Pengasuhan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak dalam rangka 'membesarkan' mereka, sangat besar perannya terhadap tumbuh-kembang anak. Upaya ini meliputi upaya pemenuhan kebutuhan biomedis, kasih sayang, dan stimulasi. Di lain pihak, lingkungan merupakan faktor penentu proses tumbuh-kembang anak dan corak asuhnya. Secara garis besar lingkungan terdiri dari, faktor ibu sebagai tokoh utama ekosistem mikro, faktor sosial ekonomi, dan faktor pemukiman.
Di negara sedang berkembang, 45% dari populasi adalah anak berumur kurang dari 15 tahun dan di antaranya 20% adalah balita. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tumbuh-kembang anak sebagai sumber potensi bangsa, adalah dengan meningkatkan kualitas corak asuhnya. Untuk itu diperlukan data mengenai corak asuh khususnya pada golongan sosial ekonomi rendah, karena anakanak dari golongan ini merupakan kelompok rawan dengan risiko tinggi terhadap timbulnya gangguan tumbuh-kembang.
Melihat kenyataan tersebut, telah dilakukan penelitian mengenai corak asuh anak dengan tujuan mendapatkan gambaran tentang pengasuhan dan kaitannya terhadap tumbuh-kembang anak. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang corak asuh dan status tumbuh-kembang anak pada golongan sosial ekonomi rendah, serta gambaran mengenai faktor lingkungan yang berperan baik terhadap corak asuh maupun terhadap tumbuh-kembang anak.
Penelitian ini dilakukan selatna 8 bulan mulai Desember 1987 sampai Mei 1988, dengan mempergunakan disain cross sectional yang bersifat deskriptif. Populasi penelitian adalah bayi/anak berumur 6-24 bulan, berasal dari golongan sosial ekonomi rendah yang memanfaatkan sarana kesehatan RSCM. Selain pemeriksaan klinis telah dilakukan wawancara dan observasi langsung pada saat kunjungan rumah. Telah diteliti 111 sampel, di antaranya 61 anak laki-laki, dan 50 anak perempuan. Sejumlah 50 anak berumur 6-12 bulan, 41 anak berumur 13-18 bulan, dan 20 anak berumur 19-24 bulan.
Ketiga karakteristik lingkungan (ibu, sosial ekonomi, dan pemukiman), menggambarkan kondisi yang tidak baik. Ibu yang gambaran karakteristiknya baik sebanyak 29,7%-38,7%. Keadaan sosial ekonomi buruk karena yang baik hanya 6,3% - 11,7%, demikian pula halnya dengan pemukiman karena yang kondisinya baik hanya 7,9% - 13,8%.
Di lain pihak, kualitas corak asuh juga tidak baik. Dari ketiga komponen pengasuhan anak, komponen kasih sayang merupakan komponen yang terbaik Kualitas komponen pengasuhan kasih sayang yang baik berdasarkan tehnik inferens adalah, 54,1% - 72,1%. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pengasuhan kasih sayang adalah corak reproduksi ibu, keadaan fisik rumah, dan pendidikan ayah.
Upaya pemberian makan sebagai bagian dari pengasuhan biomedis, kondisinya tidak baik karena yang baik hanya 14,7%-30,3%. Sedangkan upaya perlindungan kesehatan (imunisasi), sebagai bagian kedua dari pengasuhan biomedis, kondisinya lebih baik karena sebanyak 42,1% - 60,7% menunjukkan pola imunisasi yang baik. Tetapi secara keseluruhan, kualitas upaya biomedis yang baik hanya 4,7%-15,1%. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor lingkungan dengan pengasuhan biomedis.
Komponen pengasuhan yang ketiga yaitu upaya stimulasi, yang gambarannya baik hanya 13,9% - 29,3%. Terdapat hubungan yang bermakna antara beberapa karakteristik lingkungan yaitu corak reproduksi, pendidikan ibu, dan kepadatan lingkungan, dengan upaya ini.
Pada penelitian ini, status pertumbuhan fisik yang baik sebanyak 41,2% - 59,8%. Status pertumbuhan dipengaruhi oleh pengasuhan biomedis (imunisasi) dan stimulasi. Status perkembangan yang baik sebanyak 67,7%-83,7%. Perkembangan anak secara bermakna dipengaruhi oleh kualitas ibu, pendidikan ayah, dan pengasuhan stimulasi verbal.
Pada penelitian ini ternyata teknik sederhana untuk mengamati perkembangan anak, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik bila dibandingkan dengan DUST.
Berdasarkan penemuan yang diperoleh, terdapat 2 pemikiran yaitu,
1. Disamping faktor ibu sebagai tokoh utama pengasuhan anak, ayah yang lebih aktif berperan dalan pengasuhan anak, dapat meningkatkan kualitas perkembangan anak.
2. Penerapan teknik pengamatan sederhana dalam menilai perkembangan anak terutama yang berumur kurang dari 2 tahun oleh kadar masyarakat yang terlatih, akan menunjukkan tingkat kepekaan dan spesivisitas yang cukup tinggi dibandingkan dengan penerapan DDST oleh tenaga ahli.
Akhirnya, untuk kelengkapan penelitian ini sebaiknya dilakukan penelitian yang serupa dalam jangka panjang, serta melakukan pengujian analitik hubungan peran ayah dalam proses tumbuh-kembang anak. Sementara itu, ayah perlu dilibatkan sebagai obyek sasaran dalam program penyuluhan kesehatan anak. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kualitas pemantauan tumbuh-kembang anak (terutama batita) di Posyandu, maka perlu dilakukan pengujian penggunaan metode pengamatan sederhana perkembangan anak. Dan mengingat rendahnya mutu pengasuhan anak, maka harus dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas pengasuhan anak terutama komponen biomedis dan stimulasi.