ABSTRAKSalah satu isu lingkungan perkotaan yang dihadapi saat ini ialah semakin menciutnya areal pertanian sebagai konsekuensi. pertumbuhan kota. Lahan agraris yang tersedia di wilayah kota dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan, antara lain untuk pemukiman. Pada akhirnya, lingkungan yang semula dalam keadaan seimbang dan serasi mulai terganggu, begitu pula halnya dengan manusia sebagai penghuni lingkungan tersebut.
Pada sisi lainnya, Pemerintah Daerah DKI Jakarta sebagai aparat pelaksana pembangunan kota ingin mempertahankan salah satu kantong pertanian di Condet yang merupakan salah satu bagian dari wilayah Jakarta Timur. Kantong pertanian ini dihuni oleh penduduk asli kota Jakarta yakni suku Betawi yang mempunyai mata pencaharian dari kegiatan usaha tani buah-buahan. Pada perkembangan selanjutnya, daerah ini diakui sebagai kawasan Cagar Budaya Condet. Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk mempertahankan ekosistem pertanian di Cagar Budaya Condet antara lain dengan mengeluarkan berbagai kebijaksanaan berupa ketetapan-ketetapan seperti :
1. Penetapan wilayah Condet yang dikembangkan secara terbatas, mengingat sebagai daerah penghasil buah-buahan.
2. Penetapan mempertahankan wilayah Condet sebagai daerah pertanian buah-buahan.
3. Pengaturan penebangan pohon di wilayah Condet harus seminimal mungkin, dan harus minta izin sebelumnya.
4. Pelarangan untuk melakukan mutasi tanah, merubah tata guna tanah termasuk memusnahkan tanaman khas Condet yaitu salak, duku dan melinjo.
5. Pelarangan untuk mendirikan bangunan yang melebihi ketentuan koefisien dasar bangunan (RDB) sebesar 20 %.
6. Penetapan bahwa tanaman khas Condet seperti duren Sitokong dan duku serta Salak Condet sebagai barang langka yang harus di jaga dari kepunahan.
Pengembangan kota melalui pembangunan fisik mulai menyentuh kawasan ini seperti pembangunan sarana transportasi berupa jalan, perbaikan kampung dan pembangunan pemukiman baru. Pada hakekatnya, pembangunan yang mengandung unsur perubahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan beserta isinya . Dengan adanya perubahan fisik di kawasan Cagar Budaya atau sekitarnya, merangsang pendatang dari luar untuk tinggal menghuni di dalam wilayah ini. Pada akhirnya, masyarakat petani suku Betawi yang menghuni kawasan Cagar Budaya di Condet paling merasakan pengaruh pengembangan kota.Saat ini kegiatan pengalihan fungsi lahan oleh petani merupakan gejala yang terlihat menonjol di kawasan Cagar Budaya. Padahal sebelumnya, mereka memenuhi kebutuhan hidup bagi diri dan keluarganya dengan memanfaatkan lahan untuk kegiatan usaha tani buah-buahan. Terjadilah perubahan budaya masyarakat setempat.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh beberapa kejelasan mengenai:
1. Deskripsi tentang Cara-cara pengalihan fungsi lahan dengan berbagai situasi yang menyertainya, yang dilakukan oleh masyarakat petani Betawi dalam konteks upaya tanggapannya terhadap lingkungan yang telah berubah.
2. Faktor yang mendukung kelancaran pengalihan fungsi lahan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Dampak sosial budaya yang terjadi akibat pengalihan fungsi lahan.
Hasil survai awal ditemui 40 orang masyarakat petani yang seluruhnya berasal dari etnis yang sama (Betawi). Penelitian yang bersifat deskripsi kualitatif ini menggunakan metode studi kasus. Selain karena studi kasus yang tidak memerlukan informan dalam jumlah banyak, dan setelah melalui beberapa tehnik sampling serta beberapa pertimbangan lainnya aaka ditemukanlah sejumlah lima petani yang dijadikan informan.
Penentuan lima informan ini juga dibantu oleh informan kunci dan seorang pemuka masyarakat Betawi yang tinggal di kawasan Cagar Budaya.
Penelitian yang dilakukan merupakan kajian terhadap kehidupan keluarga petani. Dari kajian keluarga memungkinkan kita dapat mengetahui jaringan sosial di dalam mana keluarga menggantungkan kehidupan mereka, dan dengan analisis keluarga memungkinkan untuk memandang gejala sosial budaya yang akan dikaji sebagai realitas kehidupan manusia.
Pengumpulan data dilakukan dengan jalan wawancara mendalam yang ditunjang dengan menggunakan metode pengamatan partisipasi.
Pola analisis yang dilakukan pada penelitian ini ialah analisis non statistik, dan karena data yang terkumpul bersifat deskriptif kualitatif maka akan dianalisis menurut isinya.
Dari hasil penelitian ditemukan hal-hal sebagai berikut :
1. Profesi petani buah merupakan pekerjaan yang diwariskan secara turun temurun dan merupakan salah satu ciri tradisionalitas masyarakat Betawi disamping tata cara kehidupan sehari-hari yang bersendikan ajaran agama Islam. Cara-cara melakukan usaha tani buah seperti menanam, memelihara dan memanen hasil kebun juga diperoleh secara turun temurun .
2. Selain profesi petani, mereka melakukan mobilitas pekerjaan di luar sektor usaha tani, tapi belum merupakan hal yang utama. Sedangkan kegiatan usaha tani buah semula adalah merupakan andalan utama kehidupan mereka.
3. Pemilikan lahan diperoleh dari warisan orang tua, dan sistem pewarisan telah dilembagakan dalam pranata sosial budaya setempat dengan ketentuan laki mendapat dua bagian sedangkan perempuan satu bagian. Pertambahan keluarga disertai sistem pewarisan yang ada secara alamiah turut memberikan tekanan terhadap lahan usaha tani.
4. Pendatang baru di wilayah cagar budaya ikut mempercepat pengalihan kepemilikan lahan. Pengalihan fungsi lahan baik dengan cara langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oleh masyarakat petani Betawi merupakan suatu tindakan yang adaptif dalam menanggapi perubahan lingkungan yang terjadi. Tindakan adaptasi yang dilakukan bersifat situasional.
5. Pengalihan fungsi lahan dengan cara di atas dapat berjalan lancar oleh karena didukung administrasi pengalihan yang tidak efektif. Ada ketidakkonsistenan dalam penegakan aturan administrasi pengalihan fungsi lahan. Dan proses administrasi tersebut dipengaruhi oleh faktor ekologis yaitu sosial budaya.
6. Dampak lingkungan fisik berkaitan dengan perubahan tata guna lahan usaha tani yang berubah jadi pemukiman. Kemampuan sebagai "catchment area" menjadi semakin berkurang. Keberadaan tanaman salak, pohon duku dan melinjo yang dilindungi sebagai tanaman langka terancam kepunahan. Dengan hadirnya pendatang yang kebanyakan berasal dari golongan ekonomi lemah menambah kuantitas limbah padat buangan rumah tangga.
7. Dampak lingkungan sosial budaya antara lain keinginan menjadi petani pada generasi muda cenderung menurun, demikian pula dengan pendidikan yang bersendikan agama Islam.
8. Eksistensi Cagar Budaya di wilayah Condet yang mencakup tiga Kelurahan sulit untuk dipertahankan. Yang masih bisa diharapkan adalah sebahagian kecil wilayah Kelurahan Balekambang, tepatnya sepanjang Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Dari aspek pelaksanaan dibutuhkan kerangka administrasi yang tepat dan sebaiknya secara trans sektoral yaitu melibatkan unit-unit yang berkepentingan terhadap pencagaran.
ABSTRACTOne of the urban environment issues being faced at presents is the reducing number of agricultural area as a consequences of the urban development. The agrarian land available in the city territory is used for development activities, among others for human settlement. Finally, the environment which was initially balanced and harmonious starts to be disturbed, likewise with the human beings as occupants of the environment concerned.On the other side, the Administration of the Special Region of the Capital City Jakarta (DKI Jakarta) as the city development executive apparatus would like to maintain one of the parts of East Jakarta territory. The agricultural pocket is occupied by the original population of Jakarta city namely the Betawi ethnic group whose livelihood is from fruit agricultural business activities.In its further development, this region is recognized as the Condet Cultural preservation territory. Various efforts have been conducted by the Administration of the Special Region of Capital City Jakarta to maintain the agricultural ecosystem in Condet - the Condet Cultural Conservation among others by issuing various policies in the form of determinations such as :1. The determination of the Condet territory which is developed with limitations bearing in mind that this territory is producing fruits.2. The determination to maintain Condet territory as the fruit agricultural region.3. The arrangement of the cutting of trees in Condet territory, which must be as minimum as possible, and obtain the prior approval.4. The prohibition to carry out land transfers, to change the land use including the destruction of Condet special plants namely "salak" (zalacca/zallaca edulis); "duku" (lansium/ lansium domesticum) and melinjo (gnetum gnomon).5. The prohibition to construct buildings exceeding the building basic coefficient (KDB) of 20%.6. The determination that the Condet special plants such as "duren Sitokong" and "duku" and "salak Condet" as scarce fruits which must be safeguarded from extinction.The city development through the physical development has started to touch this territory such as the development of the transportation means in the form of roads, hamlet improvements and the development of new settlements. In fact, the development containing the element of change is aimed at enhancing the quality of the environment and its contents. With the existence of the physical change in the Cultural Conservation Territory or its surrounding, it has stimulated new comers from outside areas to settle within this territory. Finally, the farmers of the Betawi ethnic group which occupies the Condet Cultural Conservation area in Condet will be greatly affected by the citydevelopment. At present, the activities of transferring the function of land by the farmers constitutes the most conspicuous symptom within this Cultural Conservation territory. Whereas in the past, they have met the daily necessities for himself and his family by utilizing the land to grow fruits as fruit farmers. Thus, a change has taken place in culture.Through this research, it is hoped that several clarifications will be obtained about the following:1. The description concerning the land function transfer procedure with the various situations accompanying it, which is conducted by the Betawi farming community in the context of its efforts to react to the changing environment.2. The factor which supports to smoothen the land function transfer whether directly or indirectly.3. The socio-cultural impact that occurs due to the land function transfer.In the initial survey result, we met 40 farmers who entirely originated from the same ethnic group (Betawi).This research, which is descriptive qualitative in nature, used the case study method. In addition, because this case study does not require a large number of informants, and after several sampling techniques and several other considerations, five farmers were used as informants.The determination. to choose these informants is also assisted by a key informant and one Betawi public figure who lives in the Cultural Conservation territory.The research constitutes a study on the life of farmer's family. From the study on the farmer's family life, it was possible forus to know the social network upon which the family life depends, and with the family analysis it was possible for us to view the socio-cultural symptoms to be studied as the reality of the human lives.The data collection is conducted by way of thorough interviews supported by using the participative observation method. The analysis pattern conducted in this research is the nonstatistical analysis, and because the data collected are descriptive qualitative in nature, they will be analysed according to their content.In the research result, the following matters were discovered :1. The profession of the fruit farmers constitutes a hereditary occupation and one of the characteristics of the Betawi community tradition, besides the daily way of life which is based on the Islamic teaching. The way of conducting fruit farming business such as planting, caring, and harvesting is also derived hereditarily.2. In addition to being fruit farmers, they also perform jobs outside the farming business sector, but this does not yet constitute the primary business. Whereas the fruit farming business activity since the beginning constitutes their main reliance for their lives.3. The land ownership is also inherited from the ancestors, and the inheritance system has been institutionalized in the local socio-cultural order with the provision that a male heir gets two parts whereas an heiress only one part. The additions in the family members are accompanied by the existing system of inheritance which naturally also emphasizes on the farming business land.4. The newcomers in this cultural conservation territory takes part -in accelerating the land ownership transfer. The land function transfer, whether directly or indirectly, conducted by the Betawi farming community constitutes an adaptive action in response to the environmental change that has taken place. The adaptive action taken is situational in nature.5. The land functional transfer mentioned above can run smoothly because it is supported by the transfer administration which is not effective. There are inconsistencies in the upholding of land function transfer administration. And said administration process is influenced by the ecological factor namely the socio-cultural factor. 6. Environmental impact is linked to the change in the use of farming business land, which has changed into a settlement. The capability as catchments area is decreasing. The existence of "salak" plant, "duku" plant and "melinjo" plant which are protected as scarce plants are threatened with extinction. With the arrival of newcomers who are of the economically weak group has increased the quantity of the household solid waste.7. The socio-cultural impacts are among others the declining trend to become farmers among the young generation, likewise with the education which is based on Islam.8. The existence of the Condet Cultural Conservation in the Condet territory comprising of three sub districts/ villages is difficult to maintain. What can be expected is the small part of Balekambang sub district, to be exact is the territory along the Ciliwung River Basin. From the execution aspect, the proper administrative framework shall be required preferably transectoral, namely involving units which are interested in the natural preservation.