ABSTRAKPenyakit Tb paru terdapat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Upaya pemberantasan penyakit Tb paru di Indonesia telah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda, yaitu pada tahun 1908 oleh suatu perkumpulan ( CVT ), yang selanjutnya menjadi yayasan ( SCUT ). Setelah kemerdekaan dilakukan oleh pemerintah, pada tahun 1952 programnya terdiri atas vaksinasi BCG dengan didahului test Mantoux, pengobatan penderita dan penyuluhan kesehatan .
Pemerintah mengharapkan pada akhir Pelita V prevalensi penyakit Tb paru di Indonesia menjadi 2,4 per 1000 penduduk, dan pada tahun 2000 menjadi 2 per 1000 penduduk. Kenyataannya pada awal Pelita V penyakit Tb paru masih dinyatakan sebagai masalah kesehatan di Indonesia.
Secara umum tujuan penelitian ini adalah : Mendapatkan informasi tentang pengaruh faktor risiko terhadap kejadian Tb paru BTA + dalam rangka meningkatkan kegiatan Program Pemberantasan Penyakit Tb Paru di Kotamadya Surakarta. Secara Khusus yang diteliti adalah pengaruh tinggal serumah dengan tersangka penderita Tb paru, kontak dengan tersangka penderita Tb paru yang tidak berobat, tinggal dirumah yang berventilasi kurang , tinggal dikamar yang berventilasi kurang, tinggal dikamar yang masuknya cahaya matahari kurang, tinggal dirumah yang padat penghuni, pengaruh tinggal dalam kamar yang padat penghuni, kontak lama dengan tersangka penderita Tb paru, pengaruh tinggal dalam kamar yang lenmbab, merokok, terhadap terjadinya kasus Tb paru BTA + di Kotamadya Surakarta.
Penelitian dilakukan dengan metode kasus kontrol. Sebagai kasus dipilih penderita TB Paru BTA + yang berobat ke pelayanan kesehatan dibawah pengawasan Dinas Kesehatan Kotamadya Surakarta. Kontrol diambil dari tetangga terdekat penderita Tb paru BTA +. Cara pemilihan kontrol dilakukan secara acak dengan mengundi diantara penghuni serumah, yang berumur diatas 14 tahun. Data dikumpulkan dengan menggunakan daftar pertanyaan dan isian. Ditentukan kasus sejumlah 202 orang dan kontrol 202 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Faktor risiko yang terbukti mempunyai hubungan dengan terjadinya penderita Tb paru BTA + adalah kontak dengan tersangka penderita Tb paru. Orang yang kontak dengan tersangka penderita Tb paru mempunyai kemungkinan 3,027 ( 1,24 - 7,39 ) kali terkena Tb paru dibanding dengan orang yang tidak kontak dengan tersangka penderita Tb paru Tak ada interaksi antara kontak dengan tersangka penderita
Tb paru dengan faktor risiko tinggal dirumah yang berventilasi kurang , tinggal dikamar yang berventilasi kurang, tinggal dikamar yang masuknya cahaya matahari kurang, tinggal dirumah yang padat penghuni, tinggal dalam kamar yang padat penghuni, tinggal dalam kamar yang lembab, dan merokok.
Faktor risiko ventilasi kamar dan kepadatan penghuni serumah menjadi konfonding antara faktor risiko kontak dengan tersangka penderita Tb paru dengan terjadinya penderita Tb paru BTA +.
Berdasarkan hasil penelitian ini diusulkan untuk mengadakan penelitian dengan mengambil kontrol sedemikian rupa sehingga dapat diketahui faktor lingkungan apakah yang berpengaruh terhadap terjadinya penderita Tb paru BTA +.
Sambil menunggu penelitian yang lebih baik dapat, ditingkatkan penanganan kepada penderita dan kontak serumah , serta ventilasi kamar, dan kepadatan penghuni serumah dalam usaha mengurangi penularan Tb paru di Kotamadya Surakarta sesuai dengan hasil penelitian ini.
Daftar Pustaka : 60 ( 1974 -- 1992 )