ABSTRAKPembangunan industri akhir-akhir ini mempunyai dilema. Pertama, industri sebagai indikator ekonomi ingin mencapai pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya, sedangkan misi lain sebagai sarana politik ingin mewujudkan pemerataan dan keadilan dalam menikmati pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Pemerataan dan keadilan tersebut seringkali tidak tercapai dan karena itu menimbulkan konflik. Konflik dalam bentuk apa saja tidak diinginkan oleh pemerintahan manapun. Oleh karenanya setiap pemerintahan akan berusaha untuk melaksanakan pemerataan dan keadilan dengan sebaik-baiknya. Cara yang digunakan oleh pemerintahan negara-negara yang sudah maju maupun negara-negara yang sedang berkembang akhirakhir ini ialah antara lain dengan upaya mengatasi kemiskinan, pengangguran, keadilan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan. Kedua, industrialisasi akan berhubungan dengan eksploitasi sumber daya alam untuk peningkatan produksi. Kelemahan yang sering dipermasalahkan ialah eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam yang cenderung merusak kelestarian alam dan pencemaran lingkungan hidup.
Ada berbagai pandangan mengenai dilema pertama. Menurut Dorodjatun, ada dua pandangan terhadap suatu peristiwa ekonomi. Pandangan dari kelompok ekonomi murni dan non ekonomi, murni. Kelompok ekonomi murni berpendirian bahwa fakta ekonomi harus bisa diukur baik secara "cardinal" maupun secara "ordinal". Hal itu berarti suatu peristiwa ekonomi harus dapat diperhitungkan prospek dan hasil penjualan, pembelian, laba atau rugi. Tujuan terutama ialah memperoleh keuntungan yang setinggi-tingginya dengan biaya yang serendah-rendahnya. Kelompok ini tidak akan mengaitkan proses ekonomi dengan masalah pemerataan kesejahteraan dan distribusi pendapatan maupun kekayaan. Sehingga nampak ciri khasnya dalam pengkajian selalu menggunakan metode kuantitatif, yang tidak dapat diganti dengan analisa politik atau sosiologi.
Sedangkan, Kelompok Kedua, menganggap bahwa cara pandang Kelompok Pertama hanya mampu melihat indikator-indikator dipermukaan (keuntungan ekonomi), tetapi tidak mampu menjangkau "arus bawah" yaitu kondisi sosial, politik, ekonomi masyarakat, yang lebih menceriterakan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Menurut Kelompok Kedua, variabel maupun parameter ekonomi hanya merupakan tujuan sementara dari sejumlah aktor yang berada dibelakang variabel atau parameter dimaksud. Diduga bahwa aktor yang dimaksudkan Dorodjatun adalah para penentu kebijaksanaan (policy maker) dan pengambil keputusan (decision making), sehingga dengan demikian sangat bertalian erat dengan suatu sistem politik tertentu. Menurut Dorodjatun dalam karya tulisnya "Pendekatan Politik Ekonomi (Political-Economy)" berpendapat bahwa :
Kegiatan ekonomi sebagaimana halnya kegiatan-kegiatan lainnya di masyarakat, tidak terlepas dari konteks politik yang ada di masyarakat yang bersangkutan, karena sistem politik bukan saja membentuk "power relationship" di suatu masyarakat, akan tetapi juga turut menentukan nilai serta norma yang berlaku yang dirasakan pengaruhnya bahkan di dalan kegiatan ekonomi.