RingkasanTujuantesis ini adalah untuk menyajikan hasil penelitian dalam Etika Lingkungan Para Petapa Trappist Pertapaan Santa Maria Rawaseneng, Jawa Tengah. Dalam hal ini adalah mengetahui pengertian mereka mengenai lingkungan dan pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Penulis meneliti apakah perlakuan para Trappist terhadap lingkungan mempengaruhi atau tidak mempengaruhi perilaku karyawannya.
Pertapaan Santa Maria Rawaseneng terletak di Desa Ngemplak, 14 kilometer sebelah utara kota Temanggung, terdiri dari Sembilan dusun yaitu Rawaseneng, Rejosari, Kebonandong, Klodran, Dakaran, Ngedongan, Bendosari, Kalisanten dan Ngasinan. Luas wilayah Desa Ngemplak adalah 993.000 ha.
Desa Ngemplak terletak pada ketinggian antara 500 sampai 825 meter di atas permukaan laut. Permukaan tanah tidak rata, tetapi bergelombang di kaki lereng Gunung Sumbing dan Sundoro.
Pertapaan Rawaseneng mengelola sebuah perkebunan kopi dan sebuah peternakan yang mempunyai dampak positif terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebagian besar masyarakatnya adalah petani dan buruh tani. Para Trappist telah dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan memberikan kesempatan kerja kepada buruh tani.
Pada umumnya, kehidupan masyarakat pedesaan berada dalam situasi miskin, tetapi ada sebagian kecil yang hidup dalam tingkat ekonomi lebih baik. Para rahib membaktikan diri secara utuh kepada Tuhan dengan tanggung jawab sosialnya, Mereka hidup miskin dan harus menghindari segala kesenangan duniawi, sesuai Kitab Suci.
Para Trappist merasa terdorong oleh panggilan Yang Maha Kuasa, untuk mencintai Allah dan sesamanya. Mereka percaya bahwa Allah menciptakan alam untuk manusia, oleh karena itu manusia harus memelihara dan melestarikannya sekarang dan untuk generasi yang akan datang.
Dalam menjalankan penelitian sebagai eksplorasi tentang perilaku ekologis para Trappist itu metodologi yang digunakan adalah kualitatif dan deskriptif analitis yaitu mengamati mereka dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan mengangkat tafsiran tentang lingkungan hidup mereka. Jumlah informan yang diwawancara adalah 19 imam rahib dan 39 karyawan.
Sebagai konsekuensi logis dari keberadaan peternakan dan perkebunan, serta kegiatan-kegiatan lain yang terkait, dihasilkan limbah yakni berupa limbah perkebunan, peternakan, perbengkelan, dan berbagai masalah sosial.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Para Trappist telah melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup secara lestari, baik di lingkungan Pertapaan, maupun di luar Pertapaan.
Pertapaan mendampingi masyarakat setempat, khususnya dalam masalah sosial. Pekerjaan mereka yang bermanfaat dirasakan berpengaruh juga di Bandung, Jakarta, Semarang dan Surabaya.
Para rahib meminjamkan modal tanpa bunga untuk membangun sederhana atau memulai usaha, mereka memberikan beasiswa kepada anak yang berinteligensi tetapi miskin. Pekerjaan para Trappist membawa perubahan dalam dunia hidup masyarakat Rawaseneng dan dusun-dusun di sekitarnya; Mereka lebih memperhatikan lingkungan hidup dengan membuang sampah pads tempat yang ditentukan, mereka mengalami peningkatan hidup mereka.
Para Trappist telah menyatukan kesadaran lingkungan hidup dalam praktek dan mereka tidak hanya mengerti secara teoritis. Mereka menyatukan pertumbuhan lingkungan dimana mereka hidup sebagai petapa, sehingga mereka menjadi contoh dari kesadaran lingkungan hidup yang dilaksanakan dalam hidup mereka.
Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi pertapaan lain, biara-biara, perkebunan-perkebunan dan peternakan serta untuk banyak orang, sehingga mereka dapat meningkatkan kepedulian mereka terhadap lingkungan hidup mereka, bukan untuk mereka sendiri, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.
ABSTRACTThe purpose of this thesis is to present the results of an research into the environmental ethics of the Trappist monks- in Rawaseneng, to know their understanding about the environment and how they practice it in their daily life. The writer enquires into how the attitude of the monks has or has not influenced the attitudes of their employees.Saint Mary's Monastery Rawaseneng is located in the village Ngemplak, 14 kilometers North of Temanggung, which is surrounded by nine smaller villages Rawaseneng, Rejosari, Kebonandong, Kiodran, Dadakan, Ngedongan, Bendosan , Kalisanten, and Ngasinan. Its area is 700.979,5- hectares.It ranges from 500-825 meters above sea-level, and has a typical tropical climate. The land is not flat but rolling at the foothills of Sumbing and Sundoro mountains.Rawaseneng monastery runs a coffee-plantation and farm which has a positive affect on the people of this area. Most of the people are farmers or hired farm-workers. The monks have been able to lift the standard of living and have increased work-opportunities for the farm workers. In general, the people of this area live in very simple conditions, although there are some people whose economic situation is quite good. The group of the monks have given their lives to God and can dedicate themselves wholly. This frees them from the cares of the world so that they can live a simple life according to the Holy Scriptures say. This enables the monks to lighten the burdens of the poor.These men are motivated by the feeling of being called by the Almighty to love God and their neighbors. They believe. that God created nature for people and so people have to care for it and cultivate it now and for those who will come after them. People should not misuse the environment but ought to preserve it for their children and children's children.The plantation, farm and other activities produce a variety of waste, for example breeding waste, unusable plantation materials, these is spillage from the workshop and there a variety of social of problems.This research concludes that the management by the monks of their environment, inside and outside the monastery, is seen from an environmental point of view, quite effective.The monastery assists the people of their area especially in their social problems. Their beneficial work has an impact that is felt even in the cities like Semarang, Bandung, Jakarta, and Surabaya. The monks lend money to their neighbors to buy small houses to start mini-businesses. They give scholarships to children who are intelligent but poor.The work of the monks has induced change in the life-world of the other villages around. They now pay attention to their environment by putting the waste in more certain designated places, they live a better life.Hopefully, the results obtained from this study may be useful for other monasteries, convents, plantations, farms and for many people, so they are able to increase and to care for their environment not only for themselves but also for future generations.The monks implement environmental consciencousnes in practice and do not just theorize about it. They integrate cultivation of the environment with their monastic life, so they become model of a practical ecological awareness.