UI - Disertasi Membership :: Kembali

UI - Disertasi Membership :: Kembali

Karet dari hulu sungai: budidaya, perdagangan, dan pengaruhnya terhadap perekonomian di Kalimantan Selatan, 1900-1940

Tundjung; Lapian, A.B. (Adrian Bernard), promotor; Thee, Kian Wie, co-promotor; Masyhuri, co-promotor; Leirissa, Richard Zakarias, examiner; Taufik Abdulllah, examiner; Bambang Purwanto, supervisor; Mukhlis PaEni, examiner (Universitas Indonesia, 2004)

 Abstrak

Kalimantan Selatan adalah salah satu daerah penghasil karet terbesar di Indonesia. Para pengusaha Eropa mulai membuka perkebunan karet pada awal tahun 1900-an, dan penduduk Hulu Sungai juga turut berpartisipasi membudidayakannya sejak tahun 1909. Ekspor karet perkebunan ke pasar internasional dimulai tahun 1911, dan karet rakyat dimulai tahun 1914. Akan tetapi setelah Perang Dunia Pertama, produsen karet rakyat menguasai ekspor karet dari Kalimantan Selatan. Oleh karena itu, penelitian ini lebih ditekankan pada karet rakyat. Perkembangan budidaya dan perdagangan karet di Kalimantan Selatan tergantung dari perdagangan karet di pasar internasional. Aka perdagangan karet menguntungkan, maka budidaya karet bertambah luas, dan aktivitas perdagangan meningkat, namun jika perdagangan karet merosot, maka kebun-kebun karet menjadi terbengkali, dan aktivitas perdagangan berkurang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat naik-turunnya budidaya, dan perdagangan karet, serta pengaruhnya terhadap perekonomian di Kalimantan Selatan. Permasalahan utama dalam studi ini adalah, mengapa komoditi karet dapat meningkatkan penghasilkan penduduk dan perdagangan ekspor, tetapi tidak merubah struktur ekonomi di Kalimantan Selatan?
Menurut Hla Myint, jika petani yang memproduksi komoditi ekspor, masih memproduksi kebutuhan pokok, maka penghasilannya tidak semata-mata tergantung dari pasar internasional; tetapi petani yang hanya memproduksi komoditi ekspor, maka penghasilannya akan sepenuhnya tergantung pada pasar internasional. Oleh karena itu, budidaya tanaman yang menghasilkan komoditi ekspor tidak akan merubah struktur ekonomi masyarakat petani yang tidak banyak tergantung pada pasar internasional. Petani masih mempunyai penghasilan dari sawahnya jika perdagangan komoditi ekspor mundur. Budidaya tanaman yang menghasilkan komoditi ekspor akan merubah struktur ekonomi, jika petani yang bersangkutan sepenuhnya tergantung pada pasar internasional. Petani harus mencari pekerjaan di luar bidang pertanian jika produksi komoditi ekspornya tidak laku.
Bagaimana penduduk hulu Sungai membudidayakan karet? Ternyata penduduk Hulu Sungai tidak sepenuhnya masuk ke dalam pasar internasional. Mereka adalah petani semi-subsestensi yang menumpangkan budidaya karet pada pola pertanian tradisional, yang memproduksi kebutuhan pokok dan komoditi ekspor. Walaupun perdagangan karet yang cukup menguntungkan mengakibatkan aktivitas perdagangan meningkat dan penghasilan penduduk bertambah, tetapi tidak mengakibatkan penduduk meninggalkan lahan persawahannya.

South Kalimantan was one of the greatest rubber producing areas in Indonesia, European entrepreneurs opened rubber plantation in early 20 century, and the inhabitants of Hulu Sungai participated in rubber cultivation since 1901. Rubber export of plantation began in 1911, and rubber export of smallholders started in 1914. Yet, after the First World War, rubber export of the smallholder dominated. This study pursues smallholding rubber. Development of rubber cultivation and rubber trade in South Kalimantan depended on international rubber trading. If rubber trading provided big profit, areas of rubber cultivation by smallholder expanded, and trading activities increased. If the rubber trading went down, rubber cultivation by smallholder was neglected.
The aim of this research is to study the rise and fall of rubber cultivation and rubber trading, and its economic impact to South Kalimantan. This main focus of this study concerns with the question why rubber affected the increased income of population and the export trade, yet it was unable to change the economic structure of South Kalimantan.
According Hla Myint, the peasants, producing export commodity, and staple foods make their own economy independent from international market. But if peasants produced only export commodity, their income were depended on international market. Therefore, cultivation of export commodities did not change economic structure of the peasants, those being independent from international market, given that they still produced staple foods no matter the international market is, Peasant, who produced only export commodities, when the price of their commodities fall down, should find a job out of agriculture.
How did the inhabitants of the Hulu Sungai cultivate rubber? They did not enter fully into international market, as semi-subsistence peasants cultivate rubber in traditional agriculture system, that produced both staple foods and export commodities. Although, the rubber trading provided big profit, population incomes increased, there was no market force that would make the inhabitants of Hulu Sungai leave their own sawah.

 File Digital: 1

Shelf
 KAret dari-Full text (D 526).pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Disertasi Membership
No. Panggil : D526
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Universitas Indonesia, 2004
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xvii, 199 pages : 30 cm
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
D526 07-17-557480209 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 82370
Cover