Kredit Pemilikan Rumah jika diselesaikan dengan jangka waktu yang disetujui dalam perjanjian kredit tentunya tidak menimbulkan masalah, akan tetapi sering terjadi pihak debitur tidak lagi meneruskan pembayaran kreditnya dengan alasan tidak sanggup membayar lagi, ingin pindah tempat ataupun alasan lainnya, sehingga mereka ingin mengalihkan kredit pemilikan rumah yang menjadi kewajibannya kepada pihak lain. Akan tetapi, sering pengalihan kredit ini dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yang sesungguhnya dan hanya melalui bukti pengalihan berupa surat di bawah tangan dan bahkan hanya berupa kwitansi saja. Yang lebih meresahkan lagi pengalihan ini terjadi dari tangan ke tangan sampai beberapa kali. Ada juga pembeli/debitur baru yang ingin melindungi haknya dengan datang ke Notaris dengan membuat Surat Pengikatan Jual Beli secara di bawah tangan dikuatkan dengan Akta Kuasa secara notariil.
Yang menjadi masalah tanah dan bangunan yang dilihkan tersebut masih terkait sebagai jaminan pada Bank. Sedangkan untuk menempuh pengalihan kredit langsung melalui Bank para debitur antara lain terhalang tidak ada waktu luang untuk mengadakan wawancara dengan Bank, ada syarat-syarat yang sulit dipenuhi. Untuk mencapai tujuan penulisan tesis ini, digunakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan penelitian lapangan.
Adapun kesimpulan yang dapat menjawab pokok-pokok permasalahan dalam tulisan ini pembuatan Surat Pengikatan Jual Beli secara di bawah tangan dikuatkan dengan Akta Kuasa secara notariil merugikan salah satu jalan keluar bagi pembeli/debitur baru agar dikemudian hari setelah tunas kredit, haknya atas tanah dan bangunan yang dibelinya dapat diperoleh. Walaupun hal ini melanggar ketentuan perjanjian dengan Bank, akan tetapi berdasarkan asas kebebasan berkontrak hal ini dapat saja dilakukan asalkan tidak merugikan pihak lain dan bahkan hal ini juga dapat menguntungkan pihak Bank karena dapat mengurangi kredit macet.