Dalam sepuluh tahun terakhir ini, salah satu gejala sosial yang menarik untuk dicermati adalah mengenai pengaruh perspektif gender terhadap ajaran Islam dan gerakan organisasi perempuan Islam. Pengaruh tersebut dapat diamati dengan maraknya diskusi, pendidikan dan pelatihan serta penerbitan buku yang mensosialisasikan gagasan keadilan gender ke dalam berbagai komunitas Islam.
Berdasarkan pada fenomena sosial di atas, penelitian ini ingin menjawab pertanyaan: faktor-faktor apa yang melatarbelakangi diadopsinya analisis gender ke dalam organisasi perempuan Islam dan dalam bentuk apa pengaruh tersebut terhadap gerakan organisasi?
Penelitian menunjukkan bahwa analisis gender dan pengaruhnya terhadap gerakan organisasi perempuan Islam dengan organisasi Fatayat Nahdlatul Ulama sebagai kasus dilatarbelakangi oleh adanya pertarungan wacana dan kebijakan terhadap pendekatan Woman In Development (WID) dari mereka yang menggunakan pendekatan Gender and Development (GAD). Pendekatan terakhir ini menjadi titik pandang bagi sejumlah individu dan organisasi-organisasi LSM perempuan untuk melakukan counter culture dalam menggugat dan menantang nilai-nilai yang dibakukan oleh masyarakat dan negara. Bentuk penggugatan tersebut antara lain dengan membentuk organisasi yang memunculkan perspektif tanding mengenai ideologi gender dan melakukan proses penyadaran terhadap komunitas perempuan pada tingkat akar rumput. Oranisasi-organisasi ini melahirkan arah dan gerakan baru bagi perempuan Indonesia yang sering disebut gerakan yang berwawasan gender.
Gerakan yang sama dilakukan oleh kelompok perempuan Muslim yang dikategorikan sebagai kelompok "Muslim Transformatif'?. Dengan analisis gender, mereka membedah teks-teks keagamaan Islam, terutama al-Quran, Hadis dan berbagai literatur hukum Islam serta menafsirkan ulang (reinterpretasi) sejumlah tema-tema keagamaan seperti tema kepemimpinan perempuan, hak waris bagi perempuan, nilai kesaksian perempuan, hak-hak reproduksi perempuan, hak menentukan pasangan hidup bagi perempuan, poligami, sunat bagi perempuan (mutilasi), aborsi, dan lain-lain.
Sejumlah literatur agama yang dipergunakan oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren dan madrasah ditinjau kembali dan aksi kongkret pun telah dilakukan, seperti upaya amandemen terhadap undang-undang negara yang memiliki bias gender, terutama yang didasarkan pada perspektif hukum Islam, seperti UU Perkawinan tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Disamping itu telah berdiri pusat-pusat penanganan perempuan korban kekerasan yang berbasis pada lembaga-lembaga keagamaan, seperti yang dibentuk oleh Puan Amal Hayati di beberapa pesantren, seperti Pesantren Nurul Islam, Jember, Pesantren Al-Ishlahiah, Malang, Pesantren Aqidah Usmaniah, Madura, dan lain-lain.
Pengaruh yang paling terlihat dari analisis gender terhadap gerakan perempuan Islam adalah pada organisasi Fatayat Nahdlatul Ulama. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, hampir semua program organisasi ini berbasis pada analisis gender. Program yang telah dilakukannya antara lain membentuk crisis center untuk mengatasi kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan Pusat Informasi Kesehatan Reproduksi (PIKER). Hal yang jauh lebih penting dari pengaruh tersebut adalah membuka perspektif baru yang bergerak pada tiga tataran utama, yaitu: (1) dari eksklusif ke inklusif; (2) dari kejumudan ke pencerahan dan pemberdayaan; dan (3) dari kekangan ke pembebasan dan demokrasi.