PendahuluanPemerintah Republik Indonesia dalam menanggulangi tekanan penduduk telah menempatkan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) sebagai Program Nasional. Menurut laporan BKKBN bahwa pada tahun 1988 di Indonesia terdapat 26.995.469 pasangan usia subur, pasangan yang mampu atau mudah memberikan keturunan.
Dari jumlah itu hanya 17.763.019 pasangan yang pernah menggunakan kontrasepsi dan ternyata di antara mereka sebagian besar adalah kaum wanita, sehingga para istrilah yang sebenarnya lebih aktif berperan sebagai akseptor KB sedang di pihak suami hanya 6% yang bersedia menggunakan kontrasepsi. Meskipun program KB dinilai cukup berhasil, tetapi dari kesinambungan dan kelancaran program tersebut diperlukan partisipasi aktif kaum pria.
Perkembangan kontrasepsi pria jauh tertinggal dibandingkan dengan kontrasepsi wanita. Hal ini disebabkan sulitnya mengendalikan proses spermatogenesis jika. dibandingkan dengan proses ovulasi. Baru pada akhir-akhir ini para peneliti baik dalam maupun luar negeri mulai tertarik kembali pada alat atau bahan kontrasepsi pria. Di Indonesia penelitian sistematik tentang KB pria masih belum banyak dilakukan (1). Berbagai usaha telah dan terus dilakukan oleh para ahli dalam bidang andrologi, untuk memperoleh bahan kontrasepsi pria yang benar-benar ideal. Adapun yang dimaksud dengan kontrasepsi ideal harus memenuhi persyaratan mudah digunakan, murah, dapat diterima oleh masyarakat, tidak toksik, tidak menimbulkan efek sampingan, efektif dan bersifat reversibel (2). Sampai saat ini bahan atau alat kontrasepsi pria masih sangat terbatas yaitu kondom dan vasektomi. Terdapat petunjuk bahwa cara vasektomi bersifat ireversibel. Sedangkan kelemahan utama dalam penggunaan kondom adalah efek psikis karena berkurangnya daya sensitivitas.
Usaha untuk menemukan alat atau bahan kontrasepsi pria telah dilakukan oleh negara maju, antara lain dengan memanfaatkan bahan alami, tetapi hasilnya belum memuaskan sehingga penerapannya sebagai kontrasepsi pria masih diragukan. Oleh karena itu eksplorasi dan penelitian bahan kontrasepsi yang berasal dari tanaman masih merupakan prioritas. Selain itu bahan obat-obatan termasuk kontrasepsi yang berasal dari tanaman mempunyai keuntungan antara lain toksisitasnya rendah, mudah diperoleh, murah harganya dan kurang menimbulkan efek samping (1).
Dari hasil skrining aktivitas spermisida 1.600 ekstrak tanaman yang tumbuh di India, ternyata 30 ekstrak tanaman mempunyai efek spermisida pada tikus dan 16 ekstrak tanaman menyebabkan "immotilitas spermatozoa" manusia (3).
Buah pare yang merupakan bagian dari tanaman pare (Momordica charantia L) dilaporkan mempunyai khasiat kontrasepsi, karena mengandung momordikosida golongan glukosida triterpen atau kukurbitasin (4). Bahan ini bersifat sitotoksik dan dapat menghambat spermatogenesis anjing (5). Disamping itu terdapat indikasi bahwa ekstrak buah pare yang diberikan pada tikus secara oral, dapat menyebabkan penurunan jumlah dan kualitas spermatozoa (6).
TeIah diketahui ada 12 jenis glukosida triterpen terkandung dalam tanaman pare, masing-masing dikenal dengan nama momordikosida A sampai L. Momordikosida utama yang terdapat dalam buah pare adalah jenis K dan L .(7), dan diduga momordikosida jenis inilah yang bersifat sitotoksilc atau sitostatik (8).
Terdapat bukti bahwa glukosida triterpen bersifat anti pertumbuhan, terutama menghambat perkecambahan biji kapas, menghambat pertumbuhan sel-sel tumor dan menghambat perkembangan fetus tikus (8). Dengan demikian kukurbitasin merupakan zat anti proliferasi dan anti. diferensiasi sel yang sangat poten (4,7,8).
Mengingat. spermatozoa merupakan sel haploid yang berasal dari perkembangan dan diferensiasi sel-sel induk germinal di dalam testis, maka timbul permasalahan yang menarik yaitu apakah ekstrak buah pare yang diberikan pada mencit jantan akan menghambat spermatogenesis dan sekaligus bersifat anti-fertilitas. Jika hal itu benar, apakah efek anti-fertilitas tersebut bersifat .reversibel. Masalah ini menjadi lebih menarik untuk diselidiki karena buah pare disukai banyak orang di Indonesia sebagai lauk dan mudah diperoleh?