BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Betakang Masalah
Kesusastraan merupakan ekspresi atau pernyataan kebudayaan yang mencerminkan sistem sosial, kekerabatan, ekonomi, pendidikan, poiitik, kepercayaan yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan. Berbicara mengenai kesusastraan suatu bangsa berarti juga mellihat kebudayaan yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kesusastraan merupakan bagian dari kebudayaan (Atar Semi, 1989:5).
Kebudayaan merupakan jaringan makna yang dikembangkan oleh manusia dalam beradaptasi terhadap lingkungannya. Selanjutnya dijelaskan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang semiotik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan tanda, dan lambang, yang ada di dalam kehidupan masyarakat dan dikenal oleh khalayak yang bersangkutan. Lambang sebagai sesuatu yang perlu dipahami maknanya dan dapat dibagikan kepada warga masyarakat dan diwariskan kepada keturunannya. Di samping itu, kebudayaan pun merupakan sistem lambang Bahasa (Geertz,1992:5;; Semi,1989:2).
Kesusastraan dapat juga dikatakan sebagai suatu sistem lambang, bukan hanya karena kesusastraan itu menggunakan bahasa, melainkan karena kesusastraan dapat melambangkan kehidupan manusia. Dengan demikian, terdapat suatu keterkaitan antara kesusastraan dan kebudayaan yang diciptakan oleh suatu kelompok masyarakat. Hal itu sesuai dengan pendapat A.W.Wijaya yang berikut:
Masyarakat adalah sekelompok orang yang mempunyai identitas diri yang membedakan dengan kelompok lain dan hidup dalam wilayah atau daerah tertentu secara tersendiri. Kelompok ini baik sempit maupun luas mempunyai ikatan perasaan akan adanya persatuan di antara anggota kelompok dan menganggap diri berbeda dengan kelompok-kelompok lain. Mereka memiliki norrma norma, ketentuan-ketentuan, dan peraturan-peraturan yang dipatuhi bersama sebagai suatu ikatan. Perangkat dan pranata tersebut dijadikan pedoman untuk memenuhi kebutuhan kelompok dalam arti seluas-luasnya. (Wijaya, 1986:6).
Sehubungan dengan pandangan di atas, dalam tulisan ini akan melihat salah satu kelompok orang yang ada di dalam masyarakat Jepang pada era Tokugawa yaitu kelompok samurai. Kelompok masyarakat samurai yang dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan bushi. Bushi adalah golongan masyarakat yang apabila dilihat dari sistem penggolongan pada era Tokugawa, (zaman Edo) memiliki kedudukan yang paling tinggi. Penggolongan tersebut lebih dikenal dengan sebutan Shi No Ko-Sho (Bushi/samurai-Nomin/petani-Shokunin/tukang Shonin/pedagang}. Dengan adanya sistem penggolongan seperti itu, masing-masing golongan mengembangkan gaya hidup dan lambang-lambang yang mencerminkan status masing-masing. Misalnya pakaian, tempat tinggal, dan tingkah laku. Hal tersebut hams dilaksanakan sesuai dengan status yang disandangnya. Dengan kata lain, sistem penggolongan tersebut mengatur dengan ketat status dan peran masing-masing golongan.
Berbicara mengenai tingkah laku ada suatu perbuatan yang dilakukan oleh golongan samurai untuk bunuh diri, yaitu dikenal dengan nama Seppuku (bunuh diri dengan cara memotong perut). Seppuku adalah suatu tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh kalangan samurai dan merupakan bagian dari bushido, yaitu suatu kode moral dari samurai (Seward, 1968:9),
Secara harafiah bushido memiliki arti jalan samurai. Namun, secara keseluruhan yang dimaksud dengan bushido adalah kode moral yang harus dihormati dan dijalankan oleh samurai (kelas prajurit), baik di dalam kehidupan maupun di dalam pekerjaan mereka (Kodansha Encyclopaedia, 1983:221-223).
Bushido berkembang sejak zaman Karnakura, dan sampai pada kesempurnaannya pada zaman Edo (1603-1867) yang didasari oleh ajaran konfusian. Ajaran tersebut menanamkan nilai kesetiaan, pengorbanan keadilan, rasa malu, bertata krama sopan, kesuciar1, rendah hati (kesederhanaan), kehematan, semangat berperang, kehormatan, dan kasih sayang (Shimizu,1985:328),
Menurut A.L. Sadler nilai-nilai mendasar bushido bagi samurai diantaranya adalah nilai kesetiaan, keberanian, dan bertindak adil (Sadler, 1988:33).
Nitobe menambahkan nilai-nilai yang terkandung dalam bushido selain kesetiaan, keberanian, dan bertindak adil, adalah kessopanan, kesungguhan hati, kehormatan dan pengendalian did (Nitobe,1991;vii)?.