PENDAHULUAN
Budaya Indonesia dalam perwujudannya menunjukkarn keanekaan yang, antara lain, tampak dalam kehidupan bahasa dan sastranya. Di samping bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, terdapat pula bahasa dan sastra daerah yang merupakan sumber memerkaya budaya nasional.
Dengan tetap mempedulikan keanekaan bahasa dan sastra itu, usaha mencari dan menemukan hal-hal yang menunjukkan kesatuan dalam keanekaan juga perlu dilakukan secara berkesinambungan. Upava ke arah itu perlu ditempuh melalui penelitian budaya kita, seperti bahasa dan sastra agar dapat dikenal dan dipahami dengan baik. Selain itu, pengetahuan tentang kebahasaan dan kesastraan itu harus pula dapat diketengahkan ke dalam pergaulan antarsuku sehingga terjadi pengenalan dan pemahaman terhadap hal-hal yang sebelumnya tidak dikenal atau hanya dikenal terbatas oleh suatu masyarakat saja. Dengan cara itu, diharapkan timbul rasa menghargal dan memiliki sesuatu yang sebenarnya memang milik bersama, memahami , mencintai , dan memiliki bersama berbagai aspek budaya itu akan mengukuhkan kita sebagai suatu bangsa, yang pada saatnya diharapkan mampu melahirkari karya-karya, antara lain, dengan modal budaya hangsa sendiri (Rusyana dkk. , 1987:1-2).
Sastra lisan di Indonesia sebagai kekayaan sastra juga merunakan modal budaya bangsa. Sebagaimana dikemukakan oleh Robson (1972:91, sastra lisan - dapat menjadi alat untuk memelihara dan menurunkan buah pikiran suatu suku atau bangsa yang empunya sastra itu. Bahkan, hingga sekarang menurut Charles Winick dalam Rustiana, 1975:125), sastra lisan itu mengandung kehidupan yang terus-menerus mempunyai nilai kegunaan dan masih terdapat dalam budaya masa Wellek dan Warren (1989:48) juga menyebutkan bahwa sastra lisan erat tautannya dengan sastra tertulis. Dengan demikian, sastra lisan, dalam hal ini sastra lisan daerah, yang dewasa ini dianjurkan oleh Pemerintah perlu semakin ditingkatkan penelitiannya agar kekayaan budaya yang terkandung di dalamnya dapat dimanfaatkan.
Dalam kenyataan pada umumnya masyarakat Indonesia dewasa ini kurang memperlihatkan kepeduliannya mengenai segala sesuatu yang tidak modern, apalagi yang bersifat pribumi, termasuk sastra lisan dan sastra lama, kondisi seperti itu, menurut Ikram (1976:7-9), hendaknya tidak sampai berlarut-larut. Penggalian serta pengenalan sastra atau kekayaan tradisional itu jangan sampai ditangguhkan.
Sastra daerah Ratak Toba, sebagai salah satu di antara sastra-sastra daerah di Indonesia, perlu digali dan diselenggarakan menelitiannya secara lebih sungguh-sungguh . Penelitian sastra dalam hal ini hendaknya tidak berarti hanya melakukan inventarisasi (prescriptive), tetapi juga meliputi pengolahan dan penyebarannya. Pengolahan yang dimaksud, antara lain mencakupi usaha dan penyusunan hasil transliterasi, transkripsi, terjemahan, dan penganalisisan karya sastra itu sendiri. Dengan menganalisis struktur akan diketahui bagaimana karya sastra itu diwujudkan dan hasil analisisnya dapat digunakan untuk membantu pembaca dalam mengapresiasi. Dalam kaitan itulah, puisi rakyat Ratak Toba, khususnya umpasa (Baca uppasa) perlu digali dan dimanfaatkan. Upaya penyelamatan umpasa ini bertalian pula dengan kurangnya minat generasi muda dan langkanya penelitian yang pernah dilakukan (lihat Sarumpaet, 1988).