ABSTRAKDari hasil Supas 1985 diketahui angka kematian bayi masih cukup tinggi yaitu 70 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini secara umum masih cukup tinggi walaupun telah menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sejak tahun 1984 Pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan "Kesehatan Bagi Semua Orang Pada Tahun 2000" telah mengembangkan suatu pendekatan baru yang disebut Keterpaduan KB-Kes. Pendekatan ini didasarkan pada keterpaduan 5 program prioritas yang meliputi program KIA, KB, Gizi, imunisasi dan penanggulangan diare. Keterpaduan ini telah dilaksanakan secara luas dan merupakan kegiatan yang dikenal sebagai posyandu (Pos Pelayanan Terpadu).
Hampir di semua tempat, pelaksanaan posyandu tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena banyaknya hambatan-hambatan yang bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan kegiatan tersebut.
Di Kelurahan Penjaringan khususnya di daerah binaan Atma Jaya pelaksanaan program secara umum dapat dikatakan cukup lancar meskipun ada hambatan-hambatan yang masih dirasakan. Beberapa hambatan yang dirasakan antara lain kehadiran kader, pencatatan dan pelaporan, ketidakhadiran ibu balita serta rendahnya cakupan, hasil kegiatan dan pencapaian program.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor-faktor kader dan faktor pengelolaan dengan penggunaan posyandu.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan mengadakan wawancara dan uji ketrampilan pada semua kader di Kelurahan Penjaringan serta mendapatkan data sekunder tentang jumlah balita dan pencatatan pelaporan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi drop out kader semakin rendah penggunaan posyandu. Kesimpulan lain yang didapat yaitu semakin sedikit jumlah balita semakin tinggi penggunaan posyandu.
Untuk meningkatkan penggunaan posyandu di Kelurahan Penjaringan disarankan jumlah posyandu diperbanyak, jumlah kader ditambah, pemberian penghargaan pada kader, bimbingan dan pelatihan dari petugas puskesmas/dokter ditingkatkan bagi para kader yang tergolong pengetahuan/ ketrampilan kurang.