Latar Belakang Masalah Telah dikenal berbagai cara untuk pemeriksaan adanya penyakit jantung koroner baik secara invasif maupun non invasif, untuk menentukan jenis dan lokasi kelainan tersebut.
Salah satu pemeriksaan non invasif yang kini telah dapat dikerjakan di Indonesia adalah pemeriksaan perfusi miokard dengan memakai Thallium 201 (3).
Pada tahun 1973, Zaret dan Strauss telah mempergunakan potasium 43 untuk pembuatan perfusi miokard terhadap penderita transien miokard iskemi (3). Kemudian pada tahun 1975 dipergunakan Thallium 201, sebagai analog dari potasium untuk pemeriksaan perfusi miokard. Pada tahun 1976 Ritchie dkk melaporkan penggunaan Thallium 201, dimana pemeriksaan kedua dilakukan 2 jam kemudian tanpa disuntik Thallium.
Diantara berbagai kelebihan dari pemeriksaan perfusi ini juga didapatkan beberapa kelemahan, yaitu adanya organ-organ sekitar seperti ventrikel kanan, diafragma, jaringan lemak (terutama pada wanita adanya payudara) gaster dan hepar yang ikut mengambil Thallium 201.
Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas dan spesifisitas tertentu, tergantung pembuluh koroner mana yang terkena, derajat penyempitan, berapa buahkah pembuluh yang terkena, apakah satu pembuluh atau beberapa pembuluh (1,4,5,7).