Bali sebagai daerah yang hukum adatnya masih berpengaruh dengan kuat dan diterima oleh alam hukum daerah tersebut, yang kesemuanya berpangkal pada hidup budaya dan banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur religius. Oleh karena itu, hukum adat di Bali hidup secara berdampingan dan saling mengisi dengan agama (Hindu). Diterimanya unsur-unsur agama ke dalam hukum delik adat, secara konkrit terlihat dart tata cara penjatuhan sanksi adat yang lebih banyak dikaitkan dengan ritual-ritual keagamaan. Dengan demikian, maka berfungsinya hukum delik adat tidak terlepas dari unsur-unsur religius, dalam arti, sesuai dengan pandangan hidup berdasarkan ajaran-ajaran agama Hindu, di samping juga faktor lain seperti kesadaran anggota masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang aman dan tertib. Dapat diidentifikasi beberapa delik hukum adat, yang apabila diklasifikasikan termasuk dalam delik terhadap: harta benda; kepentingan orang banyak; kepentingan pribadi seseorang; kesusilaan; dan pelanggaran lain yang sifatnya ringan. Dalam praktek peradilan di Bali, untuk kasus-kasus delik hukum adat, putusan hakim didasarkan Pasal 5 ayat (3) sub. b UU No. 1 Drt Tahun 1951 yang dihubungkan dengan kewajiban hakim sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970.
Ditemukan putusan yang bervariasi dalam penanganan kasus-kasus delik hukum adat, bahkan ditemukan pula putusan hakim yang menjatuhkan pidana pokok dan pidana tambahan di luar ketentuan Pasal 10 KUHP. Eksistensi delik hukum adat dalam hukum pidana positif di Indonesia, paling tidak mematahkan kekakuan asas legalitas dalam dinamika hukum pidana positif, walaupun dalam implementasinya hukum pidana positif di Indonesia masih menampakkan kekakuannya. Dalam era implementasi hukum pidana mendatang, delik hukum adat masih diberikan peluang keberadaannya. Peluang keberadaan delik hukum adat tercermin dalam konsep KUHP yang dituangkan dalam Pasal 1 ayat (4) dan Pasal 64 ayat (4) sub. 5. Langkah tepat para perancang konsep KUHP untuk tetap mengakui keberadaan delik hukum adat dalam implementasi hukum pidana mendatang telah menunjukkan adanya pergeseran pandangan terhadap hukum yang yuridis dogmatis menuju pada pandangan yang sosiologis. Urgensi memasukkan delik hukum adat tentu berkait pula dengan usaha mengangkat nilai-nilai sosial dan budaya sebagai khasanah potensial dalam pembangunan hukum. Semua ini tentu dalam konteks, bahwa faktor-faktor yang ada di luar hukum, ikut pula menentukan efektif atau tidaknya hukum.