UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Kiyai dan jawara di Banten: studi tentang agama, magi, dan kepemimpinan di Desa Pasanggrahan Serang, Banten

M.A. Tihami; Harsja W. Bachtiar, 1934-, supervisor; Nurcholish Madjid, supervisor; S. Boedhisantoso, examiner; Supardi Suparlan, examiner; Iwan Tjitradjaja, examiner (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992)

 Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya ketertarikan pada masih lekatnya sebutan kyai dan jawara sebagai pemimpin bagi orang Banten. Beberapa literatur yang ditulis oleh orang Belanda, seperti Meijer (1949) den Loze (1933), dan yang ditulis oleh orang Indonesia, seperti Sartono Kartodirdjo (1966) dan A. Hamid (1987), memperlihatkan bahwa kedua pemimpin tersebut telah berpengaruh sejak zaman penjajahan Belanda. Bahkan dalam cerita rakyat dikatakan, kedua pemimpin tersebut ada sejak zaman kesultanan Banten yang pertama (kira-kira pada abad ke-16).
Keberadaannya yang sudah lama, dan tetap sampai sekarang, menunjukkan betapa lestarinya kedua pemimpin tersebut. Kelestarian inilah yang menjadi pendorong untuk segera dicaritahu mengapa-nya. Kemudian dipilihlah desa Pasanggrahan sebagai lokasi penelitian, karena di desa ini pernah ada kyai (meninggal tahun 1985) pendiri Satuan Karya Ulama Indonesia dan ada jawara pendiri Persatuan Pendekar Persilatan Banten. Dalam struktur organisasi Satuan Karya (Satkar) Ulama itu terdapat Departemen Pemuda dan Pendekar, yang berarti sebagai isyarat adanya kesatuan antara kyai (ulama) dan jawara (pendekar).
Kelestarian kyai dan jawara dalam kepemimpinan masyarakat diduga mempunyai kaitan dengan keseluruhan pengetahuan masyarakat tentang agama dan magi yang diacunya. Kepemimpinan kyai tentu berkaitan dengan agama; dan kepemimpinan jawara tentu berkaitan dengan magi, sebab magi menjanjikan kekuatan yang dibutuhkan oleh jawara.
Untuk memperoleh jawaban dari mesalah tersebut dilakukanlah pendekatan struktural fungsional, yaitu pendekatan yang memandang sistem-sistem sosial budaya yang menekankan bahwa struktur-struktur yang diamati itu menunjukkan fungsi-fungsi dalam suatu struktur tertentu. Artinya, elemen-elemen dalam suatu struktur terjalin dalam suatu jaringan sistem. Dan setiap elemen terdiri dari elemen-elemen yang lebih kecil yang juga terjalin dalam suatu jaringan sistem. Dalam hal ini, agama dan magi dipandang sebagai elemen-elemen yang satu sama lain saling memberi dan menerima sumbangan, sehingga elemen-elemen tersebut terjaring dalam satu jaringan sistem (sistem budaya).
Kemudian, berdasarkan teori aksi (theory of action) menurut Talcott Parsons, hubungan sistem tersebut diturunken pada sistem sosial yang ternyata diperlihatkan oleh perilaku kepemimpinan kiyai dan jawara. Jadi sistem sosial (perilaku kepemimpinan) ini ternyata ditentukan oleh sistem budaya; namun juga sistem sosial mempengaruhi sistem budaya. Hubungan antara sistem budaya dan sistem sosial ini disebut dengan hubungan sibernetik. Jadi kelestarian kepemimpinan kiyai dan jawara itu disebabkan karena perilaku keduanya dalam kepemimpinan, masing-masing merupakan elemen dalam sistem sosial yang mempunyai hubungan sibernetik dengan agama dan magi dalam sistem budaya.

 File Digital: 1

Shelf
 T9098-M.A. Tihami.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Tesis Membership
No. Panggil : T-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resources
Deskripsi Fisik : v, 254 pages : illustration ; 30 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-Pdf 15-18-303357285 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 82430
Cover