UI - Disertasi Membership :: Kembali

UI - Disertasi Membership :: Kembali

Perdagangan ikan cakalang di Bitung, Sulawesi Utara (1975-2001)

Anny Wantania; Leirissa, Richard Zakarias, promotor; Masyhuri, co-promotor; Abdullah Dahana, examiner; Ayatrohaedi, 1939-2006, examiner; Lapian, A.B. (Adrian Bernard), examiner; Rompas, Rizald Max, examiner; Susanto Zuhdi, examiner (Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004)

 Abstrak

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai laut yang luas sehingga merupakan produsen ikan laut yang potensial. Salah satu wilayah produsen ikan laut yang potensial di Indonesia adalah Sulawesi Utara. Kotamadya Bitung merupakan wilayah penghasil ikan laut terbanyak dari aspek jumlah dan nilai produksi se-Sulut. Salah satu potensi perikanan yang dijadikan komoditi perdagangan di Kotamadya Bitung adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sehingga dikenal sebagai Kota Cakalang. Penelitian tentang perdagangan ikan cakalang di Bitung relatif belum terjamah. Di sisi lain, penelitian tentang sejarah perekonomian Indonesia didominasi hasil perkebunan.
Masalah penelitian ini adalah perkembangan perdagangan ikan cakalang di Bitung, Sulawesi Utara periode tahun 1975 sampai dengan 2001. Secara lebih khusus, penelitian ini difokuskan pada dampak perubahan kebijakan pemerintah terhadap perdagangan ikan cakalang. Penentuan periodesasi itu adalah pada tahun 1975 dibentuknya Kotamadya Bitung dan 2001 adalah dua tahun pelaksanaan otonomi daerah yang menekankan pada desentralisasi pengelolaan potensi kelautan berdasarkan Undang-Undang No.22/1999. Dalam periode itu, kebijakan pemerintah dibagi dalam tiga karakteristik, yaitu kebijakan ekonomi sentralistik (1975-1982), liberalisasi ekonomi (1983-1999) dan otonomi daerah yang menekankan pada desentralisasi kelautan (1999- saat ini) Pertanyaan penelitiaan dalam disertasi ini adalah bagaimana dampak kebijakan pemerintah pada periode ekonomi sentralistik, liberalisasi ekonomi dan otonomi daerah terhadap dinamika perdagangan ikan cakalang di Kotamadya Bitung?
Kebijakan perdagangan perikanan menimbulkan dampak terhadap dinamika perdagangan ikan cakalang pada pada periode ekonomi sentralistik (1975-1982). Kebijakan merupakan intrumen pelestarian kekuasaan. Konteks periode ekonomi sentralistik yang meraup keuntungan adalah pedagang Cina, militer, dan pejabat biokrasi. PT. Perikani, sebagai contoh dikendalikan oleh aparat militer yang relevan sehingga sektor perikanan berada di bawah kontrol negara baik secara politik maupun ekonomi. Temuan itu semakin mendapatkan pembenaran dengan hadirnya perusahaan perikanan yang dikelola oleh Puskopal Armatim. Keterlibatan menimbulkan dampak yang positif dan negatif. Dampak yang ditimbulkan cenderung menguat kepada negatif, yaitu bisnis militer menjadi semakin monopolistik dan otoritarian.
Kemudian, kenyataan itu menimbulkan kesadaran baru untuk menetapkan kebijakan pembangunan yang lebih berorientasi pasar internasional. Keuntungan yang lebih besar akan diperoleh dan bisa menciptakan pemerataan hasil pembangunan. Kebijakan liberalisasi menimbulkan dampak negatif dan positif. Liberalisasi yang diterapkan dijadikan instrumen pelestarian kekuasaan politik oleh penguasa. Kondisi itu saya nyatakan liberalisasi yang berbasis pada pemerintahan pusat. Temuan penelitian saya berbeda dengan Mallarangeng (2002). Pendapatan regional yang tinggi tidak berbanding lurus dengan dana pembangunan yang diterima. Kondisi itu sering menimbulkan kekecewaan dan diekspresikan dalam bentuk kritik-kritik, resistensi simbolik, terselubung maupun yang fisik. Kenyataan itu membutuhkan perubahan orientasi perekonomian dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah. Temuan penelitian saya, liberalisasi yang berdampak positif dipertahankan sedangkan orientasinya berbasis di pemerintahan daerah.
Periode otonomi daerah berlangsung mulai 1999- 2001. Periode ini diawali dengan penetapan Undang-Undang No.22 Tabun 1999 tentang otonomi daerah. Esensi dari otonomi daerah itu sebenarnya penetapan kebijakan liberalisme yang dikendalikan oleh pemerintah daerah. Kebijakan itu berbeda dengan periode sebelumnya yang menerapkan kebijakan liberalisme ekonomi yang dikendalikan oleh pemerintah pusat.
PT. Perikani mengalami kebangkrutan di era otonomi daerah, karena perusahaan itu besar karena dukungan penguasa melalui kebijakan-kebijakan BUMN. Periode otonomi daerah menimbulkan konflik horisontal antarnelayan yang dipicu oleh konstruksi mereka tentang batas teritorial mencari ikan yang dimantapkan dengan mitos Toar dan Limumuut, belum jelasnya undang-undang yang mengatur pembagian hasil kekayaan sumber daya alam, dan ketidakjelasan aturan antara kewenangan pemerintah pusat dan daerah tentang otonomi. Pada periode ini perdagangan perikanan meningkat karena didukung penetapan Bitung sebagai KAPET dan pelabuhan internasional. Perdagangan ikan cakalang memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi regional, tenaga kerja, dan pemenuhan kebutuhan protein.

 File Digital: 1

Shelf
 Perdagangan ikan-Full text (D 482).pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Disertasi Membership
No. Panggil : D482
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : [Place of publication not identified]: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik :
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
D482 07-17-867800710 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 83106
Cover