Program KB Mandiri mulai dicanangkan dengan adanya seruan Presiden RI, Suharto, pada tanggal 28 Januari 1987, yang intinya menyerukan supaya dikembangkan "KB Mandiri" mulai dari kota-kota besar (termasuk DKI Jakarta) dan masyarakat yang sudah maju (Suyono: 1988: 22). Pengertian KB Mandiri pada tingkat individual dan keluarga adalah Kelompok penduduk yang melaksanakan KB bukan karena anjuran dan ajakan saja, tetapi telah tumbuh dari kesadaran dan rasa tanggungjawabnya sendiri terhadap kesejahtraan pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsanya. Sehubungan dengan itu hadir atau tidak hadirnya para petugas KB mereka tetap melaksanakan KB dan dimana perlu pergi mencari pelayanan walau dengan biaya sendiri (Suyono: 1988: 19).
Sampai saat ini pengertian Program KB Mandiri yang lazim dipakai dan dikemukakan, misalnya pada kegiatan-kegiatan operasional di lapangan, evaluasi Program KB ataupun dalam Pencatatan Pelaporan Program adalah: Program yang mengarahkan masyarakat/individu untuk menggunakan jasa pelayanan KB jalur swasta dan membayar sendiri jasa pelayanan serta kebutuhan kontrasepsinya. Sejak kegiatan Program KB Mandiri dilaksanakan sampai kini, dikenal sebutan akseptor mandiri yaitu: akseptor yang membayar sendiri pelayanan kontrasepsi yang diperolehnya di tempat - tempat pelayanan KB milik swasta. Lainnya adalah akseptor yang menggunakan jasa pelayanan KB milik Pemerintah untuk memperoleh pelayanan kontrasepsi. Sehubungan dengan itu, maka perbedaan antara 2 (dua) kategori akseptor tersebut terletak pada membayar sendiri dengan tidak membayar dan tempat pelayanan yang digunakan, yaitu milik Pemerintah dengan Swasta.
Kampanye secara besar-besaran KB Mandiri dimulai pada bulan Mei 1987. Terlebih dahulu Program ini dikembangkan di kota-kota besar. Asumsinya kehidupan perkotaan yang begitu kompleks dan heterogen baik pada aspek sosial, ekonomi, politik, budaya dan keakraban dengan teknologi canggih, mengakibatkan masyarakat kota lebih kritis serta mempunyai harapan yang lebih mengenai pelaksanaan pelayanan KB Mandiri dibandingkan masyarakat pedesaan. Oleh karena itu mereka dianggap lebih siap menerima Program tersebut. Namun sejalan dengan percepatan operasional Program KB umumnya dan khususnya KB Mandiri, salah satu masalah yang perlu segera dibenahi dan dicari langkah-langkah keluarnya adalah masalah kesiapan balk masyarakat maupun pengelola program. Sebab proses alih kelola yang mengarah pada kemandirian ini menyangkut banyak perubahan di dalamnya, antara lain arah pendekatan dari supply oriented menjadi demand oriented, artinya masyarakat yang semula lebih banyak menerima karena diajak dan diberi oleh petugas Program, kini Iebih aktif mencari dan meminta, sedangkan petugas lebih banyak melayani.
DKI Jakarta termasuk salah satu kota yang sejak awal telah ditunjuk untuk mengawali pelaksanaan Program KB Mandiri. Pada dasarnya perkembangan hasil program KB di DKI Jakarta secara kuantitatip dan kualitatip relatif meningkat dari tahun ke tahun. Secara kuantitatif terlihat dari jumlah Akseptor Aktif yang menunjukkan kenaikan baik dilihat dari jumlah fisik maupun persentasenya terhadap jumlah pasangan usia subur (PUS). Pada akhir Pelita II (197811979) jumlah akseptor aktif di DKI Jakarta adalah sebesar 188.000 atau 21,6% dari PUS, kemudian menjadi 581.000 atau 51,7% dari PUS pada akhir Pelita III - (198311984). Dan pada akhir Pelita IV (198811989) yang lalu jumlah tersebut telah mencapai 854.615 atau 67,28 % dari PUS. Pada akhir Pelita V diharapkan akan mencapai 994200 atau 61,20 % dari PUS.
Sebagai dampak dari keikutsertaan KB aktif itu adalah perubahan yang terus terjadi terhadap berbagai ciri kependudukan di DKI Jakarta ke arah mutu penduduk yang relatif lebih baik. Perubahan yang paling bermakna adalah tingkat pertumbuhan (alami) penduduk dapat dikendalikan, walaupun persentase penurunannya relatif kecil. Periode 1961 - 1971, 1971 - 1980 dan 1980 - 1985 berturut-turut adalah (secara eksponensial): 4,32% ; 3,9% ; dan 3,7% per-tahun. Gejala penurunan tingkat pertumbuhan penduduk tersebut diperkuat dengan berbagai ciri demografis yang lain seperti jumlah anak yang dilahirkan hidup/per wanita kawin dari 3,64 pada tahun 1980 menjadi 3,065 pada tahun 1985; serta penurunan persentase penduduk kelompok umur 15 tahun ke bawah dari 39,04% pada tahun 1980 menjadi 35,23% pada tahun 1985.
Sedangkan pencapaian hasil kualitatif dari program KB DKI Jakarta adalah makin tampak kesadaran masyarakat untuk menanggulangi masalah kependudukan melalui program KB, yang mencerminkan bahwa program KB merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah dengan segenap lapisan masyarakat. Keadaan ini dibuktikan oleh kegiatan partisipasi masyarakat yang makin meluas, seperti kelompok-kelompok akseptor sampai ke tingkat?