Penelitian ini membahas tentang fungsi ruang publik pada stasiun televisi swasta Rajawali Citra Televisi Indonesia. Ruang publik merupakan suatu konsep yang digagas oleh Jurgen Habermas. Ruang publik merupakan suatu celah yang terletak antara komunitas ekonomi dan negara, di mana publik melakukan diskusi yang rasional, membentuk opini mereka, serta menjalankan pengawasan terhadap pemerintah. Konsepsi public sphere pada intinya juga menunjuk kepada suatu kawasan atau ruang yang "netral" di mana publik memiliki akses yang sama dan berpartisipasi dalam wacana publik dalam kedudukan yang sejajar pula, bebas dari dominasi negara ataupun pasar. Dalam konsep ruang publik terdapat tiga kondisi ideal, yakni pertama ialah akses yang sama terhadap informasi; kedua, tidak ada perlakuan istimewa terhadap peserta diskusi dan prinsip ketiga, mengemukakan alasan-alasan yang rasional dalam berdiskusi dan juga dalam mencari konsensus. Usaha-usaha untuk mencari norma bersama tersebut dilakukan dengan partisipasi bebas dalam diskusi. Memang validitas historis empirik keberadaan ruang publik ataupun kelayakannya masih banyak dipertanyakan namun setidaknya konsep ruang publik amat relevan ditempatkan sebagai sebuah konsepsi normatif yang bisa dijadikan acuan sejauh mana suatu masyarakat telah mampu memenuhi salah satu dimensi kehidupan bernegara yang demokratis.
Kajian ini merupakan kajian yang menggunakan pendekatan kritis, sedangkan metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian kualitatif. Untuk pengumpulan data digunakan tiga metode, yakni wawancara mendalam, analisis isi, dan studi pustaka. Sebagai konsekuensi,penelitian yang bercorak kritis, penelitian ini melakukan analisis pada tiga level, yakni level mikro atau level teks, level meso, dan level makro. Pada level teks, analisis dilakukan dengan menggunakan sebuah kerangka evaluasi. Kerangka evaluasi tersebut disusun berdasarkan konsep ruang publik Habermas. Keseluruhan analisis dilakukan dengan berpedoman pada konsep ruang publik yang diajukan oleh Habermas.
Temuan pada level mikro menunjukkan bahwa keberadaan ruang publik di RCTI masih sangat minim, hal itu antara lain tercermin dari adanya ketimpangan akses yang diberikan kepada publik cut dan publik yang mewakili masyarakat umum, serta tidak ditayangkannya acara-acara diskusi yang memungkinkan terselenggaranya diskusi publik yang rasional dan kritis, padahal esensi ruang publik terletak pada penyelenggaraan diskusi rasional dan kritis yang melibatkan publik serta membicarakan masalah-masalah yang menyangkut kepentingan publik. Hasil analisis pada level meso menunjukkan bahwa sebagai sebuah institusi yang menggunakan benda publik, yakni gelombang elektromagnetik, RCTI masih belum menempatkan kepentingan publik sebagai prioritas antara lain karena adanya motif-motif ekonomi. Pada tataran makro, hasil penelitian memperlihatkan bahwa liberalisasi yang muncul dalam industri media selain menimbulkan dampak positif juga memunculkan fundamentalisme pasar. Fundamentalisme pasar ini membuat tayangan-tayangan di layar kaca televisi swasta Indonesia nampak lebih menyiratkan "selera konsumen" dan tuntutan para pengiklan, ketimbang mengakomodasikan apa yang menjadi kepentingan publik.
Sebagai sebuah institusi bisnis memang merupakan hal yang wajar apabila akumulasi modal menjadi tujuan utama televisi swasta, namun karena dalam kegiatan operasionalnya televisi swasta menggunakan public goods, yakni gelombang elektromagnetik, sehingga televisi swasta tetap diharapkan untuk dapat menjadi ruang publik yang sesungguhnya, yang memungkinkan publik menyelenggarakan diskusi yang rasional dan kritis, terbebas dari tekanan pasar maupun penguasa. Sebagai implikasi teoretis dari penelitian ini, apabila melakukan kajian tentang ruang publik pada media televisi hendaknya program-program acara yang akan diteliti merupakan program acara yang memang memungkinkan publik untuk dapat berpartisipasi dan terlibat dalam diskusi-diskusi yang diselenggarakan.