ABSTRAKIndonesia adalah negara yang kaya akan adat dan bahasa. Ada ratusan bahasa daerah yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Bahasa Minangkabau, misalnya adalah salah satu bahasa daerah yang digunakan di Minangkabau. Bahasa ini dipakai sebagai bahasa pertama bagi penduduk asli, dan mempunyai jumlah penutur 3,3 juta jiwa di daerah Sumatera Barat, dan juga di daerah-daerah lainnya di Indonesia dan Malaysia (Nababan, 1979).
Sebagai bahasa daerah, bahasa Minangkabau berfungsi sebagai pendukung kebudayaan yang merupakan lambang dan identitas daerah. Namun, kenyataan ini tidaklah sampai menyaingi apalagi merugikan bahasa nasional yang sudah mempunyai fungsi tersendiri (Isman, dkk, 1978:36). Lebih lanjut dinyatakan bahwa sebagai bahasa daerah, bahasa Minangkabau berfungsi sebagai : (a) alai perhubungan dalam keluarga dan masyarakat daerah dalam komunikasi lisan, (b) lambang kebanggaan dan pendukung perkembangan kebudayaan daerah, (c) lambang identitas daerah Sumatera Basal dan suku bangsa Indonesia, dan (d) sebagai bahasa pengantar pada dua kelas pertama di sekolah dasar (Isman, dkk, 1978:51).
Dilihat dari pentingnya fungsi bahasa Minangkabau sebagai bahasa daerah, kajian tentang bahasa ini perlu mendapat perhatian yang besar. Penelitian-penelitian tentang bahasa Minangkabau selama ini lebih banyak dipusatkan pada bidang struktural dan transformasional. Hal ini mungkin sejalan dengan perkembangan linguistik itu sendiri yang pada mulanya lebih memfokuskan diri pada struktur suatu bahasa. Kenyataan ini mengakibatkan penelitian pads bidang fungsi bahasa terabaikan.
Melihat kenyataan di atas, saya tertarik untuk melihat bahasa Minangkabau dari segi fungsi dan hubungan masyarakat penuturnya sendiri. Bagaimana bahasa itu berperan dalam kehidupan dan menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Minangkabau itu sendiri.
Bahasa Minangkabau selain digunakan untuk komunikasi sehari-hari juga digunakan dalam upacara-upacara adat yang bersifat ritual. Bahasa yang digunakan dalam upacara ini mempunyai kekhususan dan dapat ditemukan ciri-cirinya. Para penghulu di Minangkabau menamakan bahasa ini sebagai bahasa pasambahan, dan di beberapa nagari dikenal dengan nama pidato ahra pasambahan. Sesuai dengan namanya, penutur yang menggunakan bahasa ini kelihatan seperti berpidato, karena dituturkan di depan orang banyak. Untuk menuturkan pasambahan ini diperlukan pengetahuan tentang adat serta budaya Minangkabau, karena itu orang harus belajar terlebih dahulu.
Walaupun pasambahan ini masih dapat ditemui di daerah Minangkabau, tidak banyak lagi generasi muda yang tertarik untuk mempelajarinya. Kenyataan ini disebabkan karena mereka tidak mengerti ungkapan-ungkapan serta pepatah-petitih yang terdapat di dalam pasambahan tersebut. Hal inilah yang menyebabkan saya merasa tertarik untuk meneliti acara ini lebih jauh lagi. Suatu kenyataan lagi adalah langkanya penelitian tentang acara adat dan budaya daerah seperti acara pidrto adat pasambahan ini.