ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan mengapa prevalensi status gizi (KKP) balita di dua propinsi paling timur yaitu propinsi Maluku dan Irian Jaya masih tinggi dan faktor apa yang berpengaruh. Untuk itu dilakukan studi analisis data sekunder Hasil Studi Prevalensi Defisiensi Vitamin A dan zat-zat gizi lainnya di wilayah Indonesia Timur. Secara umum analsis ini bertujuan untuk mendeskripsikan status gizi balita di propinsi Maluku dan Irian Jaya serta faktor-faktor yang berpengaruh (dominan) terhadap status gizi balita. Secara khusus analisis ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan karakteristik anak dan keluarga terhadap status gizi balita. Dari 3325 sampel yang tersedia dari sumber data, ternyata hanya 501 sampel yang memenuhi syarat untuk analisis. Hasil Analisis prevalensi status gizi didapatkan bahwa 27.9 persen anak balita menderita Gizi kurang dan 8.0 % menderita gizi buruk. Prevalensi gizi kurang terbesar dijumpai pada umur 6-23 bulan, sedangkan prevalensi gizi buruk terbanyak dijumpai pada umur 12-23 bulan.
Berdasarkan nilai rata-rata Z--score BB/U didapatkan suatu pola bahwa status gizi menurun mulai umur 3 bulan dan terhenti pada umur 11-13 bulan. Setelah itu tidak dijumpai adanya peningkatan status gizi. Dengan analisis bivariat "Piecewise Linear Regression" antara Z-score DD/U dan umur balita didapatkan bahwa umur 12 bulan merupakan perkiraan umur yang paling tepat dimana tidak terjadi penurunan status gizi (Z-score BB/U).
Uji-t perbedaan nilai Rata-rata prediktif Z--score dari hasil persamaan regresi "Pieceswise Linear Regression" tidak terbukti signifikan untuk variabel jenis kelamin, status perkiraan, dan pendidikan ayah, tetapi diperoleh perbedaan yang signifikan untuk variabel kondisi rumah pada umur 12-59 bulan, variabel jumlah balita pada umur 24-59 bulan dan variabel jumlah anggota keluarga pada umur 36-59 bulan, serta variabel sanitasi keluarga pada umur 12-59 bulan. Untuk variabel pendidikan ibu dijumpai perbedaan yang signifikan hanya pada umur 36 dan 48 bulan.
Analisis regresi ganda tidak terbukti adanya hubungan variabel independen yang signifikan dengan status gizi kecuali variabel umur. Namun memperhatikan besarnya nilai beta koefisien dari variabel independen diperkirakan variabel kondisi rumah, pendidikan ibu dan ayah, jenis kelamin, jumlah balita dan jumlah anggota keluarga serta sakit diare kemungkinan akan diperoleh hasil yang signifikan bila jumlah sampel diperbesar.
Dari hasil analisis di atas, maka program upaya untuk menurunkan prevalensi gizi kurang dan buruk di kedua propinsi perlu memprioritaskan sasaran program UPGK pada kelompok umur yang lebih dini (3-12 bulan) disertai peningkatan penyuluhan gizi yang lebih intensif dan menggunakan bahasa yang sederhana meliputi pemberian ASI, makanan pendamping ASI yang disesuaikan dengan pola makanan daerah setempat dan jenis serta ketersediaan pangan di daerah setempat, imunisasi serta kebersihan lingkungan (sanitasi). Selain itu program KB perlu mendapat perhatian untuk ditingkatkan. Pembangunan di sektor ekonomi dan pendidikan di kedua propinsi perlu ditingkatkan sebagai upaya penyediaan lapangan kerja yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan penduduk, karena upaya perbaikan gizi tanpa disertai perbaikan ekonomi merupakan upaya yang sia-sia. Penelitian ini menyarankan pula untuk dilakukan analisis yang mencakup seluruh propinsi IBT dan kemungkinan untuk menggunakan indek Antropometri yang lain seperti TB/U atau BB/TB.