kontak lebih luas antara petugas kesehatan, kader dengan masyarakat, perlu ditingkatkan kegiatannya terutama dalam hal suplementasi pil besi dan penyuluhan gizi sebagai kegiatan pendukung , sedangkan ibu hamil dengan faktor risiko sebaiknya diberikan pil besi dan konsultasi gizi dengan memanfaatkan media penyuluhan yang tersedia.