ABSTRAKSistem Hubungan Industrial pada waktu tertentu di dalam sejarah perkembangannya terdiri dari aktor-aktor tertentu yaitu serikat pekerja, pengusaha atau asosiasi pengusaha, dan pemerintah; konteks tertentu; dan suatu ideologi tertentu yang mengikat. Sistem Hubungan Industrial Pancasila merupakan konsep mengenai bentuk hubungan kerja yang dianggap mampu menjamin kepentingan pengusaha maupun para pekerja, dan juga. dianggap mampu menjamin stabilitas pembangunan nasional, melalui industrial peace.
Kondisi-kondisi tersebut diciptakan oleh aktor-aktor di dalam sistem Hubungan Industrial Pancasila, yaitu Pekerja Pengusaha Pemerintah yang diwakilkan kepada SPSI , APINDO, DEPNAKER Jadi, kekuatan relatif dari ketiga aktor tersebut menentukan proses maupun prosedur untuk pembuatan keputusan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan ketenagakerjaan, seperti kondisi kerja, upah, jam keija, jaminan sosial, kesehatan dan kcselamatan kerja, serta tunjangan dan fasilitas lainnya. Sebagai realisasi, Pemerintah dan Jegislatif telah menyetujui UU Jamsostek, menetapkan Upah Minimum Regional (UMR), serta membentuk Lembaga Tripartit yang bersifat otonom berikut perangkat kelengkapannya, seperti Dewan Produktivitas Nasional, Dewan Penelitian Pengupahan dan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.
Di samping mewajibkan setiap perusahaan menyelenggarakan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) dan membentuk Lembaga Bipartit di lingkungan kerjanya bersama-sama dengan PCTK-SPSI. Pada kenyataannya, hasil catatan sementara menunjukkan sepanjang tahun 1990-1992 situasi masyarakat industri di Indonesia ditandai oleh masalah perselisihan perburuhan. Dimana telah terjadi ratusan pemogokan dan unjuk rasa dari para pekerja dalam rangka mempenjuangkan nasibnya. Pergolakan itu tidak lagi bersifat lokal, tetapi telah melanda seluruh pelosok Pulau Jawa.
Dari data Departemen Tenaga Kerja sepanjang tahun 1990 ditunjukkan bahwa sebab-sebab terjadinya pemogokan dan unjuk rasa didominasi oleh masalah pengupahan, masalah jaminan sosial, masalah KKB, masalah SPSI, serta masalah syarat kerja. Dari kasus unjuk rasa dan pemogokan yang terjadi, hampir seluruhnya menyangkut tuntutan para pekerja atas hak-hak yang bersifat normatif, karena adanya pelanggaran para pengusaha terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti tidak dipenuhinya ketentuan upah minimum dan tidak mengikutsertakan para pekerja dalam program ASTEK.
Pada umumnya, aksi-aksi tersebut dilakukan tanpa didahului musyawarah, baik melalui forum Bipartit maupun Tripartit. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa konsep Hubungan Industrial Pancasila belum secara efektif dilaksanakan. Secara umum, kajian mengenai sistem Hubungan Industrial di Indonesia harus diletakan pada kerangka hubungan antara sistem politik dan sistem ekonomi.
Tujuan langsung dari penelitian ini adalah memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang apa dan bagaimana sistem hubungan industrial di Indonesia, melalui investigasi terhadap sejarah pergerakan buruh berikut konteks ekonomi, politik dan ideologi-nya. Serta bagaimana sejarah melahirkan suatu konfigurasi strategis Pemerintah-Pengusaha-Pekerja. Dari konfigurasi tersebut akan dikenali distribusi kemasan dan kekuatan antar aktor yang secara langsung mempengaruhi efektivitas pelaksanaan Kebijaksanaan Hubungan Industrial Pancasila di tingkat nasional maupun perusahaan.
Informasi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman komprehensif dan perspektif alternatif bagi para aktor yang terlibat di dalam dinamika hubungan industrial di Indonesia, sehingga pada proses formulasi, penetapan strategi dan implementasi kebijaksanaannya di tingkat nasional, telah mempertimbangkan akibat langsung serta dampak yang mungkin terjadi. Manfaaat bagi praktisi manajemen sumber daya manusia di tingkat per!ahaan adalah mempertimbangkan hasil-hasil yang diperoleh dari implementasi dan monitoring di PT Unilever Indonesia dan Indofood.
Penelitian lapangan dan kepustakaan dilaksanakan sejak Januari 1992 sampai dengan Juni 1993 oleh Sapta Dwikardana, mahasiswa program Pascasarjana Ilmu Sosial Universitas Indonesia. Lokasi penelitian konteks makro secara kualitiatif dilakukan di Jakarta, yaitu : Departemen Tenaga Kerja, DPP-Asosiasi Pengusaha Indonesia, DPP-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum, Centre for Strategic and International Studies, serta berbagai perpustakaan di Jakarta dan Bandung. Sedangkan penelitian pada unit analisa mikro dilakukan pada 2 (dua). perusahaan PT Unilever Indonesia dan Indofood Group (PT. Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd).
Penelitian kualitatif mengandalkan kepada information rich-cases dalam rangka studi yang mendalam. Informasi kunci diperoleh dari berbagai kalangan pejabat pemerintahan, pengurus organisasi serikat pekerja, organisasi pengusaha, lembaga swadaya masyarakat, NGO, serta pengumpulan data sekunder. Sedangkan pemilihan sampel di tingkat perusahaan, dilakukan berdasarkan kepada extreme and deviant case sampling, yaitu Unilever Indonesia dan Indofood. Teknik wawaneara mendalam secara terstruktur dan tidak terstruktur, serta penggunaan kuesioner bagi para pekerja di dalam perusahaan yang ditentukan sampelnya secara purposive, merupakan teknic pengumpulan data dalam penelitian ini.