Munculnya gerakan Islam di daerah merupakan fenomena penting untuk diteliti. Setelah ambruknya rezim Orde Baru, Indonesia berada dalam krisis ekonomi dan stabilitas sosial-politik yang rapuh. Di tengah kehidupan bangsa yang sedang tidak menentu, muncul gerakan untuk kembali kepada Islam sebagai landasan hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kembali kepada Islam dipandang sebagai solusi dalam memecahkan berbagai krisis yang sedang terjadi dengan cara menciptakan tatanan kehidupan yang religius dengan menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Tesis ini memfakuskan perhatian pada proses "Implementasi Syariat Islam di Cianjur" di dalam konteks sosial-politik lokal. Cianjur merupakan sebuah Kabupaten yang sedang menggalakkan Gerakan Pembangunan Masyarakat Berakhlakul Karimah (Gerbang Marhamah) berorientasikan nilai-nilai Islam. Keinginan Cianjur untuk menerapkan syari'at Islam mendapat banyak tantangan dari kalangan ulama dan intelektual di Indonesia. Karena tidak sesuai dengan dasar negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UIJD 45 dan di samping itu Indonesia bukan negara agama. Dua organisasi Islam terbesar NU dan Muhammadiyah juga tidak menyetujui dijadikannya syariat Islam sebagai azas berbangsa dan bernegara di bumi Indonesia.
Melihat adanya tantangan dari berbagai kalangan, Pemerintah Daerah Cianjur tetap menerapkan agenda pembangunan syariat Islam. Penerapannya tidak secara tegas dinyatakan pelaksanaan syariat Islam. Tetapi dikemas dalam bentuk pembangunan budi pekerti yang baik melalui Gerakan Pembangunan Masyarakat Berakhlakul Karimah yang disingkat dengan Gerbang Marhamah. Hal ini dilakukan agar tidak terlihat jelas kesan bertentangan dengan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penelitian ini bersifat kualitatif, dengan mencoba memahami pemikiran, dan konsep serta latar belakang diterapkannya syariat Islam di Cianjur dalam merespon perkembangan sosial dan politik pada tingkat lokal maupun nasional pada tingkat Pemerintah Daerah dan kelompok masyarakat. Untuk keperluan pemahaman itu, peneliti mengumpulkan bahan-bahan (data) melalui wawancara mendalam, observasi, studi dokumentasi dan literatur.
Yang menjadi pijakan penelitian ini adalah pembacaan terhadap sejarah perjuangan syari'at Islam menjadi hukum negara di Indonesia. Dalam banyak hal, seringkali kemunculan gerakan Islam menghendaki tatanan sosial politik yang berdasar pada syariat Islam sebagai jawaban dan solusi ketika terjadi dekadensi moral dan kebuntuan politik, selalu menemui kegagalan ketika berhadapan dengan kekuatan negara. Eksistensi gerakan sosial keagaman yang demikian ini, dengan jelas tergambar dalam berbagai letupan sejarah seperti: gerakan DI/TII, Daarul Islam, Negara Islam Indonesia (NIl), gerakan Monginsidi di Lampung dan Malari di Tanjung Priok.
Pada penelitian ini penulis, mendifinisikan gerakan Islam sebagai kolektifitas muslim yang bangkit melakukan tindakan menentang penguasa, kelompok-kelompok sosial lain, norma-norma yang ada di masyarakat yang dianggap mengancam kepercayaan dan norma-norma Islam sebagaimana difahami oleh partisipan gerakan, dan yang dianggap menghambat penegakan nilai-nilai dan norma-noma dalam kehidupan pribadi maupun publik melalui cara yang relatif terorganisasi yang didasarkan atas sentimen dan solidaritas Islam. Aktivis gerakan ini bervariasi sesuai dengan variasi keyakinan dan pemahaman terutama mengenai hubungan antara Islam dan masyarakat, dan hubungan antara Islam dan negara atau politik pada umumnya.
Tesis ini akan menguji teori fungsionalisme struktural Tallcot Parson, yang menunjukkan adanya keteraturan dalam struktur - meski ada sistem alternatif (Islam) yang berlawanan dengan negara Pancasila tetap saja sistem Islam itu menyesuaikan diri dengan sistem negara walaupun ada penyamaran bentuk. Dalam teori ini dinyatakan bahwa masyarakat akan selalu sinergi dan harmoni, masing-masing element yang ada dalam masyarakat selalu terintegrasi ke dalam sistem, karena diandaikan negara selalu powerfull. Dalam istilah fungsionalisme struktural, kelompok yang keluar dari sistem dominan dapat dikatakan penyimpangan (deviance). Oleh karena itu, gerakan sosial yang berbau keagamaan maupun tidak dipandang sebagai suatu gerakan yang menyimpang (deviance) dari sistem. Hal itu, dikarenakan sikap, pandangan maupun perilaku sosialnya berbeda dengan maistream masyarakat umumnya. Persoalannya kemudian, apakah negara berhasil mengintegrasikan sistem yang menyimpang itu ke dalam dirinya atau tidak, dengan menggunakan fungsionalisme struktural akan diuji dalam penelitian ini.
Dalam tesis ini menunjukkan bahwa, gerakan "implementasi syariat Islam" di Kabupaten Cianjur yang masih bertahan sampai sekarang ini, mengidikasikan semakin melemahnya kontrol negara terhadap sistem yang menyimpang yang bisa mengancam keutuhan sistem secara keseluruhan.