UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Jawara dan budaya kekerasan pada masyarakat Banten

Atu Karomah; Sihite, Romany, supervisor (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004)

 Abstrak

Jawara merupakan salah satu dari entitas dari masyarakat Banten yang cukup terkenal. Ia dikenal bukan saja karena pengaruh kharismanya yang melewati batas-batas geografis, tetapi juga budaya kekerasan yang melekat padanya. Sehingga ia dikenal sebagai subculture of violence dalam masyarakat Banten.
Sebagai subkultur kekerasan, jawara memiliki motif-motif tertcntu dalam melakukan kekerasan. Mereka pun mengembangkan gaya bahasa atau tutur kata yang khas, yang terkesan sangat kasar (sompral) dan penampilan diri yang berbeda dari mayoritas masyarakat. seperti berpakaian hitam dan memakai senjata golok.
Kekerasan yang dilakukan jawara pada umumnya dimaknai oleh yang bersangkutan sebagai upaya pembelaan terhadap orang yang dipandang melakukan pelecehan harga diri yang menyebabkan yang bersangkutan merasa malu. Pelecehan terhadap harga diri diinterpretasikan oleh kalangan jawara sebagai pelecehan terhadap kapasitas dan kapabilitas diri dan ini sangat terkait dengan peran dan status sosial di masyarakat. Karena itu pelecehan terhadap harga diri dipahami sebagai pelecehan terhadap peran dan statusnya di masyarakat.
Batasan tentang pelecehkan harga diri itu memang tidak tegas karena itu sering dinterpretasikan secara subyektif oleh pelakunya. Sehingga yang menyebabkan kasus pelecehan harga diri itu berbagai macam seperti tuduhan pencurian, gangguan terhadap istri atau pacar, balas dendam atau kekalahan dalani politik desa atau persaingan bisnis. Dalam konteks ini kekerasan yang dilakukan jawara memang sangat terkait denngan "konstruksi maskulinitas" dalam budaya masyarakat.
Kekerasan yang dilakukan jawara selain sebagai sarana untuk mempcrtahankan harga diri, kekerasan juga dipandang sebagai alat untuk meraih posisi atau status sosial lebih tinggi sebagai seorang jawara yang disegani dalam lingkungan komunitas mereka. Sehingga mereka biasa menjadi pimpinan jawara (bapak buah) dengan memiliki sejumlah pengikut (anak buah). Bahkan dengan posisi dan status sosial ini mereka pula dapat meraih kedudukan formal dalam lingkungan institusi formal seperti menjadi jaro, kepala desa, bahkan untuk menjadi bupati atau wali kota.
Mendapat gelar sebagai seorang jawara yang disegani merupakan kebanggaan tersendiri bagi yang menyandangnya. Karena dengan gelar tersebut, ia bisa menaikan posisi tawarnya ketika berhubungan dengan pihak lain. Ia bisa mendesakan segala keinginan baik secara halus maupun dengan kekerasan. Oleh karena itu dalam konsep kebudayaan diantaranya mengenai sistem komunikasi, kekerasan yang dilakukan jawara dianggap sebagai sarana untuk mengkomunikasi simbol-simbol tentang sikap dan perilaku pada lingkungan kerabat dan lingkungan sosialnya.

 File Digital: 1

Shelf
 T14337-Jawara dan.-TOC.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Tesis Membership
No. Panggil : T14337
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik :
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T14337 15-19-408518428 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 82082
Cover