UI - Disertasi Membership :: Kembali

UI - Disertasi Membership :: Kembali

Ekspansi dan kontraksi ekspor kopra Makassar 1883-1958

Abdul Rasyid A. Ambo Sakka; Leirissa, Richard Zakarias, promotor ([Publisher not identified] , 2003)

 Abstrak

ABSTRAK
"Lahan saya adalah lahan dunia!" demikian ungkapan para eksportir kopra Makassar, ketika perkapalan internasional Rotterdamsche Lloyd tiba di Makassar untuk mengangkut kopra. Ungkapan itu sebenarnya memberikan gambaran bahwa kopra dari Makassar telah terintegrasi dengan pasaran dunia. Para eksportir yang berdiam di Makassar menampung kopra dalam gudang-gudang penimbunan, sehingga merupakan suatu hal yang wajar bila seorang eksportir memiliki lebih dari dua gudang ekspor kopra. Laporan perdagangan Makassar menunjukkan bahwa pada tahun 1895 Makassar memiliki tujuh tempat tujuan ekspor kopra, kemudian naik menjadi dua puluh tempat tujuan ekspor kopra pada tahun 1920.
Selama kurang lebih "delapan dasawarsa" (1883-1958), komoditas ekspor Makassar banyak tergantung dari kopra (Bugis: kaloko) yang berasal dari "emas hijau". Bagaimana pun penduduk Indonesia bagian timur, khususnya Sulawesi Selatan, kopra telah menjadi komoditi dagang yang penting, sejak tahun 1880-an yaitu, ketika bangsa-bangsa Eropa menggunakan kopra sebagai bahan dasar yang penting dalam pembuatan sabun dan mentega. Sekitar 60 persen jumlah ekspor kopra Timur Besar berasal dari kopra yang pada umumnya diekspor melalui pelabuhan Makassar.5 Karena itu bukannya tidak beralasan jika J.C. Westermann dan W.C. Houck mengatakan bahwa pada dekade kedua abad ke-20 Makassar tampil sebagai kekuatan perdagangan di Asia Pasifik, bahkan pada fase tersebut Makassar dapat mengurangi laju perkembangan Singapura sebagai kota dagang karena menghasilkan kopra.
Di sejumlah daerah di luar Makassar, kopra juga mempunyai arti penting sebagai komoditi ekspor bagi penduduknya. Di Pulau Toedjoeh Riau pada tahun 1908, sekitar 24 ribu orang mata pencahariannya tergantung dari kopra. Pada umumnya kopra didominasi oleh para keluarga bangsawan. Beberapa keluarga bangsawan memiliki pohon kelapa hingga mencapai 20 ribu pohon. Itulah sebabnya para bangsawan Pulau Toedjoeh, mendatangkan buruh dari Singapura untuk bekerja di kebun mereka. Untuk membatasi lonjakan buruh masuk ke Pulau Toedjoeh, maka Pemerintah Belanda menerapkan biaya imigrasi tinggi yaitu sekitar f 25 setiap orang. Dalam tahun 1919 ekspor kopra dari Pulau Toedjoeh mencapai 12.283 ton dengan nilai f 3,8 juta. Dari ekspor tersebut dapat diperoleh pajak senilai f. 207.000. Tiga puluh lima persen dari hasil itu (f 60.000) digunakan untuk membangun daerah Pulau Toedjoeh.
Mata pencaharian utama penduduk Kalimantan Barat adalah kopra. Kopra di daerah itu banyak dikuasai oleh pedagang-pedagang Cina. Para petani mendapat kredit dari pedagang-pedagang Cina. Di Singkawang, petani kelapa pada umumnya pendatang. Mereka menyewa tanah pada suku-suku Dayak dan Banjar untuk membuka?.

 File Digital: 1

Shelf
 Ekspansi dan-Full text (D 479).pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Disertasi Membership
No. Panggil : D479
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: [Publisher not identified], 2003
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : x, 328 pages : illustration ; 30 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
D479 07-17-126823364 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 83105
Cover