Pada awal Juli 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang membuat roda perekonomian dalam negeri menjadi lumpuh. Krisis ini pulalah yang mendorong Indonesia untuk meminta bantuan lembaga internasional. IMF dalam hal ini sebagai Lembaga Keuangan Internasional memberikan bantuan dana serta membahas bersama langkah-langkah pemulihan krisis ekonomi tersebut, guna menstabilkan kembali roda perekonomian di Indonesia. Pengambilan langkah-langkah dalam pemulihan krisis ini dilakukan melalui negosiasi di antara kedua belah pihak. Negosiasi ini tertuang kedalam suatu nota kesepakatan bersama yang disebut Letter Of Intent (LOI). Selama krisis moneter terjadi hingga tahun 2000, tercatat 15 buah LOI telah disepakati oleh IMF.
Dengan diterapkannya LOI di Indonesia maka diberikan pula syarat-syarat dalam bentuk program yang harus dijalankan oleh Indonesia. Program-program tersebut dikenal dengan Program Penyesuaian Struktural (SAPs). Di dalam SAPs, IMF memberikan beberapa kebijakan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia guna memperoleh bantuan dana. Program ini menyentuh seluruh sektor kehidupan di Indonesia, salah satunya adalah kebijakan pembangunan kehutanan.
Mengingat SAPs IMF yang diterapkan di Indonesia begitu..luas dan permasalahan yang dibahas begitu universal, uraian mengenai SAPs terhadap kebijakan pembangunan kehutanan di Indonesia, maka dalam penulisan ini dibatasi pada kurun waktu 1999-2000 dengan permasalahan lebih ditekankan pada pengaruh serta dampak yang diberikan SAPs didalam kebijakan kehutanan di Indonesia.
Adanya perbedaan sikap, tujuan yang ingin dicapai serta strategi yang dijalankan oleh masing-masing pihak dalam pelaksanaan LOI, menimbulkan kenyataan bahwa terdapat ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di dalam kebijakan pembangunan kehutanan di Indonesia.