Masalah PenelitianAda banyak studi antropologi meagenai kehidupan ekonomi masyarakat nelayanl) di berbagai tempat di dunia yang dengan pendekatan ekologi menghasilkan pandangan-pandangan yang memperkuat hipotesa-hipotesa yang dibangun dan dipertahankan oleh sebagian ahli antropologi ekologi tentang hubungan-hubungan yang selalu seimbang antara populasi-populasi dengan lingkungan dan sumber-sumber daya alam di sekelilingnya' (equilibria) dan 'sistem-sistem hubungan timbal balik di antara kedua komponen itu yang dapat mengatur dirinya sendiri' (self-regulating systems). Mereka yang dalam studinya memperkuat hipotesa-hipotesa seperti itu antara lain adalah Gersuny den Poggie, Epple, Smith, Suttles, dan Piddocks (dalam McCay, 1978). Di samping itu, penelitian mereka mengutamakan kelompok-kelompok atau komuniti dan sebaliknya mengabaikan individu-individu. Hipotesa-hipotesa tersebut dinilai ternyata lebih banyak tidak sesuai dengan realitas seperti yang diungkapkan oleh Vayda dan McGay (1975), bahwa manusia hidup secara bersama-sama dalam suatu ruang den menjadi subjek untuk berbagai macam situasi lingkungan dan kendala-kendala eksternal. Mereka (lihat bal. 294) menyebutkan gangguan-gangguan alam seperti banjir, pembekuan salju, angin topan, kekeringan (mengutip para ahli geografi), keadaan iklim, metereologi dan geologi yang ganas (mengutip Bruton dan Hewitt), dan yang mereka kategorikan sendiri seperti keganasan perang, perampasan atau penggerebekan, pemerasan dengan penyerahan upeti dan pajak, aksi-aksi penyiksaan yang berlatarbelakang agama, dan lain-lain. Adalah menjadi realitas juga bahwa manusia, baik sebagai individu-individu ataupun sebagai kelompok-kelompok adalah pembuat keputusan yang rasional dan penyusun strategi-strategi dalam rangka pemecahan masalah-masalah atau kendala-kendala yang dihadapinya.
Dalam kehidupan ekonomi nelayan, masalah-masalah yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi lingkungan merupakan fakta umum. Para ahli antropologi (antara lain yang terpenting adalah Acheson, 1981) menemukan bahwa meskipun laut menyediakan sumber ekonomi yang potensil bagi keberlangsungan hidup manusia, seperti ikan dan biotik laut lainnya yang mempunyai nilai ekonomi (dapat dikonsumsi atau dipertukarkan), namun pekerjaan untuk memperolehnya berlangsung dalam suatu lingkungan yang berbahaya dan penuh ketidakmenentuan. Bahaya dan ketidakmenentuan ini menurut mereka, bukan hanya disebabkan oleh kondisi-kondisi alam den biotik laut serta terjadinya perubahan-perubahan lingkungan fisik tersebut, tetapi juga oleh kondisi-kondiai lingkungan sosial-ekonomi di mana aktivitas penangkapan berlangsung. Masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, laut penuh risiko bahaya dan ketidakmenentuan. Acheson (cf. Smith, 1977: 2) menggambarkan laut sebagai suatu lingkungan yang sulit dimasuki orang untuk survival karena penuh dengan pukulan badai don ombak yang tak henti-hentinya. Untuk memasuki laut dan memperoleh sumber yang dikandungnya, orang hanya dapat menggunakan perlengkapan buatan seperti kapal2) dan perahu3) dan dengan alat-alat penangkapan ikan seperti net atau jaring, pancing dan lain-lain. Ternyata menurut Acheson, bahwa memasuki laut dengan perlengkapaa dan alat-alat seperti itu hanya dapat dilakukan ketika kondisi-kondisi cuaca di laut mengizinkan. Hilangnya jiwa manusia, perahu dan alat-alat perlengkapan merupakan risiko-risiko aktusl yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi lingkungan fisik laut tersebut. Di daerah-daerah perikanan laut dalam sekitar Massachusetts dan Gloucester (lihat Smith, hat. 8) telah tercatat beribu-ribu nelayan hilang di laut, sedang di Noordzee korban jiwa nelayan Urk (dari Belanda) saja tidak kurang dari 200 orang.4)
Kedua, adanya berbagai macam jenis den pola kebiasaan ikan dan biotik laut lainnya. Laut yang dengan berbagai macam keadaan air dan dasarnya mengandung banyak jenis biotik laut tetapi yang bukan hanya ada hanya secara musiman karena mempunyai pola kebiasaan migraai, tetapi juga ada populasi-populasi ikan yang meningkat atau merosot secara tiba-tiba yang sulit diramalkan oleh nelayan. Kondisi-kondisi sumber laut yang demikian menyebabkan para nelayan sulit mengontrol binatang buruanya di laut seperti halnya para pemburu di darat yang secara relatif bisa mengontrol binatang--binatang buruannya karena mereka tahu dengan pasti kebiasaan-kebiasaan dan atau ke mana bergerak binatang-binatang buruannya itu. Itulah sebabnya menurut Acheson sehingga perlengkapan dan alat-alat yang digunakan oleh para nelayan haruslah sesuai dengan kondisi-kondisi alam dan biotik laut, dan bukannya perlengkapan dan alat-alat yang begitu saja diambil dari darat seperti yang digunakan oleh para pemburu binatang darat.
Ketiga, lingkungan laut yang tampaknya homogen tetapi sebetulnya bersifat mendua. Salah satu aifat laut yang mempersulit operasi para nelayan adalah karena aeluruh bagian permukaannya tampakaya sama saja, tetapi yang sebetulnya menurut Smith (bal. 7) mempunyai si?.