ABSTRAKPeladang berpindah dan kerusakan hutan adalah merupakan permasalahan nasional yang perlu dipecahkan segera. Pentingnya usaha ini adalah dengan maksud untuk menjaga kelangsungan lingkungan dan untuk mencegah (menghindari) terjadinya kelangkaan sumberdaya alam yang terbatas. Oleh karena itu sistem manejemen yang bijaksana (tepat) yang dapat saling membagi keuntungan antara kebutuhan manusia dan keberlangsungan lingkungan sangat diperlukan.
Hubungan antara lingkungan alam dan manusianya selalu terjalin didalam setiap ekosistem. Dalam bentuk yang dasar hubungan ini terkait dengan usaha-usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya dan juga kelangsungannya. Oleh karena itu sangat pentingnya peranan lingkungan dalam kehidupan manusia. Maka intervensi manusia terhadap lingkungan seharusnya memberikan prioritas yang tinggi untuk mencegah berbagai konversi yang berlebihan yang dapat merusak keseimbangan lingkungan.
Di Lampung kerusakan hutan disebabkan oleh beberapa faktor yang komplek. Faktor-faktor tersebut adalah jumlah penduduk, migrasi, keterbatasan pemilikan lahan, keterbatasan lapangan kerja dan kemiskinan. Faktor-faktor ini mempengaruhi manusia untuk menciptakan beberapa jenis intervensi terhadap hutan. Satu dari jenis intervensi itu merubah sebagian hutan menjadi areal peradangan dengan menjalankan sistem pertanian tradisional.
Kegiatan konversi hutan lindung yang dilakukan oleh peladang merupakan tindakan adaptif berkaitan dengan kondisi kesejahteraannya. Namun demikan adaptasi itu tidak hanya terpola sesuai dengan kesejahteraannya saja tetapi juga peranan kelembagaan yang mendukung adopsi inovasi.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan beberapa masalah kunci yang terkait dengan proses adopsi inovasi diantara peladang berpindah dan peladang yang telah menetap. Masalah-masalah itu adalah proses pengolahan lahan, kesejahteraan peladang, pola adaptasi dalam hubungannya dengan proses adopsi inovasi.
Hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Tingkat kesejahteraan peladang mempengaruhi tingkat adaptasi. Semakin sejahtera peladang semakin adaptif.
2 Semakin efektif peranan kelembagaan memberikan penyuluhan semakin adaptif peladang dalam penerimaan inovasi.
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari satu kelompok peladang yang belum dipindahkan dihutan lindung dan satu kelompok peladang yang sudah dipindahkan melalui program resettlement. Setiap kelompok itu di wawancarai 100 responden yang dipilih secara purposive proporsional. Untuk mendapatkan data, penelitian ini menggunakan beberapa teknik yaitu observasi, interview dengan kuesioner, wawancara mendalam dan teknik dokumenter. Tipe penelitian ini adalah studi perbandingan eksplanatif. Prosentase, chi square, korelasi Pearson, korelasi ganda dan t test adalah beberapa teknik dalam menganalisis data.
Hasil dari penelitian ini disarikan sebagai berikut: Peladangan berpindah telah terjadi karena kemiskinan dan tidak memiliki lahan. Dalam menghadapi kondisi itu para peladang mengembangkan pola adaptasi tertentu melalui pengorganisasian teman dekat dan keluarganya pada beberapa kantong peladangan didalam mana proses sosialisasi berladang berlangsung.
Dalam pengertian ini peladang berpindah bukanlah dimaksudkan untuk merusak lingkungan tetapi untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dengan dipindahkan ke daerah baru maka mereka harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Sayangnya mereka menemui beberapa kesulitan untuk beradaptasi secara baik. Ditunjukkan dari analisa korelasi Pearson bahwa hubungan antara tingkat kesejahteraan peladang dan adaptasi di hutan lindung adalah signifikan dengan r = 0,6034, sedangkan hubungan antara tingkat kesejahteraan peladang dan adaptasi di transmigrasi lokal dengan r = 0,5011 pada taraf kepercayaan 0,05 (95%). Lebih jauh pada tingkat kepercayaan yang sama hubungan antara peranan kelembagaan dan adaptasi tidaklah signifikan dengan r = 0,1459. Ketiadaan signifikansi pada hasil yang terakhir ini disebabkan oleh kegagalan para penyuluh untuk masuk dalam sistem lokal. Mereka belum bisa diterima oleh peladang. Analisa korelasi ganda menunjukkan hubungan yang signifikan 0,5887 antara tingkat kesejahteraan, peranan kelembagaan dan pola adaptasi dalam penerimaan inovasi pada taraf 0,05.
Dari rata-rata tingkat pendapatan peladang di daerah kawasan hutan lindung lebih besar dari pada peladang yang dipindahkan melalui program translok. Hal ini disebabkan oleh rendahnya hasil panen dan rendahnya nilai tukar di daerah yang baru. Namun demikian dalam dimensi non ekonomi ada perubahan dalam status pemilikan tanah dari petani penggarap menjadi petani pemilik.
ABSTRACTShifting cultivation and forest degradation system are national problems need to be solved urgently. The importance of this effort is to maintain environmental sustainability and to avoid scarcity of limited natural resources. Therefore, proper management system that is able to share advantages between human needs and environment sustainability is highly required.The relationship between natural environment and the human organism therein is always interrelated in the ecosystem. In the fundamental form, this relationship is connected with the human efforts to fulfill his need as well as survival. Therefore the environment role is very important for human life. Human intervention to the environment should give more priority to prevent any conversions on land use that may cause environment degradation.In Lampung, forest degradation is caused by some complex factors. Those are number of population, migration, limitation of land ownership and employment opportunity, and poverty. These factors influence people to create several kinds of forest intervention. One of which into occupy protected forest into cultivation area by operating agricultural system through indigenous knowledge.That conversion is actually an adaptive action in respond to social and economic condition. Nevertheless this adaptation is patterned not only in accordance with socio economic condition but also the role of institution that supported innovation adoption.This research is intended to explain some key issues related with process of adopting innovation in shifting and relocated shifting cultivations. Those are the process of cultivation, the prosperity of cultivator, adaptation patterns, and their relationship to the processes of innovation adaptation.The hypothesis of this research are formulated as fallow:1. The degree of cultivator welfare influence to degree of his adaptations. The more prosperous cultivator the more adaptive.2. The more effective role of institution to inform public the more adaptive cultivator to adopt innovation.Samples of this research consist of a group of un-shifted cultivator in protected area and shifted one through resettlement programmed. Each of those is an interview 100 respondent who is choosing purposive proportionally sampling. To obtain data are research is explanatory comparative study that applied some technique to obtain data observation, interview with questioner, in-depth interview, and documentation. Percentage, chi square, Pearson correlation, multiple correlation and t test are some techniques used to analyze data. It's show from Pearson correlation analysis that the relationship between degree of cultivator welfare and adaptation is significant (r = 0,6034 and r = 0,5011) on confidence level of 0,05 or 95%. Furthermore, on the same level of confidence, the relationship between institution role and adaptation is not significant (r = 0,1252 and r = 0,1459). The last of significance in letter result is caused by the failure of instructor to be in local system. Cultivaters do not accept them yet. Analysis by multiple correlations shows significant relationships (0,5887) among degree of prosperity, institutional role, and adaptation pattern in adopting innovation on confidence level of 0,05. Un-shifting cultivations have occurred in respond of poverty and landless ownership. In facing those conditions, cultivators developed certain pattern of adaptation by organizing their close friends and family on cultivation enclaves, in where cultivating socialization process has occurred. In this sense, un-shifting cultivation is not intended to damage forest owner but to melt survival.Heaving shifted to the new area, un-shifting cultivator should adapt to new environment. Unfortunately, they meet some difficulties to be successful adaptation.It is difference among cultivation income in protected area and transmigration area. This is caused by the low of yield and it's exchange value in the new area. Nevertheless in non-economic dimension, there is a change in status of ownership from land worker to land owner. But it seems meaningful in cultivator?s life.