ABSTRAKKajian terhadap tajuk bermajas dalam surat kabar berbahasa Indonesia dimaksudkan untuk menemukan hubungan antara struktur gramatikal dan semantik--pragmatik sebagai refleksi dari karakteristik tajuk. Sumber data berupa enam buah surat kabar: lima dari surat kabar yang berskala nasional yakni Kompas, Suara Pembaruan, Suara Karya, Berita Buana, dan Merdeka; dan satu dari surat kabar kota yakni Pas Kota. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan segi stilistik dan gramatikal majas, cara pemahaman, dan fungsinya pada tajuk.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan perpaduan dari ancangan stilistik dan ancangan gramatika. Ancangan stilistik sendiri diperoleh dari perpaduan tiga macam teori: semantik, pragmatik, dan kognitif. Teori semantik dimanfaatkan untuk mengungkapkan bentuk majas yang dicirikan oleh kesamaan fitur semantik; teori pragmatik dimanfaatkan untuk mengungkapkan bentuk majas yang tidak dicirikan oleh kesamaan fitur semantik karena penciptaannya sudah keluar dari pola yang ada (sistem); dan teori kognitif dimanfaatkan untuk menjelaskan tema-tema ungkapan majasi. Selanjutnya, ancangan gramatika didasarkan pada teori gramatika fungsional. Teori gramatika fungsional --.tersebut dipandang dapat menjelaskan pola gramatikal tajuk karena tajuk hakikatnya adalah sebuah kalimat teks.
Perpaduan antara ancangan stilistik dan ancangan gramatika itu menghasilkan salah satu temuan yaitu bentuk majas, dalam hal ini metafora, yang salah satu unsurnya berfungsi sebagai pengekspresif makna. Temuan lainnya dapat dikemukakan berikut ini.
Penelitian terhadap lima ratus tajuk bermajas menghasilkan simpulan bahwa kategori majas perbandingan lebih tinggi frekuensi pemakaiannya dibandingkan dengan majas pertautan, yakni dalam perbandingan 420:80 (84%:15%). Di antara kategori majas perbandingan itu dapat diketahui pula bahwa subkategori metafora menempati posisi teratas, yakni 370 buah (74%); kemudian personifikasi dan perumpamaan masing-masing: 18 buah (3,60%) dan 32 buah (6,40%). Sementara itu, pada metafora, pola pemakaian Tb-Mt (metafora predikatif) menduduki posisi paling tinggi, yakni 220 buah (59,46%). Dua pola lain yaitu Tb-Pb (metafora nominal) dan gala Pb-Mt (metafora kalimat) masing-masing: 115 buah (31,08%) dan 35 buah (9,46%). POla Pb-Mt (metafora kalimat) tersebut'digolongkan dalam metafora inovatif. Pada metonirmia, pola Pu-OTu lebih tinggi frekuensinya daripada pola Tu-Pu; dalam perbandingan 42:18 (70%:30%).
Makna suatu ungkapan majasi--terutama yang tergolong dalam bentuk inovatif--hanya dapat dipahami berdasarkan prosedur rekonstruksi makna, baik dengan bantuan kebahasaan maupun bantuan luar kebahasaan. Berdasarkan rekonstruksi makna ungkapan majasi itu, secara garis besar, dapat dikelompokkan dua tipe makna, yaitu makna bahasa dan makna budaya dengan perbandingan frekuensi 370:130 (74%:26%).
Analisis fungsi majas pada tajuk menghasilkan simpulan yang berikut: pertama, majas sebagai penghemat ruang dalam Surat kabar; kedua, majas sebagai penarik minat pembaca; dan ketiga, majas dapat mengkongkretkan hal yang diungkapkan.