Penelitian ini didasari pada suatu anggapan bahwa setiap individu yang terlibat dalam suatu kegiatan organisasi (karyawan) secara otomatis akan membuat perjanjian psikologis sebagai pelengkap perjanjian ekonomis. Artinya jika mereka mencurahkan tenaga dan loyalitasnya dalam kadar tertentu akan menuntut lebih dari hanya sekedar imbalan ekonomi atau gaji. Hal inilah yang merupakan indikasi dan adanya kepuasan kerja bagi karyawan di sebuah perusahaan.
Berangkat dari anggapan diatas, permasalahan pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini menyangkut seberapa jauh faktor komunikasi, yang tercakup dalam iklim komunikasi, turut mempengaruhi kepuasan kerja karyawan di kalangan ?public relations officer? (PRO) di Jakarta. Dipilihnya kalangan PRO yaitu dengan asumsi bahwa PRO mempunyai posisi strategis dalam melaksanakan komunikasi internal dan eksternal sehubungan dengan menciptakan citra positif dari suatu organisasi.
Untuk kebutuhan itu penulis mewawancarai 128 responden sebagai sampel yang ditarik dengan cara kuota. Dan responden dipilih dengan cara accidental, yakni mewawancarai PRO baik dan perusahaan semi pemerintah atau swasta yang ditemui di Jakarta. Sedangkan tipe penelitian ini adalah eksplanatif, yakni untuk melihat secara lebih jauh keterkaitan variabel-variabel komunikasi dan juga non komunikasi dengan variabeI kepuasan kerja. Dan analisis data dilakukan dengan 2 tahap, yakni analisis deskriptif dan analisis diskriminan (inferensial). Analisis deskriptif dimaksudkan untuk melihat tingkat signifikansi perbedaan melalui penghitungan "chi square" (X2) dengan level p< 0.05. Dan analisis diskriminan dimaksudkan untuk melihat perbedaan 2 kelompok (kepuasan dan ketidak puasan) dikaitkan dengan beberapa variabel secara bersamaan.
Dari hasil analisis deskriptif, diketahui bahwa yang mempunyai signifikansi perbedaan kuat terhadap kepuasan kerja secara keseluruhan berasal dari faktor komunikasi. Namun jika dilihat secara parsial, faktor-faktor tersebut tidak selalu memberikan signifikansi yang cukup kuat terhadap masing-masing indikator kepuasan, kecuali untuk kepuasan akan tugas dan kepuasan akan kecocokkan pekerjaan.
Berdasarkan hasil klasiflkasi analisis diskriminan, ke 16 variabel diskriminan tetah membedakan secara benar antara kelompok yang puas dan tidak puas dari kepuasan kerja secara keseluruhan. Berdasarkan F rasio, terdapat 8 variabel yang dengan nyata membedakan tingkat kepuasan responden. Dari 8 variabel tadi hanya 2 variabel komunikasi (kejelasan tujuan dan daya dukungan) yang memberikan kontribusi paling nyata.
Kecenderungan di atas terjadi pula jika dilihat dari setiap indikator kepuasan kerja. Namun demikian tidak semua dari 16 variabel diskriminan memberikan kontribusi pada masing-masing indikator kepuasan. Untuk kepuasan tugas, dari 7 variabel yang signifikan, hanya 2 variabel (tujuan organisasi dan kepercayaan) yang mempunyai kontribusi yang paling nyata. Untuk kepuasan disiplin, dari 5 variabel yang membedakan kepuasan, hanya 2 variabel yang secara nyata memberikan kontribusi. Pada kepuasan kecocokkan kerja, dari 7 yang signifikan, 5 diantaranya memberikan kontribusi yang kuat. Dan untuk kepuasan pemecahan masalah, hanya 1 variabel (promosi jabatan) yang membedakan dan memberikan kontribusi yang kuat.
Dan temuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor komunikasi, antara lain mencakup variabel kepercayaan, daya dukungan, kejelasan tujuan dan penghargaan, dapat menjadi prediktor terhadap kepuasan kerja para PRO. Disamping itu ada pula faktor non komunikasi yang turut serta mempengaruhi kepuasan kerja para PRO tersebut, antara lain adalah gaji, promosi jabatan, kesesuaian peran dan budaya organisasi. Hal ini sejalan dengan model yang dikemukakan oleh Herzberg bahwa kepuasan kerja ditentukan oleh 2 faktor, yaitu faktor satisfiers dan dissatisfiers. Jadi dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor komunikasi. Sementara faktor-faktor non komunikasi tetap memberi dukungan dan merupakan faktor pemelihara terhadap kepuasan kerja karyawan.