LATAR BELAKANG. Sejak kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1527, Blambangan berdiri sendiri, tetapi dalam kurun waktu dua abad lebih (antara tahun 1546-1764) sering menjadi rebutan kerajaan di sekitarnya. Kerajaan Demak dan Mataram di Jawa Tengah, kerajaan di Bali (Gelgel , Buleleng dan kemudian Kerajaan Mengwi) secara bergantian menyerang Blambangan dalam kurun waktu itu. Akibatnya terjadi antara lain perpindahan penduduk, perpindahan ibukota dan timbulnya pemukiman Baru. Antara tahun 1767-1777 VOC mengirimkan juga ekspedisi dan ini merupakan benih kekuasaan Belanda di Blambangan pada masa kemudian. Kekuatan luar dengan demikian menjadi sebab mengapa timbul ge j olak politik di Blambangan selama masa waktu ini.
Kekacauan timbul juga karena faktor dalam. Perselisihan di kalangan keturunan Tawangalun yang memerintah di Blambangan sering berkembang menjadi pemberantakan merebut tahta. Dalam kurun waktu 42 tahun, sejak tahun 1655 sampai dengan tahun 1697 terjadi 4 kali pemberontakan, dan 4 kali perpindahan ibukota. Kedudukan istana di Kedawung dipindahkan ke Bayu pada tahun 1655, kemudian ke Macanputih dan akhirnya ke Kutalateng. Dalam perkembangan selanjutnya perang yang berkepanjangan mengakibatkan istana pindah lagi ke Ulupampang, dan akhirnya ke Banyuwangi pada tahun 1774. Gejolak politik dengan demikian sangat menonjol dalam sejarah Blambangan, sehingga mendorong penulis untuk mengkaji lebih jauh. Blambangan sejak lama mendapat perhatian terutama penulis asing. Brandes ialah orang pertama. Hasil karyanya dalam bidang filologi terbit pada tahun 1894, kemudian karya Pigeaud pada tahun 1932. Selain itu Ann Kumar menerbitkan tulisannya pada tahun 1979, Winarsih Arifin pada tahun 1980, dan akhirnya Darusuprapta menulis karyanya dalam bidang yang sama pada tahun 1984.
Hasil kajian mengenai Blambangan juga mencakup bidang ilmu yang lain. Pada tahun 1927 J.W. de Stoppelaar berhasil menyelesaikan tulisannya dalam bidang hukum adat, kemudian Atmosoedirdjo menulis kajiannya dalam bidang yang sama pada tahun 1932. Hasil kajian mengenai Blambangan dengan demikian terbatas pada dua bidang ilmu, yaitu Filologi dan Hukum Adat. Keduanya di luar bidang Ilmu Sej arah. Sepanjang pengetahuan penulis hanya Lekkerkerker yang menulis sejarah Blambangan, dan ini hanya sebuah artikel di dalam sebuah majalah yang terbit pada tahun 1923. Tulisannya bersifat umum tetapi sangat penting, karena memberikan gambaran dan arah terhadap kemungkinan kajian yang bersifat lebih khusus.